Hwang Jin Yi - Sinopsis Drama Kerajaan [Sageuk] Korea - https://sinopsisdramakorea.wordpress.com

Hwang Jin Yi – Daftar Episode

Hwang Jin Yi - Sinopsis Drama Kerajaan [Sageuk] Korea - https://sinopsisdramakorea.wordpress.com

  • Judul: 황진이 (黃眞伊) / Hwang Jin Yi
  • Judul lain: Hwang Jini / Dust Storm
  • Genre: Period-Traditional Drama
  • Jumlah Episode: 24
  • Wiki D-Addicts: http://wiki.d-addicts.com/Hwang_Jin_Yi
  • Ringkasan:

Kisah dari Hwang Jin Yi, Gisaeng termasyur di abad ke 16 pada masa Dinasti Joseon.

Kisah ini mengenai kehidupan seorang wanita dari masa Dinasti Joseon, yang berprofesi sebagai penari, musisi, dan juga penyair, yakni Hwang Jin Yi, yang mencari kesempurnaan dalam keahlian seninya tanpa menyerah dan menghadapi kesulitan yang dialami oleh para wanita berdasarkan ststus sosial mereka yang rendah.

Hwang Jin Yi adalah seorang anak tidak sah dari seorang bangsawan dengan Heon Keum, gisaeng musisi yang terkenal. Kisah ini berpusat pada 4 pria di kehidupan Hwang Jin Yi dan perburuannya pada seni menari. Cinta pertamanya dengan anak seorang bangsawan, Kim Eun Ho berakhir dalam tragedi. Hubungan cintanya dengan Kim Jung Han tidak juga berakhir bahagia. Byuk Kye Soo adalah saudara Raja yang terobsesi padanya dan mencoba semua tipuan untuk mendapatkannya tapi tak berhasil. Akhirnya sang pengawal pribadinya yang setia, Yi Saeng, yang tak pernah sekalipun meninggalkannya, selalu hadir saat ia membutuhkan bantuan. Sementara itu, ada Bu Yong, yang tidak hanya rival Hwang Jin Yi dalam hal menari, tapi juga dalam percintaan.

Baca lebih lanjut

Hwang Jin Yi – Episode 24 [Finale]

Sempat adu mulut dengan Bu-yong soal definisi seorang penghibur yang sebenarnya, Myeong-wol nekat meninggalkan tempat pengajaran untuk mendatangi pria yang telah membuka matanya. Dengan wajah serius, Myeong-wol menyebut bakal meninggalkan kebiasaan lamanya demi menjadi seniman yang sesungguhnya.

Sadar akan ancaman yang dihadapi, Bu-yong juga tidak mau kalah dan memutuskan untuk memperdalam ilmu menarinya ke sebuah tempat pengajaran terkenal. Bagaimana dengan Myeong-wol? Gisaeng itu nekat menari tanpa diiringi alat musik ditengah keramaian, dan hasilnya sudah bisa ditebak.

Dengan hanya mengandalkan uang hasil tarian untuk hidup sehari-hari, hasilnya Myeong-wol tidak makan selama beberapa hari. Meski begitu, ia tetap ngotot menari sampai akhirnya terjatuh karena lemas. Melihat kegigihan hatinya, pria yang membukakan mata Myeong-wol menyuruh sang murid untuk membopong gisaeng itu untuk dirawat.

Begitu sadar, Myeong-wol langsung tersentak ketika disebut diri dan tariannya dipenuhi oleh kesombongan sehingga sampai kapanpun, tariannya tidak akan menghasilkan uang. Ucapan yang terus terngiang itu membuat dirinya kembali ke pasar, namun hanya bisa terduduk menatap mangkuk sedekah sambil memikirkan apa yang salah pada dirinya.

Ketika kembali ke kediaman sang penolong, Myeong-wol kembali dibukakan matanya ketika pria yang dihormatinya itu menyebut bahwa orang yang bijaksana sekalipun selalu belajar dari orang lain setiap harinya. Setelah melihat bunga krisan yang mekar ketika dimasukkan ke dalam minuman, gisaeng terkenal itu akhirnya tahu apa yang harus dilakukan.

Dengan hanya meninggalkan sepucuk surat, Myeong-wol meneruskan pengembaraannya untuk mencari arti seni yang sesungguhnya dengan menjadi rakyat jelata dan hidup seperti kebanyakan orang. Tidak terasa, hari kompetisi yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba dimana seluruh kelompok hiburan berkumpul.

Namun hingga waktu adu ketrampilan untuk menentukan siapa yang pantas menduduki jabatan ketua, hanya Bu-yong yang muncul. Menolak untuk langsung membuat keputusan, Mae-hyang meminta muridnya itu untuk unjuk kebolehan. Sudah tentu, kesempatan tersebut langsung digunakan Bu-yong untuk menunjukkan hasil latihannya selama ini dan aksinya benar-benar tidak mengecewakan.

Terdesak untuk segera mengumumkan hasilnya, Mae-hyang dan yang lain dikejutkan oleh kemunculan Myeong-wol (yang tidak berdandan sama sekali). Kejutan berikut kembali terjadi, Myeong-wol yang datang terlambat menolak untuk berias karena menurutnya bagi seorang seniman yang menamakan dirinya terbaik, penampilan luar sama sekali tidak penting.

Tidak cuma itu, Myeong-wol juga mengaku tidak punya buku dan tema tarian. Sudah tentu, ucapan tersebut langsung memancing kemarahan ketua kelompok penghibur lain. Tidak memperdulikan yang lain, Mae-hyang yang tahu akan kemampuan Myeong-wol memintanya untuk meneruskan tarian dengan sanksi berat bila gagal. Tidak cuma itu, Myeong-wol juga harus menari tanpa iringan musik.

Disinilah kejeniusan Myeong-wol sebagai seorang penari terlihat. Gerakannya mampu membuat yang menyaksikan seolah menemukan irama, sampai-sampai para pengiring tanpa dikomando mulai memainkan alat musik mereka. Ketiak tariannya berakhir, orang pertama yang memberi aplaus adalah Bu-yong.

Setelah berembuk, Mae-hyang mengeluarkan keputusan : Bu-yong terpilih sebagai ketua. Kontan, keputusan itu ditentang oleh Bu-yong sendiri. Namun alasan yang diajukan sangat masuk akal : seorang ketua harus bisa mengawasi orang-orang yang memiliki bakat tari menonjol dan membantu mereka berkembang. Hal itulah yang telah ditunjukkan oleh Bu-yong, yang merupakan orang pertama yang bisa melihat kehebatan Myeong-wol sebagai penari.

Senyuman tulus Myeong-wol, yang bisa menerima keputusan dengan lapang dada, langsung berubah saat keluar begitu mendapat berita kalau Hyeon-geum sekarat. Setelah menyentuh wajah putri yang begitu disayanginya, Hyeong-geum akhirnya menghembuskan napas terakhir.

Tidak kuat lagi menahan pukulan beruntun, Myeong-wol mendatangi pria yang pernah menolongnya dan menangis tersedu-sedu. Menyebut bakal bangkit lagi, gisaeng itu mengatakan bakal mengamalkan tiga prinsip hidupnya : mengalir seperti air, memegang prinsip yang telah diajarkan pria yang sudah dianggap sebagai gurunya itu, dan menyerahkan hidup pada orang yang bersedia menangis dan tertawa bersamanya.

Tidak terasa, beberapa tahun telah berlalu. Bu-yong dan para murid-muridnya melewati sebuah pasar, namun perhatian publik justru malah jatuh pada suara musik ditengah tempat tersebut dimana orang-orang menari dengan gembira dengan Myeong-wol sebagai yang terdepan.

Melihat senyum Myeong-wol yang tulus, Bu-yong menjawab pertanyaan salah seorang muridnya bahwa perempuan yang mampu menyedot perhatian khalayak ramai itu adalah sahabat baik sekaligus satu-satunya rival yang mampu menandingi kemampuannya. Yang terpenting, Myeong-wol jugalah satu-satunya penari yang tidak mampu ditahan oleh sebuah institusi bernama tempat pengajaran saking tingginya bakat yang dimiliki.

T A M A T

sumber: http://www.indosiar.com

Hwang JIn Yi – Episode 23

Keruan saja, Jeong-han langsung membopong tubuh Myeong-wol dengan panik ke kediaman Mae-hyang. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa meski gisaeng itu berhasil diselamatkan, namun tidak demikian dengan bayi yang dikandungnya. Bisa dibayangkan, betapa terpukulnya Jeong-han dan (terutama) Myeong-wol.

Untungnya, Myeong-wol dihibur oleh Dan-shim alias Gae-dong. Begitu mendengar sang sahabat baik membawa putranya, Myeong-wol meminta ijin untuk bisa menggendong anak yang masih kecil itu. Sambil memeluk dengan erat, gisaeng itu meneteskan air mata karena tahu kalau dirinya tak mungkin bisa melakukan hal tersebut pada buah hatinya yang telah tiada.

Tergerak oleh pemandangan mengharukan itu, Dae-shim memberanikan diri untuk mengajak sang putra menemui Gae-soo. Sempat ragu begitu melihat sosok yang dicarinya, siapa sangka hati Gae-soo telah berubah lembut dan menyebut siap mengasuh anak tersebut asalkan Dan-shim, yang terus mencucurkan air mata karena terharu, tidak keberatan.

Dengan sepucuk surat, Myeong-wol meminta supaya Jeong-han datang ke rumah dimana mereka tinggal saat bersembunyi selama 3 tahun demi mengantar kepergian janin yang dikandung dengan musik. Diiringi dengan petikan harpa dan tipuan seruling, keduanya sepakat untuk melepas saat-saat bahagia.

Setelah itu, Myeong-wol kembali ke kehidupan semulanya sebagai seorang gisaeng. Dan sama seperti dulu, begitu banyak tawaran yang masuk untuk bisa melihat kemampuan seninya yang begitu tinggi. Tawaran itu pula yang membuat Bu-yong kembali terbuka luka lamanya, ia tidak habis pikir kenapa begitu banyak orang yang mencintai Myeong-wol.

Bedanya, kali ini Bu-yong langsung mendatangi Myeong-wol dan bicara empat mata. Sambil minum arak bersama, Myeong-wol mengeluhkan tentang reaksi publik yang berlebihan. Siapa sangka, ucapannya itu malah mendapat tanggapan negatif dari Bu-yong, yang menyebut kalau keberuntungan rivalnya itu malah membuat gisaeng yang lain tenggelam.

Kegagalan, ditambah posisi Myeong-wol yang semakin bagus sebagai salah seorang pengajar, membuat Bu-yong patah semangat dan menghabiskan waktunya dengan mabuk-mabukan. Aksi itu langsung dicela oleh Mae-hyang, yang menyebut bahwa pertarungan belum berakhir dan sang murid harus berusaha sampai titik darah penghabisan.

Untuk membangkitkan semangat Bu-yong, Mae-hyang memutuskan untuk menggelar kompetisi diantara sang murid dan Myeong-wol dengan jabatan ketua gisaeng sebagai taruhannya. Sebagai juri, akan dipilih orang-orang yang kompeten dan bukan para pejabat yang sudah jelas-jelas bakal memihak Myeong-wol.

Berbeda dengan Bu-yong yang memutuskan untuk membuat terobosan dengan menggabungkan tarian genderang dan bangau, Myeong-wol malah menari didepan orang banyak di tengah pasar demi mencari kelemahan dirinya. Diingatkan oleh Mae-hyang, Bu-yong sadar kalau persaingan bakal semakin berat.

Diantara sekian banyak yang memuji penampilannya, ternyata ada satu orang yang dengan berani menyebut kalau Myeong-wol tak lebih dari sekedar perempuan penghibur dan penjaja arak belaka. Ucapan itu kontan membuat Myeong-wol terpukul, dan nekat melepas semua atribut yang menempel ditubuhnya dan hanya mengenakan topeng saat kembali menari ditengah pasar. Kali ini, reaksi publik benar-benar tidak diduga.

sumber: http://www.indosiar.com

Hwang Jin Yi – Episode 22

Niat putra mahkota untuk menghukum mati Jeong-han sudah bulat meski Gae-soo sudah berulang kali membujuk, dan memutuskan untuk menghadiri acara perjamuan. Bisa dibayangkan, bagaimana perasaan sang penguasa saat tahu bahwa penari yang berada ditengah adalah Myeong-wol.

Sambil membawa puisi buatannya, Myeong-wol terus menari meski diiringi pandangan marah para pejabat yang hadir. Efek yang diharapkan akhirnya terjadi, putra mahkota meneteskan air mata dan akhirnya memutuskan untuk membatalkan hukuman bati sekaligus menyelamatkan nyawa Jeong-han. Namun sebagai gantinya, Myeong-wol lah yang harus menanggung hukuman berat.

Sebelum ditarik ke dalam penjara, Mae-hyang menitipkan pesan pada Myeong-wol bahwa tarian perempuan itu telah membuat semua (termasuk mendiang Baek-moo) bangga. Siapa sangka bahwa selain Mae-hyang, Bu-yong, yang hatinya telah dibukakan dari ambisi, dan Gae-soo, yang mulai percaya terhadap ketulusan cinta, juga berlomba-lomba untuk menyelamatkan Myeong-wol.

Masih ada satu orang lagi yang tergugah oleh pengorbanan Myeong-wol : putra mahkota, yang ternyata pernah mencampakkan istrinya demi meraih kedudukan. Sang penguasa berniat untuk menyelamatkan sang gisaeng dan Jeong-han yang disayanginya, namun siapa sangka Myeong-wol malah menolak dengan alasan ingin kembali ke tempat pengajaran sesuai dengan takdirnya sebagai seorang penghibur.

Kembali ke tempat pengajaran, bisa dibayangkan bagaimana reaksi sang ibu begitu mendengar Myeong-wol telah menolak kemurahan hati putra mahkota dan berada dalam keadaan mengandung. Namun, Hyeong-geum tidak bisa berkata apa-apa ketika sang putri menegaskan bakal langsung menghilang selamanya begitu kabar tentang dirinya yang mengandung didengar oleh Jeong-han.

Sebagai usaha terakhir, Myeong-wol meminta bantuan Yi Saeng, yang ayahnya merupakan menteri yang selalu berseberangan dengan keinginan putra mahkota, untuk bisa kembali menjadikan Jeong-han sebagai menteri. Dengan imbalan kembali belajar untuk menjadi pejabat, permintaan itu akhirnya dikabulkan.

Sudah tentu, kembalinya Jeong-han sebagai pejabat membuat dirinya jadi pergunjingan banyak pihak. Namun hal itu sama sekali tidak diperdulikan oleh sang menteri, yang malah melangkahkan kakinya ke tempat pengajaran dan melihat Myeong-wol sedang menemani dua orang tamu keluar.

Usahanya untuk mengutus orang menemui Myeong-wol menemui jalan buntu, perempuan yang dicintainya itu menolak untuk bertemu muka. Siapa sangka, orang yang menghibur Jeong-han di saat-saat buruk adalah Gae-soo, yang kembali mengingatkan sang sahabat akan apa yang pernah diucapkan : Myeong-wol tidak bisa dimiliki siapapun.

Dengan siasatnya, Jeong-han berhasil menggiring Myeong-wol untuk menghiburnya. Masih berusaha untuk kembali memenangkan hati perempuan yang dicintainya itu, hati Jeong-han makin sakit karena keinginannya ditanggapi dingin oleh Myeong-wol. Sayang, niat tersebut gagal total karena belakangan Jeong-han mengetahui kalau Myeong-wol telah mengandung.

sumber: http://www.indosiar.com

Hwang Jin Yi – Episode 21

Myeong-wol langsung berniat untuk mengikuti jejak Jeong-han, namun disaat-saat genting tubuhnya langsung ditarik oleh Yi Saeng yang mendadak muncul. Sebelum pergi, Jeong-han menitipkan sebuah kecapi pada salah seorang muridnya, yang kemudian memberikannya pada Myeong-wol.

Bisa ditebak, Myeong-wol terus memaksa untuk bisa melihat Jeong-han untuk terakhir kalinya. Dibawa ke ibukota, Jeong-han tetap bungkam meski disiksa saat ditanya soal keberadaan pasangannya. Dengan senyum licik, Gae-soo memerintahkan supaya pencarian terus dilakukan karena ia yakin betul Myeong-wol bakal muncul demi cinta sejatinya.

Bahkan di hadapan putra mahkota, Jeong-han yang tetap bertahan meski disiksa habis-habisan menolak untuk memohon supaya diampuni nyawanya. Yang tersenyum penuh kemenangan adalah Gae-soo, yang berdiri disamping sang penguasa. Namun saat kembali, rombongannya dihadang oleh Yi Saeng, yang dengan tangan kosong berhasil melumpuhkan semua pengawal dan menggiring pejabat itu untuk menemui Myeong-wol.

Bertemu kembali dengan perempuan yang dicintai sekaligus dibencinya, Gae-soo mati kutu ketika Myeong-wol meminta dirinya untuk menyelamatkan Jeong-han. Orang kedua yang ditemui Myeong-wol adalah musuh besarnya Bu-yong, yang meski benci namun tetap mengharapkan mantan gisaeng itu untuk kembali ke posisinya.

Seperti yang bisa ditebak, Myeong-wol meminta Bu-yong untuk menyampaikan keberadaannya pada Jeong-han. Meski berat hati, murid Mae-hyang itu melakukan seperti yang diminta. Keesokan harinya, Jeong-han kembali digeret ke hadapan putra mahkota untuk ditanyai lokasi keberadaan Myeong-wol, namun pria itu tetap bungkam.

Harapan Myeong-wol supaya Jeong-han mengatakan keberadaannya sia-sia, dengan hati pedih perempuan itu menyesali kekerashatian sang pasangan. Dengan gusar, putra mahkota akhirnya menjatuhkan hukuman mati pada Jeong-han, yang tetap menolak buka mulut meski sudah diberi waktu tiga hari.

Begitu mendengar keputusan itu, Mae-hyang langsung bergegas untuk menemui Myeong-wol dengan bantuan Bu-yong. Seperti yang sudah diduganya, murid mendiang Baek-moo itu berniat untuk mengakhiri nyawanya. Dengan jengkel, Mae-hyang langsung memarahi Myeong-wol yang telah disayanginya seperti murid sendiri itu.

Sadar kalau kematian tidak akan membawa perubahan terhadap nasib Jeong-han, Myong-wol mendengar kalau putra mahkota bakal menggelar perjamuan bsar saat hukuman mati dilaksanakan. Sambil memutar otak, Myeong-wol memutuskan untuk kembali menjadi penari. Dengan tekad bulat, ia mendatangi kediaman Mae-hyang dan memohon supaya bisa dimasukkan sebagai salah seorang penari di perjamuan dimana Jeong-han bakal dihukum mati.

Siapa sangka, Yi Saeng yang semula dikira sebagai pengembara biasa ternyata adalah putra salah seorang pejabat penting di kerajaan. Begitu sang ayah memintanya untuk kembali ke rumah demi belajar menjadi seorang pegawai pemerintahan, Yi Saeng, yang tidak ingin Myeong-wol mengalami nasib tragis, meminta supaya Jeong-han ditolong sebagai imbalan. Sudah tentu, sang ayah kaget setengah mati dan menolaknya.

Kenekatan Mae-hyang untuk memasukkan Myeong-wol sebagai penari membuat Bu-yong semakin sedih dan merasa dicampakkan. Namun dengan sabar, sang guru menghapus air matanya yang jatuh dan menyebut meski hal itu berarti bakal membuat Mae-hyang kehilangan nyawa, namun ia bisa tenang karena Bu-yong bakal menggantikan posisi sebagai ketua. Setelah itu, tugas berat untuk kembali melatih Myeong-wol dimulai.

sumber: http://www.indosiar.com

Hwang Jin Yi – Episode 20

Tidak terasa, tiga tahun telah berlalu sejak Myeong-wol memutuskan untuk kabur dari profesinya sebagai gisaeng dan pergi bersama Jeong-han. Selama itu pula, Gae-soo yang masih penasaran bolak-balik ke kediaman kelompok Song Do dan memberi tekanan pada para penghuninya.

Akibat uring-uringan, Gae-soo melampiaskan kekesalannya pada Mae-hyang dan Bu-yong. Padahal di tempat lain, Myeong-wol alias Ji-ni dan Jeong-han hidup bahagia di pinggir sebuah hutan meski sangat sederhana. Bahkan, usaha banyak pihak dengan menempelkan pengumuman tidak dapat mengubah keadaan.

Sikap Mae-hyang yang tetap kukuh memegang jabatan ketua membuat Bu-yong panas, apalagi ia tahu kalau sang guru lebih memfavoritkan Myeong-wol dan terus berusaha mencari rivalnya tersebut. Namun, tiga tahun mampu mengubah Bu-yong yang semula menghalalkan segala cara menjadi sosok yang memiliki sifat kompetitif tinggi.

Di tengah kebahagiaan yang dirasakan, Jeong-han tahu kalau diam-diam Myeong-wol yang selalu berada disisinya kehilangan masa-masa saat menjadi gisaeng terutama bermain kecapi. Untuk menutupi kegundahannya, Jeong-han berusaha memfokuskan perhatiannya dengan bekerja seperti rakyat kebanyakan dan mengajar baca-tulis.

Diam-diam, Jeong-han masih berusaha meneruskan cita-cita yang dimilikinya saat menjadi pejabat yaitu dengan menyebarkan rasa cinta yang begitu tinggi terhadap karya seni kepada rakyat. Saat pulang, tanpa sengaja iamelihat Myeong-wol meneteskan air mata saat menjemur pakaian. Dalam hati Jeong-han, ia sadar kalau perempuan yang dicintainya itu tidak bisa melupakan kehidupan di kelompok Song Do.

Ketenangan kehidupan kedua sejoli itu mulai mendapat gangguan ketika salah seorang murid Jeong-han mengajukan nama sang guru pada pejabat setempat. Dengan halus, Jeong-han menolak tawaran untuk mengabdi kepada negara dengan alasan dirinya berasal dari keluarga pejabat yang pernah dibuang.

Di saat Jeong-han yang mulai ikut memikirkan masa lalunya saat bersanding di sisi putra mahkota, Myeong-wol dikejutkan dengan kabar dari kelompok Song Do yang menyebut bahwa Hyeon-geum sang ibu sakit keras. Dengan bergegas, perempuan itu berniat pulang meski sudah diingatkan oleh Jeong-han bahwa bukan tidak mungkin semua merupakan bagian dari jebakan Gae-soo.

Secara kebetulan, kepergian mereka berbarengan dengan terbongkarnya masa lalu keduanya oleh pejabat setempat. Begitu kabar lokasi dimana Myeong-wol dan Jeong-han berada tersebar, berbagai pihak langsung sibuk termasuk pihak yang mendukung mereka di istana. Secara diam-diam, Mae-hyang mengutus orangnya ke kediaman Song Do.

Dengan menyamar, Jeong-han dan Myeong-wol berusaha mengendap-ngendap masuk ke kota namun gagal karena penjagaan anak buah Gae-soo yang begitu ketat. Keduanya akhirnya memutuskan untuk meminta bantuan pihak kuil, dan secara tidak disengaja bertemu dengan rombongan Hyeon-geum yang juga hendak menuju tempat yang sama.

Bisa dibayangkan, bagaimana mengharukannya pertemuan antara ibu dan anak yang telah terpisah selama tiga tahun. Sayang reuni keduanya tidak bisa berlangsung lama, karena Gae-soo telah mencium rencana tersebut dan mengutus anak buahnya untuk menyusul ke kuil. Untungnya, Jeong-han dan Myeong-wol bisa keluar sebelum terlambat.

Karena tidak ada tempat tujuan, keduanya memutuskan untuk kembali ke desa tempat mereka sebelumnya tinggal. Sayang, disana para prajurit telah menanti. Begitu mendengar apa yang terjadi, Jeong-han yang sempat mampir ke sebuah tempat langsung bergegas pulang. Tujuannya cuma satu : jangan sampai Myeong-wol yang tertangkap.

sumber: http://www.indosiar.com

Hwang JIn Yi – Episode 19

Harga yang harus dibayar oleh persaingan antara tarian bangau dan tarian genderang tidak main-main : siapa yang penampilannya lebih disukai bakal mendapat jabatan sebagai ketua perkumpulan gisaeng. Oleh rekan-rekannya, Myeong-wol diingatkan untuk bisa menang demi mendiang Baek-moo.

Begitu hendak melangkah masuk, ucapan Baek-moo kembali terngiang sehingga tanpa sadar air mata Myeon-wol mengalir. Mae-hyang yang melihat semuanya menghibur gisaeng itu dengan mengatakan bahwa tampil di hadapan putra mahkota degan sempurna bakal membuat arwah Baek-moo senang. Aksi pertama dilakukan oleh Bu-yong yang membawakan tarian genderang dengan nyaris sempurna dan mengundang pujian (meski melakukan satu kesalahan kecil).

Reaksi berbeda diberikan putra mahkota saat melihat buku tarian bangau, yang disebut begitu indah sampai-sampai ingin bertemu dengan Baek-moo. Keruan saja, beban yang begitu besar berada di pundak Myeong-wol. Namun saat hendak memulai, sindiran tajam dari Gae-soo, yang menyebutnya sebagai penyebab kematian sang guru, membuat Myeong-wol ambruk tak sadarkan diri.

Tanpa memperdulikan para menteri yang lain, Jeong-han langsung membopong Myeong-wol. Bisa ditebak, desakan supaya keduanya dihukum langsung disampaikan para petinggi dengan gencar. Namun, ketulusan Jeong-han yang membela Myeong-wol dengan berlutut di depan istana membuat hati putra mahkota luluh.

Dengan menahan geram, Jeong-han menemui Gae-soo dan meminta sang sahabat untuk tidak lagi mengusik Myeong-wol. Sementara itu, Myeong-wol yang baru sadar masih mengalami syok sehingga harus ditenangkan oleh Mae-hyang. Begitu ditinggal sendirian, ia menangis tersedu-sedu akibat hati yang begitu sakit karena telah ditingal sang guru Baek-moo.

Di kediamannya, Bu-yong tidak habis pikir dengan putra mahkota yang tidak mempertanyakan gerakannya yang berbeda dari buku tarian. Rupanya, siasat menukar jurus tarian genderang dengan miliknya sendiri telah diketahui sang guru. Dengan nada pedas, Mae-hyang menyebut tidak bakal menyerahkan kekuasaan kepada seseorang yang begitu haus terhadap kekuasaan.

Setelah kembali ke kediaman kelompok Song Do, Myeong-wol bagai orang linglung dengan berkeliaran sambil menganggap Baek-moo masih hidup. Yang lebih mengenaskan lagi, rasa kehilangan membuat gisaeng itu seolah kehilangan bakat seninya saat diminta tampil di hadapan para pejabat.

Untungnya, Yi Saeng selalu ada untuk melindungi sang majikan. Seolah tidak perduli dengan nasibnya, Myeong-wol menghabiskan waktunya dengan minum arak sampai mabuk. Kabar tentang perubahan yang terjadi pada sang gisaeng akhirnya sampai ke telinga Jeong-han, yang secara khusus meminta Mae-hyang berkunjung ke kediaman kelompok Song Do.

Siapa sangka, Mae-hyang menolak dengan alasan Myeong-wol harus menghadapi penderitaannya seorang diri dan malah meminta Jeong-han untuk tidak ikut campur. Namun, kemunculan Yi Saeng membuat Jeong-han berubah pikiran, ia langsung bergegas mendatangi Myeong-wol dan begitu terkejut saat mendapati kamarnya sudah kosong dengan hanya meninggalkan sepucuk surat. Rupanya, Myeong-wol ingin menyusul Baek-moo ke alam baka.

sumber: http://www.indosiar.com

Hwang Jin Yi – Episode 18

Kenekatan Baek-moo yang tidak seperti biasanya membuat para pejabat daerah mulai bertanya-tanya. Namun, Baek-moo yang sudah merasa kalah karena melanggar sendiri aturan gisaeng yang telah dibuatnya, yaitu dengan menyembunyikan perasaan sedalam-dalamnya, menolak untuk mengajukan pembelaan.

Keruan saja, hal itu membuat para gisaeng kelompok Song Do menangis sejadi-jadinya. Baek-moo lagi-lagi berusaha tegar, dan mengingatkan supaya murid-muridnya tersebut mengingat aturan utama bagi seorang gisaeng. Masih belum puas, Gae-soo memutuskan untuk memberi hukuman yang lebih berat yaitu dengan mematahkan kaki Baek-moo supaya tidak bisa menari lagi.

Sudah tentu, yang jadi sasaran kemarahan adalah Myeong-wol, yang sebenarnya juga terpukul. Mendengar kabar yang tidak menyenangkan itu, Hyeon-geum mengutus dua anak buahnya untuk menghubungi Mae-hyang. Usaha untuk membebaskan Baek-moo juga dilakukan Dan-shim. Namun bukannya mendapat sambutan, ia malah dihina oleh Gae-soo ketika membuka fakta soal kandungannya yang semakin besar.

Diam-diam, Myeong-wol mendatangi kediaman Gae-soo dan berjanji bila Baek-moo dilepaskan, ia siap mengikuti pejabat itu kembali ke ibukota sebagai selir. Begitu mendengar kabar tersebut, Baek-moo meminta sisir pada Dan-shim yang datang mengunjunginya. Tak berapa lama, Hyeon-geum masuk ke dalam sel dan sambil menyisirkan rambut sang ketua, bisa menebak apa yang bakal dilakukan Baek-moo.

Meski bermusuhan, Mae-hyang tidak tinggal diam begitu mendengar petaka yang dialami Baek-moo dan langsung bergerak cepat menghubungi Jeong-han. Sementara itu di kediaman kelompok Song Do, Baek-moo minta ijin dilepaskan demi merasakan saat-saat terakhir di tempat yang begitu dicintainya.

Siapa sangka, disana ia malah bertemu Myeong-wol dan keduanya kembali beradu mulut. Sama-sama keras kepala, Baek-moo akhirnya tinggal sendirian dengan meninggalkan dua hal : sebuah surat yang dikirim ke Gae-soo dan buku tulis kosong dimana Myeong-wol alias Ji-ni diminta untuk menuliskan gerakan tarian bangau yang sesungguhnya.

Mendadak tersadar apa maksud Baek-moo yang sesungguhnya, Myeong-wol langsung bergegas kembali ke kamar sang ketua namun yang dicari menghilang. Tidak cuma Myeong-wol dan para gisaeng, Mae-hyang juga ikut bergegas menuju kelompok Song Do demi menyelamatkan sang saudara seperguruan.

Namun, Baek-moo sudah memilih jalan yang ingin ditempuhnya. Dengan mengenakan pakaian kebesarannya, ia menarikan tarian bangau untuk terakhir kalinya sebelum kemudian terjun bebas dari atas karang. Bisa dibayangkan, bagaimana terpukulnya semua orang melihat yang kembali ke Song Do adalah jenazah sang ketua yang begitu dihormati.

Setelah Myeong-wol yang sempat histeris karena tidak bisa menerima apa yang terjadi, diam-diam Mae-hyang yang di masa lalu begitu memusuhi Baek-moo juga meneteskan air mata karena merasa begitu kehilangan sang saudara seperguruan. Dengan sebuah perahu, Hyeon-geum menebarkan abu sang ketua dengan perasaan yang begitu sedih.

Untuk kesekian kalinya, para gisaeng yang sedang mengenakan pakaian putih tanda berduka dibuat marah oleh kemunculan Myeong-wol dengan pakaian lengkap. Untungnya niat melampiaskan kemarahan berhasil ditahan, karena Myeong-wol ternyata melakukan itu untuk memberikan tarian persembahan untuk mengantar kepergian sang guru.

sumber: http://www.indosiar.com

Hwang Jin Yi – Episode 17

Yang cukup mengejutkan, Myeong-wol bahkan dengan berani meninggalkan Baek-moo yang sedang serius mengajar. Jawaban yang dilontarkan cukup berani, gisaeng itu menyebut sedang tidak bisa menari. Keruan saja, Baek-moo marah besar dan langsung mengutus anak buahnya untuk menjemput paksa Myeong-wol.

Dasar keras kepala, Myeong-wol tetap menolak melanjutkan latihan meski tangannya sudah digantung dan kakinya disabet karena tidak mau mengikuti alunan musik. Bisa dibayangkan, betapa bingungnya Baek-moo dan Hyeon-geum sang ibu melihat putrinya tidak mau bergerak sedikitpun selama tiga hari meski kakinya sudah lecet dan tidak minum setetes air pun.

Di ibukota, Jeong-han membuat geger rapat kabinet ketika mengusulkan supaya perjamuan digelar kerajaan dalam skala kecil demi melakukan penghematan. Bisa dibayangkan, bagaimana marahnya para pejabat mendengar keberanian tersebut, yang akhirnya malah disetujui oleh putra mahkota.

Myeong-wol memang keras kepala. Diam-diam bersama Yi Saeng pengawal setianya, ia menyelinap keluar dari kediaman kelompok Song Do. Sudah tentu Baek-moo langsung mengira kalau sang murid telah kabur demi mencari Jeong-han, dan mengutus orang-orang untuk bisa kembali menjemput Myeong-wol.

Siapa sangka, yang dicari malah selama berhari-hari berada di pinggir sebuah sungai. Ketika dikonfrontir, dengan wajah serius Myeong-wol menyebut kalau tarian bangau yang selama ini diyakini sebagai kebenaran oleh sang guru salah. Bisa dibayangkan, bagaimana terpukulnya Baek-moo apalagi melihat gerakan tarian bangau versi Myeong-wol yang sangat persis dengan hewan yang asli.

Sadar akan kesalahannya, Baek-moo kembali menemui Myeong-wol sambil meminta sang murid untuk mau bersama-sama memulai tarian bangau versi baru. Siapa sangka, sang murid, yang baru saja menceburkan cincin pemberian mendiang Eun-ho sebagai tanda siap memulai cinta yang baru, malah meminta Baek-moo berlutut dan meminta maaf pada kekasihnya yang telah meninggal itu.

Disaat itulah apa yang tidak pernah dibayangkan terjadi, Baek-moo berlutut di hadapan sang murid. Namun Myeong-wol masih belum bisa melupakan siasat Baek-moo yang telah sukses membuat cinta pertamanya hancur berantakan. Dengan penuh linangan air mata, ia menyebut tetap menolak untuk meneruskan tarian bangau.

Usaha Gae-soo untuk menjatuhkan Myeong-wol berlanjut. Didepan putra mahkota, ia meminta supaya sang gisaeng bisa diangkat sebagai selir sebagai balasan atas jasa-jasanya. Belakangan, Gae-soo meminta kepada Jeong-han, yang datang dan meminta supaya semuanya dibatalkan , untuk tidak lagi mengganggu hubungannya dengan Myeong-wol yang telah mendapat restu.

Secara demonstratif, Myeong-wol muncul hanya dengan mengenakan pakaian dalam. Maklum kalau bakal mendapat perlawanan, Gae-soo menyebut siap melepas Myeong-wol bila sukses beradu pantun dengan total 10 orang cendekiawan paling terkemuka. Lagi-lagi Gae-soo apes, karena 10 orang sekalipun tidak mampu melawan bakat seni Myeong-wol yang begitu besar.

Dengan wajah merah-padam, Gae-soo yang telah dipermalukan langsung mengatai kalau tarian yang diperagakan kelompok Song Do adalah murahan dan meminta semuanya untuk menemani minum arak. Ucapan tersebut langsung membangkitkan kemarahan Baek-moo yang begitu mencintai dunia seni, sehingga melakukan hal yang sama sekali tidak terduga sebelumnya.

sumber: http://www.indosiar.com

Hwang Jin Yi – Episode 16

Sudah tentu, Jeong-han langsung pergi dengan penuh kekecewaan. Namun belum sempat berciuman, Yi Saeng telah menahan Myeong-wol sambil menyebut meski tetap bakal menjadi pelindung, ia berharap supaya tidak dilibatkan dalam kemelut cinta sang majikan.

Begitu kembali ke kediamannya, Myeong-wol terkejut karena mendapati Jeong-han sudah ada didalam. Berusaha untuk tetap membuat bangsawan itu menjauhinya, Myeong-wol langsung mengucapkan perkataan yang begitu dingin dan membuat Jeong-han terdiam dan mulai memikirkan apa yang sebenarnya dirasakan sang gisaeng.

Untuk mengalihkan perhatiannya, Myeong-wol memutuskan untuk lebih serius melatih tarian bangaunya dibawah bimbingan Baek-moo namun yang terjadi ia malah kerap mendapat teguran. Di tempat lain, latihan yang tidak kalah serius juga dilakukan oleh Bu-yong, yang bertekad menguasai tarian genderang ciptaan Mae-hyang demi menunjukkan superioritasnya di depan Myeong-wol.

Meskipun sudah berusaha keras, pikiran Myeong-wol masih terbagi saat berlatih. Namun, ia tetap bersikukuh tidak ingin menemui Jeong-han meski sudah diberi saran. Masalah ternyata cuma tidak dihadapi Myeong-wol, Dan-shim alias Gae-dong kedapatan mengandung janin hasil hubungannya dengan Gae-soo.

Baru saja mulai merasakan ketenangan, Myeong-wol sudah mendapatkan pukulan baru. Saat diminta untuk tampil menghibur, ia mendengar penuturan seorang pejabat yang mengaku seolah mengenal sosok Myeong-wol. Bisa dibayangkan, betapa marahnya sang gisaeng saat tahu pria itu ternyata adalah orang yang telah membuat ibunya menderita selama ini.

Sempat menyiram wajah sang pejabat, belakangan Myeong-wol diberitahu kalau pria itu datang ke tempat kelompok Song Do dan ia beserta sang ibu harus menyambut. Tidak ingin mengecewakan Hyeong-geum yang wajahnya berseri-seri, Myeong-wol terpaksa berpura-pura ramah meski tatapan matanya penuh kebencian.

Ditengah kemarahannya, Myeong-wol sadar bahwa ada satu orang lagi yang mengalami kepedihan hati : guru musiknya yang telah lama memendam cinta pada sang ibu. Ketika ditemui, pria itu memberikan nasehat yang berharga pada Myeong-wol seputar masalah cinta. Namun saat melihat Jeong-han duduk termenung sambil minum arak, Myeong-wol mengurungkan niatnya untuk mendatangi pria yang sangat dicintainya tersebut dan berbalik pergi.

Strategi untuk menghancurkan Myeong-wol kembali dilancarkan Bu-yong, yang dengan perantaraan Gae-soo berhasil membujuk pihak penguasa untuk menarik kembali Jeong-han ke ibukota sekaligus meminta supaya tarian bangau dan genderang dipertontonkan didepan umum. Dengan cepat, Baek-moo langsung bisa menebak semua adalah ulah Bu-yong yang dikenal sangat licik.

Dengan membawa ketulusan hatinya, Bu-yong kembali berusaha merayu Jeong-han, yang hatinya masih terluka akibat diacuhkan Myeong-wol, namun lagi-lagi mendapatkan penolakan. Dalam kegalauannya, pria itu akhirnya beradu kepandaian memanah dengan Yi Saeng yang ternyata melihat semua kejadian. Dengan suara datar, pengawal Myeong-wol itu mengingatkan bahwa apa yang dialami sang majikan sama persis dengan Jeong-han.

Kepergian Jeong-han untuk kembali ke ibukota membuat Baek-moo mengira kalau Myeong-wol bakal berkonsentrasi latihan, namun dugaannya salah. Pasalnya, belakangan sang murid malah memutuskan untuk memacu kudanya untuk menyusul. Mengira kalau usahanya sia-sia, Myeong-wol kembali ke tempat dimana ia pertama kali berkenalan dengan Jeong-han sambil mengenang momen-momen yang telah dilalui bersama.

Siapa sangka, Jeong-han juga berada ditempat itu dan seolah hati mereka telah bertaut. Dengan suaranya yang berat, Jeong-han menyebut lebih baik kehilangan Myeong-wol daripada hanya bisa menjadi sahabat. Sebagai salam perpisahan, Jeong-han ingin melihat dari depan wajah Myeong-wol untuk bisa mengenang perempuan yang begitu dicintainya itu.

sumber: http://www.indosiar.com