“Apakah kita sudah siap berperang?” tanya Jumong pada seluruh jenderalnya.
“Ya, Yang Mulia!”
“Ada hal yang harus kita lakukan sebelum berperang.” kata Jumong. Ia meminta Ma Ri menjelaskan.
“Musuh tidak boleh tahu bahwa pasukan kita akan berangkat ke garis depan.” kata Ma Ri. “Kita harus tahu dimana mata-mata Han bersembunyi. Tangkap mereka sebelum kita berperang.” perintah Ma Ri pada Moo Gul.
“Aku mengerti!” seru Moo Gul.
Pasukan Goguryeo menggeledah seluruh pojok kota dan menangkap siapa saja yang dicurigai sebagai mata-mata Han. Setelah itu, Pasukan Goguryeo berangkat ke medan perang.
Di sisi lain, So Seo No, Yeon Ta Bal, Mo Pal Mo dan Mu Song membicarakan strategi pendistribusian kebutuhan perang dan makanan pada pasukan Goguryeo.
Pihak Liaodong mengetahui dari mata-mata mereka bahwa Pasukan Goguryeo tidak akan berangkat berperang sampai bulan depan. Karena mata-mata mereka telah dibunuh dan ditangkap oleh Goguryeo, mereka tidak bisa mengetahui informasi terbaru.
“Kita bisa menyerang BuYeo dan membuat mereka bingung.” kata Hwang.
Jenderal Liaodong tertawa, merasa menang. “Itu ide bagus.” katanya.
“Aku akan bergabung dengan Goguryeo untuk menaklukkan Han.” Dae So mengumumkan pada semua pejabatnya di BuYeo. Mereka semua terkejut.
“Yang Mulia, apakah kau benar-benar akan bergabung dengan Goguryeo?” tanya Young Po tidak percaya.
“Dulu aku bekerja sama dengan Han demi kepentingan BuYeo.” Dae So menjelaskan. “Tapi saat ini, Han adalah musuh kita. “Aku akan membalas dendam atas kematian Raja Geum Wa.”
“Tapi, bergabung dengan Goguryeo akan menurunkan harga diri BuYeo.” protes Young Po.
“Aku akan bersekutu dengan siapa saja asalkan bisa mengalahkan Han.” tekad Dae So. “Aku ingin Pangeran Young Po mendampingiku sebagai Jenderal Kiri dalam perang ini.”
“Ya, Yang Mulia.” jawab Young Po.
Mendadak Na Ru masuk ke ruang pertemuan. “Yang Mulia, Han melancarkan serangan mendadak dan mengambil alih Benteng Barat.” lapor Na Ru.
Semua orang terlonjak kaget.
Dae So terdiam. Ia mengingat ucapan Jumong hari sebelumnya.
“Pasukan Han akan menyerang BuYeo.” kata Jumong. “Kalau begitu, kurasa BuYeo tidak akan bisa menyerang Liao Dong bersama Pasukan Goguryeo.” ujar Dae So menanggapi. “Tidak.” kata Jumong cepat. “Pasukan Goguryeo akan segera berangkat ke Liaodong dan mengamankan titik-titik yang penting bagi strategi kita. Jangan terpengaruh tindakan mereka yang bermaksud membuat kita bingung.” Jumong menunjuk ke arah peta. “Kerahkan pasukan ke titik ini.”
Para pejabat mulai panik.
“Kami sudah memperkirakan bahwa Han akan menyerang BuYeo.” kata Dae So. “Aku sudah mempersiapkan rencana bersama Raja Jumong.” Dae So memanggil Heuk Chi. “Jenderal, bersiaplah untuk berangkat.”
“Ya, Yang Mulia!”
Dae So dan pasukannya datang dan bergabung dengan markas Pasukan Goguryeo.
“Seperti katamu, Pasukan Han menyerang Benteng Barat.” kata Dae So.
“Mereka mungkin tidak tahu bahwa pasukan sekutu kita sudah ada di Liaodong.” kata Jumong. “Secepat mungkin, pasukan gabungan kita akan menyerang Go Hyun.”
“Go Hyun adalah titik penting.” kata Perdana Menteri. “Jika kita mengambil alih Go Hyun, itu akan menjadi pukulan yang besar bagi musuh.”
“Pasukan BuYeo mungkin letih karena perjalanan panjang.” kata Jumong. “Pasukan Goguryeo yang akan menyerang Go Hyun.”
“Tidak.” tolak Dae So. “Aku akan berdiri di garis depan.”
Hwang dan pihak Han sudah merasa menang. Mereka merayakan perebutan benteng BuYeo dengan makan dan minum bersama.
Tiba-tiba seorang prajurit Han masuk. “Tuan, kita dalam masalah!” serunya panik. “Saat ini Go Hyun sudah berada di tangan musuh!”
“Musuh?” tanya Hwang terkejut. “Musuh yang mana?”
“Pasukan gabungan Goguryeo dan BuYeo!” jawab prajurit.
“Apa?!” seru Hwang shock.
“Apa yang terjadi?” tanya salah satu Jenderal. “Bukankah kau bilang BuYeo tidak akan menyerang Liaodong sampai bulan depan?”
Hwang menggebrak meja dengan marah.
“Kita tidak mendengar apapun dari mata-mata kita di Goguryeo.” kata Jenderal yang lain. “Kurasa mereka membodohi kita dengan berita salah dan membunuh mata-mata.”
“Kepala Go Hyun, cari tahu apa yang terjadi di Go Hyun.” perintah Hwang.
“Ya.”
Pasukan Liaodong melindungi kota mereka dengan menempatkan pasukan di padang Liaodong.
“Han berusaha keras untuk melindungi Liaodong.” kata Jumong dalam rapatnya bersana Dae So dan para Jenderal. “Ini akan menjadi peperangan yang sulit.”
“Mereka memiliki prajurit lebih banyak dibanding pasukan gabungan kita.” kata Dae So. “Dengan ditambah pasukan bantuan dari Chang An, mereka akan sulit kita lawan. Kita harus segera mengambil alih Liaodong sebelym pasukan bantuan tiba disini.”
“Kita harus membuat musuh bingung.” saran Perdana Menteri. “Menurutku, kita harus membagi pasukan kita menjadi 3 kelompok.”
Jumong mengangguk. “Perdana Menteri benar.” katanya setuju. “Aku akan menyerang musuh dari tengah dengan menggunakan sotan dan bom asap. Pasukan BuYeo akan mengambil sisi kanan dan Kepala Jenderal Oyi bertugas menghabisi musuh.”
Peperangan Pasukan Liaodong melawan Pasukan Gabungan BuYeo dan Goguryeo di padang Liaodong (Yo Dong).
“Serang!” teriak Jumong.
“Serang!” teriak Hwang Ja Kyung.
Pasukan Goguryeo menyerang Pasukan Liaodong dengan menggunakan sotan dan bom asap. Mereka menembakkan panah api sehingga menyebabkan sotan dan bom asap meledak, menjauhkan banyak Prajurit Liaodong.
“Gubernur, kondisi kita tidak menguntungkan.” kata Jenderal pada Hwang.
“Mundur.” ujar Hwang menginstruksikan.
“Mundur!” teriak Jenderal memerintahkan pasukannya. “Mundur!”
Moo Gul melihat Jenderal Liaodong dan pasukannya mencoba kabur. “Berhenti!” teriak Moo Gul, naik ke kudanya untuk mengejar mereka bersama dengan sebagian kecil prajurit.
Ketika Moo Gul mengejar, rupanya banyak Pasukan Pemanah Liaodong yang bersembunyi, siap menyerang Pasukan Goguryeo yang mengejar. Ini jebakan.
Pasukan Liaodong menembakkan panah ke arah pasukan Goguryeo yang mengejar. Banyak prajurit Goguryeo yang tewas. Hwang tersenyum.
“Berhenti!” perintah Moo Gul.
Pasukan pemahan mengeluarkan pedang mereka dan berlari menyerang Pasukan Goguryeo. Moo Gul dan prajurit Goguryeo bertarung mati-matian. Namun mereka kalah jumlah. Semua prajurit Goguryeo tewas dan Moo Gul terkepung.
“Kau! Menyerahlah!” seru Hwang Ja Kyung.
“Diam kau!” teriak Moo Gul. “Kenapa tidak kau saja yang menyerah?!”
Hwang memberi isyarat pada pasukannya untuk membunuh Moo Gul. Satu lawan banyak. Moo Gul berusaha keras mempertahankan diri dengan bertarung melawan mereka.
Di pihak lain, Jumong dan pasukan Goguryeo yang lain sedang menuju ke tempat Moo Gul.
Prajurit Liaodong menebas kaki Moo Gul, kemudian lengan Moo Gul, hingga akhirnya mereka menebas Moo Gul dari belakang. Moo Gul jatuh berlutut di rumput, berusaha agar tidak tumbang dengan bertopang pada pedangnya.
“Hwang Ja Kyung!” teriak Moo Gul.
Ketika seorang prajurit akan melancarkan pukulan terakhir pada Moo Gul, sebuah panah melesat dan menembus tubuh di prajurit. Jumong dan pasukannya tiba.
Pasukan Goguryeo mengejar Hwang dan pasukannya.
“Moo Gul!” seru Jumong cemas, turun dari kudanya dan mendekati Moo Gul.
“Moo Gul!” panggil Oyi.
Moo Gul tersenyum, melihat Oyi. “Kakak…” ujarnya lemah.
Oyi menangis.
“Yang Mulia.” ujar Moo Gul, meneteskan air mata. “Aku ingin… mempersembahkan kepala Hwang Ja Kyung padamu… tapi aku tidak bisa. Tolong maafkan aku.”
Jumong menangis.
Moo Gul menoleh pada Oyi. “Kakak… terima kasih… Terima kasih untuk segalanya… Teruslah berperang mewakili aku…” Moo Gul menangis. “Maafkan aku, Kakak…”
“Bangun, Moo Gul!” seru Oyi. “Kau tidak akan mati! Moo Gul!”
Moo Gul meneteskan air mata, kemudian meninggal.
“Moo Gul!” teriak Oyi.
Jumong memukuli Moo Gul dengan keras dan mengguncang-guncang tubuhnya. “Jenderal Kiri!” teriaknya.
Moo Gul tetap tidak bergerak. Jumong bangkit dengan marah dan berteriak.
Malamnya, pasukan bantuan dari Chang An tiba di markas Pasukan Liaodong.
So Seo No, Sayong dan yang lainnya mengobati prajurit yang terluka.
Mo Pal Mo dan Mu Song membagikan senjata pada para prajurit.
Peperangan kedua antara Pasukan Gabungan Goguryeo dan BuYeo melawan Pasukan Han di padang Liaodong dimulai lagi.
Jumong dan pasukannya maju menyerang. Peperangan yang sangat sengit terjadi.
Seorang prajurit Han melukai kaki kuda Jumong sehingga Jumong terjatuh.
Yuri diserang oleh dua prajurit sekaligus. Biryu melihatnya dan datang membantu. Ketika Biryu hendak diserang beberapa prajurit Han, Yuri mendorong Biryu menjauh, lalu membunuh prajurit Han. Kerja sama yang solid.
“Gubernur, kondisi kita tidak menguntungkan!” seru Jenderal Liaodong.
“Kita tidak bisa kemanapun.” ujar Hwang. Ia menarik pedangnya dan maju ke medan perang.
Ma Ri melihat Hwang maju. “Yang Mulia!” panggil Ma Ri pada Jumong. “Ibu ubernur Liaodong!”
Jumong berlari marah, ingin bertarung dan membunuh Hwang Ja Kyung. Jae Sa menghalanginya.
“Aku akan membalaskan dendam Moo Gul!” kata Jae Sa.
“Tidak, aku akan membunuh Hwang Ja Kyung!” tolak Jumong. Sepertinya kemarahannya pada Hwang sudah mencapai puncak. Tanpa mendengar pendapat Jae Sa lagi, Jumong berlari dan melompat ke arah Hwang (lompatan yang sangat, sangat, sangat tinggi dan jauh). Jumong menebas tubuh Hwang Ja Kyung hingga tewas.
“Mundur!” teriak Jenderal Liaodong. “Mundur!”
“Halangi jalan kabur!” teriak Dae So memerintahkan pasukannya. “Jangan biarkan seorangpun keluar dari sini hidup-hidup!”
Akhirnya pertarungan selesai dengan kemenangan di pihak Goguryeo dan BuYeo.
“Hidup Goguryeo!” seru Jumong, diikuti oleh pasukannya.
“Hidup BuYeo!” seru Dae So, juga diikuti oleh pasukannya.
“Kemenangan kita kali ini karena kerja sama BuYeo dan Goguryeo.” kata Jumong.
“Kita tidak akan berhasil tanpa strategimu yang brilian.” kata Dae So.
“Agar para prajurit tidak mati sia-sia, Goguryeo dan BuYeo akan berbagi keuntungan pada kemenangan kali ini.” ujar Jumong.
“Terima kasih.” ujar Dae So tulus. “Kemenangan kali ini akan membantu BuYeo melewati krisis.”
“Kita akan mengadakan jamuan untuk merayakan kemenangan kita.” seru Jumong. “Siapkan makanan dan arah yang cukup untuk semua orang.”
Semua orang merayakan kemenangan mereka dengan minum dan makan-makan. Yuri minum bersama prajurit lain. Biryu datang mendekatinya.
Yuri tersenyum. “Kakak, kau menyelamatkan nyawaku.” katanya. “Terima kasih.”
Biryu tersenyum. “Kau juga sudah menyelamatkan nyawaku beberapa waktu yang lalu.” katanya. “Ayo kita memberi selamat pada Yang Mulia atas kemenangan hari ini.”
Yuri dan Biryu memberi selamat pada Jumong.
“Aku senang melihat kalian berperang sebagai pemimpin masa depan Goguryeo.” kata Jumong bangga pada kedua putranya.
Dae So terlihat sedang memikirkan sesuatu.
“Yang Mulia.” ujar Perdana Menteri.
“Aku tidak merasa puas karena kemenangan hari ini.” kata Dae So sedih. “Aku menang hanya karena bantuan Raja Jumong.”
“Tidak.” bantah Perdana Menteri. “Seperti yang Jumong katakan, kita bisa menang kali ini karena BuYeo bergabung dengan mereka.”
“Tapi, aku tidak bisa menahan perasaan bahwa aku telah kalah dari Raja Jumong.” ujar Dae So putus asa.
“Yang Mulia, perasaan putus asa saat ini akan membantumu untuk mengembangkan BuYeo.” hibur Perdana Menteri. “Ini hanya permulaan dari masa pemerintahanmu.”
“Benar.” kata Dae So. “Ini hanya permulaan dari peperanganku dengan Raja Jumong.”
Dae So menoleh ke arah Jumong dengan pandangan permusuhan.
Jumong berdiri diam seorang diri. So Seo No mendekatinya.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya So Seo No.
“Tidak.” jawab Jumong.
So Seo No menjadi cemas. “Aku akan segera memanggil tabib istana.”
“Aku tidak apa-apa. Jangan cemas.” kata Jumong.
“Akhirnya kau bisa mewujudkan cita-citamu.” ujar So Seo No. “Selamat.”
“Ini semua berkat kau.”
“Tekad Yang Mulia-lah yang membawa kemenangan ini.” kata So Seo No. “Aku telah lama bersamamu. Kau adalah pria pertama yang pernah kucintai. Setelah kita bertemu lagi, aku menghargaimu sebagai Raja yang menyatukan Jolbon dan membangun Goguryeo. Dan sekarang, aku menghormatimu karena tekadmu dalam mewujudkan cita-cita. Rakyat sudah menunggumu. Kau harus kembali secepatnya dan berbagi kemenangan bersama mereka.”
Jumong dan pasukannya kembali ke istana Goguryeo. Mereka disambut oleh sorak-sorai rakyat Goguryeo.
Walaupun Jumong merasa sakit dan terluka, namun ia berusaha untuk terlihat kuat di depan semua orang. Ia meminta tabib memeriksanya, kemudian memerintahkan tabib untuk merahasiakan keadaannya.
So Seo No memutuskan untuk membawa semua warga Jolbon pergi ke selatan untuk menemukan rumah baru. Ia mengutarakan rencananya itu paa Yeon Ta Bal, Sayong dan Gye Pil.
“Apakah ini karena Lady ye Soya dan Pangeran Yuri?” tanya Sayong sinis. “Kau pikir Yang Mulia akan mengusirmu keluar?”
“Tidak.” jawab So Seo No cepat.
“Lalu kenapa kau ingin pergi?” tanya Sayong. “Jika Yang Mulia berusaha mengusirmu, maka kami, warga Jolbon, akan melindungimu. Aku akan mengerahkan pasukan dan…”
So Seo No memotong ucapan Sayong dengan marah. “Aku melakukan ini demi masa depan Onjo dan Biryu.” katanya.
“Jika kau memang peduli pada mereka, maka kau harus mencari cara agar salah satu dari mereka bisa menjadi Raja Goguryeo.” kata Gye Pil.
“Aku tidak ingin putra-putraku bertarung demi tahta.” kata So Seo No. “Wilayah selatan sangat luas dan memiliki cuaca yang nyaman. Disana adalah tempat yang bagus untuk membangun negara baru. Aku ingin Biryu dan Onjo membangun sebuah negara baru berdasarkan kemampuan dan ide mereka sendiri.”
Setelah itu, So Seo No memanggil Biryu dan Onjo untuk mengutarakan rencananya. Onjo sangat terkejut mendengarnya.
“Apakah kita akan pergi ke selatan?” tanya Biryu, kelihatan tidak terlalu terkejut.
“Ya.” jawab So Seo No. Tidak satupun dari Biryu dan Onjo yang mengutarakan pendapat mereka. Mereka hanya diam.
“Yang Mulia membangun negara ini dengan tekadnya.” kata So Seo No. “Aku ingin kalian belajar darinya dan membangun sebuah negara baru.”
Biryu diam sejenak, kemudian tersenyum. “Aku akan melakuan apapun yang ibu perintahkan.” katanya.
So Seo No tersenyum lega. Ia menoleh ke arah Onjo.
“Ibu, aku akan mengikutimu.” kata Onjo.
Kemenangan Pasukan Goguryeo membuat wilayah Goguryeo semakin meluas. Jumong dan para perwiranya pergi untuk melihat wilayah baru mereka.
Jumong kembali ke istana saat hari gelap. Ia bercerita pada So Seo No bahwa ia baru saja melihat wilayahnya yang baru.
“Apakah ada hal yang mengganggumu?” tanya Jumong, melihat ekspresi wajah So Seo No yang janggal.
“Tidak.” jawab So Seo No. Ia kemudian bercerita mengenai masa lalu mereka. “Sekarang ketika aku mengenangnya, mungkin saat itu adalah saat terindah dalam hidupku.”
“Aku mengalami kenangan yang menyakitkan karena takdir kita.” kata Jumong. “Tapi, saat itu juga adalah saat terindah bagiku.”
“Yang Mulia, aku sangat senang karena aku masih ada di hatimu.” kata So Seo No dengan mata berkaca-kaca. “Tapi aku ingin pergi meninggalkanmu dan meninggalkan Goguryeo.”
“Apa maksudmu?” tanya Jumong terkejut.
“Aku sudah mengabdi padamu dan Goguryeo sampai saat ini.” kata So Seo No. “Kini aku ingin hidup unuk Biryu dan Onjo. “Aku ingin membantu Biryu dan Onjo membangun sebuah negara baru. Aku, Biryu dan Onjo akan membawa warga Jolbon untuk pergi ke selatan. Izinkan aku.”
“Aku tidak bisa.” larang Jumong. “Tolong ubah pikiranmu.”
“Sebentar lagi kau akan bingung mengenai Pangeran Yuri, Biryu dan Onjo.” kata So Seo No menjelaskan. “Aku ingin melindungmu dan kedua putraku.”
“Istriku…”
Malamnya, luka Jumong terasa sangat sakit. Ia merintih seorang diri di ruangannya.
Sementara di ruangan lain, So Seo No menangis.
Hyeopbo menangis ketika mengetahui bahwa Sayong akan pergi bersama So Seo No.
“Aku akan selalu mengingatmu seumur hidupku.” kata Sayong apda Hyeopbo.
Ye Soya sangat terkejut ketika Yuri menceritakan padanya bahwa So Seo No akan meninggalkan Goguryeo. Ia bergegas menemui So Seo No.
“Kudengar kau akan meninggalkan Goguryeo.” kata Ye Soya. “Apa itu benar?”
“Ya.” jawab So Seo No.
“Jangan pergi!” larang Ye Soya. “Jika Yuri dan aku menyusahkanmu, kami akan pergi.”
“Aku pergi bukan karena kau dan Pangeran Yuri.” bantah So Seo No. “Aku mendengar bahwa beberapa tahun yang lalu kau datang ke Goguryeo untuk bertemu dengan Yang Mulia. Tapi kau pergi ketika melihat pernikahan kami. Hatiku merasa sakit jika berpikir bahwa kau hidup menderita selama bertahun-tahun karena aku. Sekarang aku bisa pergi dengan tenang karena ada kau di sisi Yang Mulia. Tolong tetaplah di sisinya.” So Seo No tersenyum. “Aku adalah orang yang ambisius. Aku pergi untuk mewujudkan impianku yang belum terwujud. Jangan sedih.” So Seo No meraih tangan Ye Soya.
Ye Soya menangis.
Di BuYeo, Dae So dan semua pihak istana BuYeo berdoa.
“Aku, Raja BuYeo, telah mewujudkan cita-cita Raja Geum Wa.” kata Dae So. “Mulai saat ini, BuYeo akan menjadi negara yang baru. Tolong jaga kami agar bisa menyelesaikan krisis dan menjadi sebuah negara yang kuat.”
Dae So bangkit dan menghadapi orang-orangnya.
“Hari ini adalah awal yang baru bagi BuYeo.” kata Dae So. “Kita akan menciptakan kembali hukum yang baru. Kita akan membangun pasukan yang kuat agar menjadi negara yang kuat yang bisa melebihi Goguryeo dan Han.”
Jumong meminta Mo Pal Mo pergi bersama So Seo No ke selatan. Mulanya Mo Pal Mo menolak. Ia menangis dan ingin mengabdi pada Jumong sampai mati. Namun Jumong membujuknya.
“Aku akan lebih tenang jika kau mendampingi Permaisuri.” kata Jumong. “Tolong lindungi dia.”
Dengan berat hati dan menangis sesungukan, Mo Pa Mo menuruti perintah Jumong.
Hari kepergian So Seo No dan yang lainnya.
Setelah berpamitan, rombongan So Seo No pergi. Jumong mengendarai kudanya untuk melihat kepergian mereka dari jauh. Ia menangis.
Setelah pindah ke selatan, Biryu menetap di MiChuHol sementara Onjo menetap di WiRyeSung. Onjo berhasil mendirikan negara Baekje. So Seo No menjadi kunci pembentukan Baekje.
Hubungan yang buruk antara Dae So dan Jumong terus berlangsung dalam jangka waktu lama (bahkan selamanya). Dae So terbunuh oleh cucu Jumong, Raja Tae Mu Sin (a.k.a Muhyul). BuYeo Timur hancur setelah kematian Dae So.
Setelah kepergian So Seo No, Raja Jumong berhasil membuat dasar yang kuat bagi Goguryeo. Ia mati setelah menyerahkan tahta pada Yuri. Saat itu umurnya 40 tahun.