Sinopsis Drama Korea [Sageuk] Korea | https://sinopsisdramakorea.wordpress.com

Jumong – Daftar Episode

  • Judul : Jumong – Prince of The Legend
  • Judul Lain : 삼한지-주몽 편 (三韓志-朱蒙篇) / Samhanji-Jumong Pyeon / The Book of Three Han: The Chapter of Jumong
  • Jumlah Episode: 81
  • Wiki D- Addicts: http://wiki.d-addicts.com/Jumong
  • Ringkasan:

“Sesuatu yang besar akan dimulai”

Anda akan dibawa kembali ke masa Goguryeo, masa dimana hal-hal yang besar terjadi daripada masa sekarang.

“Masa dimana negara Korea adalah yang terindah”, “Masa dimana negara Korea adalah pusat dunia”. Pernahkah anda menemukan masa-masa yang seperti itu? Beranikah anda berpetualang ke masa di mana seseorang tidak pernah kembali? Masa yang paling mengejutkan di sejarah kembali ke masa 2000 tahun yang lalu, masa di mana negara yang membuat negara China jatuh bertekuk lutut dan ketika negara itu juga berperang dengan negara-negara lain tanpa rasa takut.

Temuilah seorang pahlawan yang lebih besar dari mitos itu sendiri.

Alexander Agung dan  Gengis Khan, seperti mereka, Korea memiliki pahlawannya sendiri yang melampaui generasinya dan mengubah sejarah: Jumong! Sampai sekarang kita telah terbiasa dengan drama yang menceritakan sejarah mengenai raja-raja dan ksatria-ksatria, tetapi sekarang kita berusaha menerima tantangan untuk membuat sebuah drama dengan kelahiran seseorang yang benar-benar pahlawan. Sebuah nama yang diingat hanya sebagai mitos. Bersiaplah untuk menemui Jumong, pahlawan yang membuka langit Joseon Lama, yang dahulu sebenarnya milik Korea, dengan berperang melawan ribuan demi ribuan pasukan.

Temuilah cinta yang lebih besar daripada sejarah itu sendiri.

‘Cinta” terlihat sebagai seseuatu yang mendominasi orang-orang di semua generasi dan negara. ‘Cinta” akan menghilang oleh gelombang waktu dan juga akan terluka oleh pandangan yang bias di masyarakat, tetapi itu juga menciptakan sebuah jenis sejarah dengan melawan berbagai kesukaran dan pencobaan oleh waktu. Cinta sejati, yang sebenarnya bukan sesuatu yang umum di dalam sejarah, dilukiskan kembali melalui drama dari sejarah Korea yang terlupakan. Melalui kebijaksanaan dan keberanian dari Ratu pertama Korea, So Seo-no.

Baca lebih lanjut

Jumong – Episode 81 (Finale)

“Apakah kita sudah siap berperang?” tanya Jumong pada seluruh jenderalnya.
“Ya, Yang Mulia!”
“Ada hal yang harus kita lakukan sebelum berperang.” kata Jumong. Ia meminta Ma Ri menjelaskan.
“Musuh tidak boleh tahu bahwa pasukan kita akan berangkat ke garis depan.” kata Ma Ri. “Kita harus tahu dimana mata-mata Han bersembunyi. Tangkap mereka sebelum kita berperang.” perintah Ma Ri pada Moo Gul.
“Aku mengerti!” seru Moo Gul.
Pasukan Goguryeo menggeledah seluruh pojok kota dan menangkap siapa saja yang dicurigai sebagai mata-mata Han. Setelah itu, Pasukan Goguryeo berangkat ke medan perang.
Di sisi lain, So Seo No, Yeon Ta Bal, Mo Pal Mo dan Mu Song membicarakan strategi pendistribusian kebutuhan perang dan makanan pada pasukan Goguryeo.

Pihak Liaodong mengetahui dari mata-mata mereka bahwa Pasukan Goguryeo tidak akan berangkat berperang sampai bulan depan. Karena mata-mata mereka telah dibunuh dan ditangkap oleh Goguryeo, mereka tidak bisa mengetahui informasi terbaru.
“Kita bisa menyerang BuYeo dan membuat mereka bingung.” kata Hwang.
Jenderal Liaodong tertawa, merasa menang. “Itu ide bagus.” katanya.

“Aku akan bergabung dengan Goguryeo untuk menaklukkan Han.” Dae So mengumumkan pada semua pejabatnya di BuYeo. Mereka semua terkejut.
“Yang Mulia, apakah kau benar-benar akan bergabung dengan Goguryeo?” tanya Young Po tidak percaya.
“Dulu aku bekerja sama dengan Han demi kepentingan BuYeo.” Dae So menjelaskan. “Tapi saat ini, Han adalah musuh kita. “Aku akan membalas dendam atas kematian Raja Geum Wa.”
“Tapi, bergabung dengan Goguryeo akan menurunkan harga diri BuYeo.” protes Young Po.
“Aku akan bersekutu dengan siapa saja asalkan bisa mengalahkan Han.” tekad Dae So. “Aku ingin Pangeran Young Po mendampingiku sebagai Jenderal Kiri dalam perang ini.”
“Ya, Yang Mulia.” jawab Young Po.
Mendadak Na Ru masuk ke ruang pertemuan. “Yang Mulia, Han melancarkan serangan mendadak dan mengambil alih Benteng Barat.” lapor Na Ru.
Semua orang terlonjak kaget.
Dae So terdiam. Ia mengingat ucapan Jumong hari sebelumnya.
“Pasukan Han akan menyerang BuYeo.” kata Jumong. “Kalau begitu, kurasa BuYeo tidak akan bisa menyerang Liao Dong bersama Pasukan Goguryeo.” ujar Dae So menanggapi. “Tidak.” kata Jumong cepat. “Pasukan Goguryeo akan segera berangkat ke Liaodong dan mengamankan titik-titik yang penting bagi strategi kita. Jangan terpengaruh tindakan mereka yang bermaksud membuat kita bingung.” Jumong menunjuk ke arah peta. “Kerahkan pasukan ke titik ini.”
Para pejabat mulai panik.
“Kami sudah memperkirakan bahwa Han akan menyerang BuYeo.” kata Dae So. “Aku sudah mempersiapkan rencana bersama Raja Jumong.” Dae So memanggil Heuk Chi. “Jenderal, bersiaplah untuk berangkat.”
“Ya, Yang Mulia!”

Dae So dan pasukannya datang dan bergabung dengan markas Pasukan Goguryeo.
“Seperti katamu, Pasukan Han menyerang Benteng Barat.” kata Dae So.
“Mereka mungkin tidak tahu bahwa pasukan sekutu kita sudah ada di Liaodong.” kata Jumong. “Secepat mungkin, pasukan gabungan kita akan menyerang Go Hyun.”
“Go Hyun adalah titik penting.” kata Perdana Menteri. “Jika kita mengambil alih Go Hyun, itu akan menjadi pukulan yang besar bagi musuh.”
“Pasukan BuYeo mungkin letih karena perjalanan panjang.” kata Jumong. “Pasukan Goguryeo yang akan menyerang Go Hyun.”
“Tidak.” tolak Dae So. “Aku akan berdiri di garis depan.”

Hwang dan pihak Han sudah merasa menang. Mereka merayakan perebutan benteng BuYeo dengan makan dan minum bersama.
Tiba-tiba seorang prajurit Han masuk. “Tuan, kita dalam masalah!” serunya panik. “Saat ini Go Hyun sudah berada di tangan musuh!”
“Musuh?” tanya Hwang terkejut. “Musuh yang mana?”
“Pasukan gabungan Goguryeo dan BuYeo!” jawab prajurit.
“Apa?!” seru Hwang shock.
“Apa yang terjadi?” tanya salah satu Jenderal. “Bukankah kau bilang BuYeo tidak akan menyerang Liaodong sampai bulan depan?”
Hwang menggebrak meja dengan marah.
“Kita tidak mendengar apapun dari mata-mata kita di Goguryeo.” kata Jenderal yang lain. “Kurasa mereka membodohi kita dengan berita salah dan membunuh mata-mata.”
“Kepala Go Hyun, cari tahu apa yang terjadi di Go Hyun.” perintah Hwang.
“Ya.”
Pasukan Liaodong melindungi kota mereka dengan menempatkan pasukan di padang Liaodong.

“Han berusaha keras untuk melindungi Liaodong.” kata Jumong dalam rapatnya bersana Dae So dan para Jenderal. “Ini akan menjadi peperangan yang sulit.”
“Mereka memiliki prajurit lebih banyak dibanding pasukan gabungan kita.” kata Dae So. “Dengan ditambah pasukan bantuan dari Chang An, mereka akan sulit kita lawan. Kita harus segera mengambil alih Liaodong sebelym pasukan bantuan tiba disini.”
“Kita harus membuat musuh bingung.” saran Perdana Menteri. “Menurutku, kita harus membagi pasukan kita menjadi 3 kelompok.”
Jumong mengangguk. “Perdana Menteri benar.” katanya setuju. “Aku akan menyerang musuh dari tengah dengan menggunakan sotan dan bom asap. Pasukan BuYeo akan mengambil sisi kanan dan Kepala Jenderal Oyi bertugas menghabisi musuh.”

Peperangan Pasukan Liaodong melawan Pasukan Gabungan BuYeo dan Goguryeo di padang Liaodong (Yo Dong).
“Serang!” teriak Jumong.
“Serang!” teriak Hwang Ja Kyung.
Pasukan Goguryeo menyerang Pasukan Liaodong dengan menggunakan sotan dan bom asap. Mereka menembakkan panah api sehingga menyebabkan sotan dan bom asap meledak, menjauhkan banyak Prajurit Liaodong.
“Gubernur, kondisi kita tidak menguntungkan.” kata Jenderal pada Hwang.
“Mundur.” ujar Hwang menginstruksikan.
“Mundur!” teriak Jenderal memerintahkan pasukannya. “Mundur!”
Moo Gul melihat Jenderal Liaodong dan pasukannya mencoba kabur. “Berhenti!” teriak Moo Gul, naik ke kudanya untuk mengejar mereka bersama dengan sebagian kecil prajurit.

Ketika Moo Gul mengejar, rupanya banyak Pasukan Pemanah Liaodong yang bersembunyi, siap menyerang Pasukan Goguryeo yang mengejar. Ini jebakan.
Pasukan Liaodong menembakkan panah ke arah pasukan Goguryeo yang mengejar. Banyak prajurit Goguryeo yang tewas. Hwang tersenyum.
“Berhenti!” perintah Moo Gul.
Pasukan pemahan mengeluarkan pedang mereka dan berlari menyerang Pasukan Goguryeo. Moo Gul dan prajurit Goguryeo bertarung mati-matian. Namun mereka kalah jumlah. Semua prajurit Goguryeo tewas dan Moo Gul terkepung.
“Kau! Menyerahlah!” seru Hwang Ja Kyung.
“Diam kau!” teriak Moo Gul. “Kenapa tidak kau saja yang menyerah?!”
Hwang memberi isyarat pada pasukannya untuk membunuh Moo Gul. Satu lawan banyak. Moo Gul berusaha keras mempertahankan diri dengan bertarung melawan mereka.
Di pihak lain, Jumong dan pasukan Goguryeo yang lain sedang menuju ke tempat Moo Gul.
Prajurit Liaodong menebas kaki Moo Gul, kemudian lengan Moo Gul, hingga akhirnya mereka menebas Moo Gul dari belakang. Moo Gul jatuh berlutut di rumput, berusaha agar tidak tumbang dengan bertopang pada pedangnya.
“Hwang Ja Kyung!” teriak Moo Gul.
Ketika seorang prajurit akan melancarkan pukulan terakhir pada Moo Gul, sebuah panah melesat dan menembus tubuh di prajurit. Jumong dan pasukannya tiba.
Pasukan Goguryeo mengejar Hwang dan pasukannya.

“Moo Gul!” seru Jumong cemas, turun dari kudanya dan mendekati Moo Gul.
“Moo Gul!” panggil Oyi.
Moo Gul tersenyum, melihat Oyi. “Kakak…” ujarnya lemah.
Oyi menangis.
“Yang Mulia.” ujar Moo Gul, meneteskan air mata. “Aku ingin… mempersembahkan kepala Hwang Ja Kyung padamu… tapi aku tidak bisa. Tolong maafkan aku.”
Jumong menangis.
Moo Gul menoleh pada Oyi. “Kakak… terima kasih… Terima kasih untuk segalanya… Teruslah berperang mewakili aku…” Moo Gul menangis. “Maafkan aku, Kakak…”
“Bangun, Moo Gul!” seru Oyi. “Kau tidak akan mati! Moo Gul!”
Moo Gul meneteskan air mata, kemudian meninggal.
“Moo Gul!” teriak Oyi.
Jumong memukuli Moo Gul dengan keras dan mengguncang-guncang tubuhnya. “Jenderal Kiri!” teriaknya.
Moo Gul tetap tidak bergerak. Jumong bangkit dengan marah dan berteriak.

Malamnya, pasukan bantuan dari Chang An tiba di markas Pasukan Liaodong.

So Seo No, Sayong dan yang lainnya mengobati prajurit yang terluka.
Mo Pal Mo dan Mu Song membagikan senjata pada para prajurit.

Peperangan kedua antara Pasukan Gabungan Goguryeo dan BuYeo melawan Pasukan Han di padang Liaodong dimulai lagi.
Jumong dan pasukannya maju menyerang. Peperangan yang sangat sengit terjadi.
Seorang prajurit Han melukai kaki kuda Jumong sehingga Jumong terjatuh.

Yuri diserang oleh dua prajurit sekaligus. Biryu melihatnya dan datang membantu. Ketika Biryu hendak diserang beberapa prajurit Han, Yuri mendorong Biryu menjauh, lalu membunuh prajurit Han. Kerja sama yang solid.

“Gubernur, kondisi kita tidak menguntungkan!” seru Jenderal Liaodong.
“Kita tidak bisa kemanapun.” ujar Hwang. Ia menarik pedangnya dan maju ke medan perang.
Ma Ri melihat Hwang maju. “Yang Mulia!” panggil Ma Ri pada Jumong. “Ibu ubernur Liaodong!”
Jumong berlari marah, ingin bertarung dan membunuh Hwang Ja Kyung. Jae Sa menghalanginya.
“Aku akan membalaskan dendam Moo Gul!” kata Jae Sa.
“Tidak, aku akan membunuh Hwang Ja Kyung!” tolak Jumong. Sepertinya kemarahannya pada Hwang sudah mencapai puncak. Tanpa mendengar pendapat Jae Sa lagi, Jumong berlari dan melompat ke arah Hwang (lompatan yang sangat, sangat, sangat tinggi dan jauh). Jumong menebas tubuh Hwang Ja Kyung hingga tewas.
“Mundur!” teriak Jenderal Liaodong. “Mundur!”
“Halangi jalan kabur!” teriak Dae So memerintahkan pasukannya. “Jangan biarkan seorangpun keluar dari sini hidup-hidup!”

Akhirnya pertarungan selesai dengan kemenangan di pihak Goguryeo dan BuYeo.
“Hidup Goguryeo!” seru Jumong, diikuti oleh pasukannya.
“Hidup BuYeo!” seru Dae So, juga diikuti oleh pasukannya.

“Kemenangan kita kali ini karena kerja sama BuYeo dan Goguryeo.” kata Jumong.
“Kita tidak akan berhasil tanpa strategimu yang brilian.” kata Dae So.
“Agar para prajurit tidak mati sia-sia, Goguryeo dan BuYeo akan berbagi keuntungan pada kemenangan kali ini.” ujar Jumong.
“Terima kasih.” ujar Dae So tulus. “Kemenangan kali ini akan membantu BuYeo melewati krisis.”
“Kita akan mengadakan jamuan untuk merayakan kemenangan kita.” seru Jumong. “Siapkan makanan dan arah yang cukup untuk semua orang.”

Semua orang merayakan kemenangan mereka dengan minum dan makan-makan. Yuri minum bersama prajurit lain. Biryu datang mendekatinya.
Yuri tersenyum. “Kakak, kau menyelamatkan nyawaku.” katanya. “Terima kasih.”
Biryu tersenyum. “Kau juga sudah menyelamatkan nyawaku beberapa waktu yang lalu.” katanya. “Ayo kita memberi selamat pada Yang Mulia atas kemenangan hari ini.”
Yuri dan Biryu memberi selamat pada Jumong.
“Aku senang melihat kalian berperang sebagai pemimpin masa depan Goguryeo.” kata Jumong bangga pada kedua putranya.

Dae So terlihat sedang memikirkan sesuatu.
“Yang Mulia.” ujar Perdana Menteri.
“Aku tidak merasa puas karena kemenangan hari ini.” kata Dae So sedih. “Aku menang hanya karena bantuan Raja Jumong.”
“Tidak.” bantah Perdana Menteri. “Seperti yang Jumong katakan, kita bisa menang kali ini karena BuYeo bergabung dengan mereka.”
“Tapi, aku tidak bisa menahan perasaan bahwa aku telah kalah dari Raja Jumong.” ujar Dae So putus asa.
“Yang Mulia, perasaan putus asa saat ini akan membantumu untuk mengembangkan BuYeo.” hibur Perdana Menteri. “Ini hanya permulaan dari masa pemerintahanmu.”
“Benar.” kata Dae So. “Ini hanya permulaan dari peperanganku dengan Raja Jumong.”
Dae So menoleh ke arah Jumong dengan pandangan permusuhan.

Jumong berdiri diam seorang diri. So Seo No mendekatinya.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya So Seo No.
“Tidak.” jawab Jumong.
So Seo No menjadi cemas. “Aku akan segera memanggil tabib istana.”
“Aku tidak apa-apa. Jangan cemas.” kata Jumong.
“Akhirnya kau bisa mewujudkan cita-citamu.” ujar So Seo No. “Selamat.”
“Ini semua berkat kau.”
“Tekad Yang Mulia-lah yang membawa kemenangan ini.” kata So Seo No. “Aku telah lama bersamamu. Kau adalah pria pertama yang pernah kucintai. Setelah kita bertemu lagi, aku menghargaimu sebagai Raja yang menyatukan Jolbon dan membangun Goguryeo. Dan sekarang, aku menghormatimu karena tekadmu dalam mewujudkan cita-cita. Rakyat sudah menunggumu. Kau harus kembali secepatnya dan berbagi kemenangan bersama mereka.”

Jumong dan pasukannya kembali ke istana Goguryeo. Mereka disambut oleh sorak-sorai rakyat Goguryeo.

Walaupun Jumong merasa sakit dan terluka, namun ia berusaha untuk terlihat kuat di depan semua orang. Ia meminta tabib memeriksanya, kemudian memerintahkan tabib untuk merahasiakan keadaannya.

So Seo No memutuskan untuk membawa semua warga Jolbon pergi ke selatan untuk menemukan rumah baru. Ia mengutarakan rencananya itu paa Yeon Ta Bal, Sayong dan Gye Pil.
“Apakah ini karena Lady ye Soya dan Pangeran Yuri?” tanya Sayong sinis. “Kau pikir Yang Mulia akan mengusirmu keluar?”
“Tidak.” jawab So Seo No cepat.
“Lalu kenapa kau ingin pergi?” tanya Sayong. “Jika Yang Mulia berusaha mengusirmu, maka kami, warga Jolbon, akan melindungimu. Aku akan mengerahkan pasukan dan…”
So Seo No memotong ucapan Sayong dengan marah. “Aku melakukan ini demi masa depan Onjo dan Biryu.” katanya.
“Jika kau memang peduli pada mereka, maka kau harus mencari cara agar salah satu dari mereka bisa menjadi Raja Goguryeo.” kata Gye Pil.
“Aku tidak ingin putra-putraku bertarung demi tahta.” kata So Seo No. “Wilayah selatan sangat luas dan memiliki cuaca yang nyaman. Disana adalah tempat yang bagus untuk membangun negara baru. Aku ingin Biryu dan Onjo membangun sebuah negara baru berdasarkan kemampuan dan ide mereka sendiri.”

Setelah itu, So Seo No memanggil Biryu dan Onjo untuk mengutarakan rencananya. Onjo sangat terkejut mendengarnya.
“Apakah kita akan pergi ke selatan?” tanya Biryu, kelihatan tidak terlalu terkejut.
“Ya.” jawab So Seo No. Tidak satupun dari Biryu dan Onjo yang mengutarakan pendapat mereka. Mereka hanya diam.
“Yang Mulia membangun negara ini dengan tekadnya.” kata So Seo No. “Aku ingin kalian belajar darinya dan membangun sebuah negara baru.”
Biryu diam sejenak, kemudian tersenyum. “Aku akan melakuan apapun yang ibu perintahkan.” katanya.
So Seo No tersenyum lega. Ia menoleh ke arah Onjo.
“Ibu, aku akan mengikutimu.” kata Onjo.

Kemenangan Pasukan Goguryeo membuat wilayah Goguryeo semakin meluas. Jumong dan para perwiranya pergi untuk melihat wilayah baru mereka.

Jumong kembali ke istana saat hari gelap. Ia bercerita pada So Seo No bahwa ia baru saja melihat wilayahnya yang baru.
“Apakah ada hal yang mengganggumu?” tanya Jumong, melihat ekspresi wajah So Seo No yang janggal.
“Tidak.” jawab So Seo No. Ia kemudian bercerita mengenai masa lalu mereka. “Sekarang ketika aku mengenangnya, mungkin saat itu adalah saat terindah dalam hidupku.”
“Aku mengalami kenangan yang menyakitkan karena takdir kita.” kata Jumong. “Tapi, saat itu juga adalah saat terindah bagiku.”
“Yang Mulia, aku sangat senang karena aku masih ada di hatimu.” kata So Seo No dengan mata berkaca-kaca. “Tapi aku ingin pergi meninggalkanmu dan meninggalkan Goguryeo.”
“Apa maksudmu?” tanya Jumong terkejut.
“Aku sudah mengabdi padamu dan Goguryeo sampai saat ini.” kata So Seo No. “Kini aku ingin hidup unuk Biryu dan Onjo. “Aku ingin membantu Biryu dan Onjo membangun sebuah negara baru. Aku, Biryu dan Onjo akan membawa warga Jolbon untuk pergi ke selatan. Izinkan aku.”
“Aku tidak bisa.” larang Jumong. “Tolong ubah pikiranmu.”
“Sebentar lagi kau akan bingung mengenai Pangeran Yuri, Biryu dan Onjo.” kata So Seo No menjelaskan. “Aku ingin melindungmu dan kedua putraku.”
“Istriku…”

Malamnya, luka Jumong terasa sangat sakit. Ia merintih seorang diri di ruangannya.
Sementara di ruangan lain, So Seo No menangis.

Hyeopbo menangis ketika mengetahui bahwa Sayong akan pergi bersama So Seo No.
“Aku akan selalu mengingatmu seumur hidupku.” kata Sayong apda Hyeopbo.

Ye Soya sangat terkejut ketika Yuri menceritakan padanya bahwa So Seo No akan meninggalkan Goguryeo. Ia bergegas menemui So Seo No.
“Kudengar kau akan meninggalkan Goguryeo.” kata Ye Soya. “Apa itu benar?”
“Ya.” jawab So Seo No.
“Jangan pergi!” larang Ye Soya. “Jika Yuri dan aku menyusahkanmu, kami akan pergi.”
“Aku pergi bukan karena kau dan Pangeran Yuri.” bantah So Seo No. “Aku mendengar bahwa beberapa tahun yang lalu kau datang ke Goguryeo untuk bertemu dengan Yang Mulia. Tapi kau pergi ketika melihat pernikahan kami. Hatiku merasa sakit jika berpikir bahwa kau hidup menderita selama bertahun-tahun karena aku. Sekarang aku bisa pergi dengan tenang karena ada kau di sisi Yang Mulia. Tolong tetaplah di sisinya.” So Seo No tersenyum. “Aku adalah orang yang ambisius. Aku pergi untuk mewujudkan impianku yang belum terwujud. Jangan sedih.” So Seo No meraih tangan Ye Soya.
Ye Soya menangis.

Di BuYeo, Dae So dan semua pihak istana BuYeo berdoa.
“Aku, Raja BuYeo, telah mewujudkan cita-cita Raja Geum Wa.” kata Dae So. “Mulai saat ini, BuYeo akan menjadi negara yang baru. Tolong jaga kami agar bisa menyelesaikan krisis dan menjadi sebuah negara yang kuat.”
Dae So bangkit dan menghadapi orang-orangnya.
“Hari ini adalah awal yang baru bagi BuYeo.” kata Dae So. “Kita akan menciptakan kembali hukum yang baru. Kita akan membangun pasukan yang kuat agar menjadi negara yang kuat yang bisa melebihi Goguryeo dan Han.”

Jumong meminta Mo Pal Mo pergi bersama So Seo No ke selatan. Mulanya Mo Pal Mo menolak. Ia menangis dan ingin mengabdi pada Jumong sampai mati. Namun Jumong membujuknya.
“Aku akan lebih tenang jika kau mendampingi Permaisuri.” kata Jumong. “Tolong lindungi dia.”
Dengan berat hati dan menangis sesungukan, Mo Pa Mo menuruti perintah Jumong.

Hari kepergian So Seo No dan yang lainnya.
Setelah berpamitan, rombongan So Seo No pergi. Jumong mengendarai kudanya untuk melihat kepergian mereka dari jauh. Ia menangis.

Setelah pindah ke selatan, Biryu menetap di MiChuHol sementara Onjo menetap di WiRyeSung. Onjo berhasil mendirikan negara Baekje. So Seo No menjadi kunci pembentukan Baekje.

Hubungan yang buruk antara Dae So dan Jumong terus berlangsung dalam jangka waktu lama (bahkan selamanya). Dae So terbunuh oleh cucu Jumong, Raja Tae Mu Sin (a.k.a Muhyul). BuYeo Timur hancur setelah kematian Dae So.

Setelah kepergian So Seo No, Raja Jumong berhasil membuat dasar yang kuat bagi Goguryeo. Ia mati setelah menyerahkan tahta pada Yuri. Saat itu umurnya 40 tahun.

~~~~~ THE END ~~~~~

 

 

Jumong – Episode 80

Oyi menyiagakan pasukannya di dekat perbatasan untuk berjaga-jaga kalau ada serangan mendadak dari musuh. Tidak lama kemudian, Moo Gul tiba. Ia melapor pada Oyi bahwa Raja Geum Wa sedang berada tidak jauh dari desa di perbatasan.
“Untuk apa dia disana?” tanya Oyi.
“Aku tidak tahu.” jawab Moo Gul.

Rakyat di desa dekat perbatasan takut karena mengetahui akan terjadi perang. Jumong dan para pejabatnya berunding mengenai sistem yang bisa dipakai untuk menyelesaikan hal itu.
“Bagaimana jika kita memberlakukan sistem sinyal api?” tanya Bu Wi Yeom. “Dengan menyalakan api dari tempat tinggi, kita bisa mengirimkan pesan tertentu ke markas.”
Jumong setuju. Ia memerintahkan Jae Sa dan Ma Ri mempersiapkan sinyal tersebut bersama Bu Wi Yeom.
Jumong berpaling pada Yuri, yang juga ikut serta dalam rapat. “Kau harus pergi ke perpustakaan istana untuk mempelajari pembentukan Goguryeo.” perintah Jumong. “Kau akan belajar bagaimana Goguryeo dibentuk dari darah dan keringat orang-orang kita.”
“Ya.” ujar Yuri.
Oyi masuk ke ruangan. “Yang Mulia, di dekat sini, di wilayah BuYeo, ada sebuah desa kecil bernama Yang Chon.” kata Oyi. “Saat ini, Raja Geum Wa ada disana.”
“Apa yang dilakukannya?” tanya Jumong.
“Setelah Raja Geum Wa meninggalkan istana BuYeo, ia melakukan perjalanan ke semua wilayah BuYeo untuk bertemu rakyatnya.” jawab Oyi.

Jumong memutuskan untuk menemui Geum Wa bersama Yuri. Geum Wa tinggal di sebuah rumah sederhana di desa Yang Chon.
Jumong dan Yuri membungkuk untuk memberi hormat pada Geum Wa.
“Ia adalah Yuri.” Jumong memperkenalkan Yuri.
Geum Wa terkejut dan langsung bangkit dari duduknya. “Apa kau… benar-benar Yuri?” tanyanya, menatap Yuri lekat-lekat.
“Ya.” jawab Yuri.
“Apakah ibumu masih hidup?” tanya Geum Wa.
“Ya.” jawab Yuri lagi.
Geum Wa diam sejenak, kemudian meraih tangan Yuri. “Aku melakukan dosa besar padamu dan ibumu.” katanya sedih. “Maafkan aku.”
Yuri tersenyum tipis.

Jumong dan Geum Wa berbincang empat mata.
“Kudengar BuYeo bersekutu dengan Goguryeo?” tanya Geum Wa.
“Ya.” jawab Jumong. “Tapi persekutuan itu hanya nama saja. Raja Dae So hanya melakukan itu dalam upaya diplomatik dengan Goguryeo dan Han.”
Geum Wa terdiam.
“Perang akan terjadi sebentar lagi.” tambah Jumong. “Jika BuYeo tetap seperti itu, mereka akan mengalami kerugian lebih banyak dibanding keuntungan. Aku tidak berharap Raja Dae So dengan tulus bersekutu dengan Goguryeo, tapi BuYeo dan Goguryeo harus bergabung dalam perang kali ini. Tolong bantulah Raja Dae So agar mengambil keputusan yang tepat.”
“Aku tidak yakin bisa membujuknya.” ujar Geum Wa. “Tapi aku akan berusaha keras membuatnya mengerti.”

Keesokkan harinya, Jumong dan rombongannya melakukan perjalanan pulang. Beberapa prajurit Chae Ryeong memata-matai mereka, kemudian melaporkan pada Chae Ryeong dan Yang Tak.
“Dia mungkin akan kembali ke istana melewati Lembah Sunwoo.” kata Yang Tak. “Kita harus menyerang mereka disana.”
Chae Ryeong mengangguk. Ia dan Yang Tak lalu menemui Biryu yang menunggu tidak jauh dari sana. Mereka memberitahu Biryu mengenai rencana penyergapan di lembah Sunwoo. Biryu kelihatan ragu.
“Pangeran, kau tidak bisa mundur sekarang.” kata Yang Tak. “Jika kita tidak membunuh Raja Jumong dan Pangeran Yuri, maka kitalah yang akan mati.”
“Ingatlah, kami melakukan ini untukmu dan Permaisuri.” tambah Chae Ryeong.
Biryu terdiam.

Pasukan Chae Ryeong bersembunyi untuk menyergap rombongan Jumong di lembah Sunwoo. Begitu mereka siap menyerang, Pasukan So Seo No tiba di belakang mereka dan memasang kuda-kuda berperang.
Peperangan terjadi antara kubu Chae Ryeong dan kubu So Seo No. So Seo No juga ikut turun tangan untuk bertarung.
So Seo No menyerang Yang Tak dan berhasil mengalahkannya. Pasukan Chae Ryeong mengalami kekalahan.
“Bukankah aku sudah mengatakan padamu untuk menghindari pertikaian?” tanya So Seo No marah. “Aku benar-benar tidak percaya!”
“Aku hanya melakukan apa yang tidak bisa kau lakukan.” kata Chae Ryeong.
“Permasuri, kami hanya berusaha mengembalikan tahta padamu tanpa membuat tanganmu kotor oleh darah.” kata Yang Tak membenarkan tindakannya. “Kenapa kau menghentikan kami?”
“Diam!” bentak Yeon Ta Bal, mengeluarkan pedang dan mengarahkannya ke leher Yang Tak. “Permaisuri, aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri!”
“Sebelum kalian membunuh kami, cari tahu terlebih dahulu siapa yang merencanakan pemberontakan ini!” kata Chae Ryeong.
“Apakah ada orang lain yang terlibat?” tanya Yeon Ta Bal.
Beberapa saat kemudian, Sayong datang bersama dengan pasukannya, menangkap Biryu. So Seo No menoleh dan terkejut melihat putranya itu.
“Biryu..” gumam So Seo No.

So Seo No membawa Yang Tak dan Chae Ryeong ke perkemahan. Ia memutuskan hukuman untuk Yang Tak dan Chae Ryeong, yaitu mengusir mereka dari Goguryeo.
“Jika kalian berani menginjakkan kaki di Goguryeo lagi, aku akan membunuh kalian berdua!” ancam So Seo No.
Setelah itu, So Seo No meminta Biryu masuk ke tenda untuk bicara dengannya. Ia kelihatan sedih sekaligus kecewa pada putra sulungnya itu.
“Duduk.” perintah So Seo No. “Apakah kau.. benar-benar mencoba membunuh Yang Mulia?”
“Aku berpikir bahwa itulah cara satu-satunya untuk menyelamatkan kita berdua.” jawab Biryu.
“Aku percaya padamu.” kata So Seo No kecewa. “Aku tidak percaya kau bisa jatuh dalam perangkap Yang Tak. Kenapa kau tidak punya keyakinan pada Yang Mulia?!”
“Aku takut!” jawab Biryu. “Aku takut melihat cara Yang Mulia memandang Yuri! Aku takut Yang Mulia akan mencampakkan kita! Ibu, kau tahu bagaimana kerasnya aku berusaha untuk menjadi Raja Goguryeo. Katakan padaku, apakah usaha kita dulu akan sia-sia?! Jika ibu memang peduli pada masa depanku, ibu tidak akan menyerahkan kedudukanmu sebagai Permaisuri! Mungkin kau akan menyerahkan kedudukanmu, tapi aku tidak akan pernah melakukannya!”
So Seo No menangis.
“Kenapa kau memaksakan keputusanmu padaku?!” seru Biryu, menangis. “Kenapa kau berusaha menghancurkan masa depan anak-anakmu?!”

Jumong memeriksa persiapan perang, mulai dari produksi senjata sampai pada pelatihan pasukan. Ia juga membicarakan strategi perang bersama para perwira dan pejabat kepercayaannya.

Jumong memanggil So Seo No ke ruangannya untuk menceritakan mengenai persiapan perang mereka.
“Bengkel pandai besi sudah bisa berproduksi lagi.” kata Jumong. “Tapi kita punya masalah.”
“Apa itu?” tanya So Seo No.
“Karena Heng In dan OkJo Utara akan bergabung dengan kita, maka kita membutuhkan lebih banyak supply kebutuhan.” kata Jumong.
“Aku berencana mengirim orang melakukan perjalanan dagang ke Selatan untuk membawa lebih banyak kebutuhan.” ujar So Seo No.
“Kalau begitu, aku akan memberi tanggung jawab padamu untuk mengatur supply kebutuhan makanan dan perang.” kata Jumong.
“Ya.”
“Istriku, kau kelihatan sedih.” kata Jumong. “Apa ada masalah?”
So Seo No ragu sejenak. “Yang Mulia, aku mengusir Chae Ryeong dan Yang Tak dari Goguryeo.” katanya. “Maafkan karena aku bertindak tanpa izinmu.”
“Aku percaya pada penilaianmu.” ujar Jumong. “Tapi, kenapa kau mengusir mereka?”
“Mereka mencoba membuat kericuhan di Goguryeo.” jawab So Seo No sedih. “Aku akan memastikan bahwa hal itu tidak akan terjadi lagi.”
Jumong mengangguk.

Ye Soya mencari Yuri. “Apa yang kau lakukan akhir-akhir ini?” tanyanya.
“Aku pergi ke perpustakaan istana dan membaca sejarah Goguryeo.” jawab Yuri. “Aku belajar mengenai betapa sulitnya usaha ayah membangun Goguryeo. Semua itu membantuku agar lebih mengerti tentangnya.”
“Yuri, keberadaan kita bisa menyebabkan keributan untuk orang-orang yang telah membangun Goguryeo.” ujar Ye Soya. “Kau harus bersikap bijaksana agar tidak membawa masalah untuk Yang Mulia. Kau mengerti?”
Yuri mengangguk. “Ya.” jawabnya.
Tanpa mereka ketahui, So Seo No mendengarkan pembicaraan mereka. Ia teringat kata-kata Biryu, dan menangis.

“Aku tidak tahu bahwa Biryu begitu putus asa.” kata So Seo No sedih pada Yeon Ta Bal. “Aku tidak bisa memahami kedua putraku. Aku tidak tahu bahwa mereka begitu terpukul dengan keberadaan Pangeran Yuri. Aku tidak tahu apapun. Aku hanya memaksa mereka menyerahkan segalanya.”
Yeon Ta Bal berusaha menenangkan. “Suatu saat nanti, aku yakin kedua Pangeran akan mengerti.” katanya.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya So Seo No sedih. “Bagaimana aku bisa mengabdi pada Yang Mulia dan Goguryeo serta melindungiku kedua putraku pada saat bersamaan? Bagaimana aku bisa menyelamatkan Biryu dari kemarahan dan keputusasaan?”

Jumong meminta Ma Ri mencari tahu alasan So Seo No mengusir Chae Ryeong dan Yang Tak. Setelah Ma Ri berhasil mengetahuinya, ia melapor pada Jumong. Jumong memerintahkan Ma Ri agar merahasiakan masalah itu.

Di pihak lain, Hwang sangat marah setelah mengetahui bahwa Dae So mengirimkan pandai besi ke Goguryeo.

Di BuYeo, yang dilakukan Young Po hanyalah minum dan mabuk-mabukan. Dae So memerintahkannya menemani Geum Wa berkeliling wilayah BuYeo. Mulanya Young Po menolak, namun Dae So memaksanya.

Yuri berlatih bela diri bersama Oyi. Moo Gul, Muk Guh dan Du Bong menonton mereka. Yuri cukup mampu bertarung seimbang dengan Oyi, namun akhirnya Oyi berhasil mengalahkan Yuri.
“Aku tidak cukup hebat untuk mengalahkanmu.” kata Yuri.
“Tidak, Pangeran.” bantah Oyi. “Kemampuan bela dirimu lebih meningkat dibanding saat aku melihatmu di turnamen BuYeo.”
“Aku akan membantumu berlatih.” Moo Gul menawarkan.
“Terima kasih.” kata Yuri, tersenyum.
Biryu berjalan mendekati mereka. Yuri menunduk untuk memberi hormat.
“Apakah kau berlatih bela diri?” tanya Biryu.
“Ya.” jawab Yuri.
“Pangeran, maukah kau bertarung dengan Pangeran Yuri?” tanya Oyi.
“Untuk apa aku melakukannya jika aku sudah tahu hasilnya?” tanya Biryu. “Aku tidak bisa mengalahkan Yuri.”
“Aku tidak pernah berlatih bela diri dengan teratur.” kata Yuri. “Aku ingin belajar darimu.”
“Tidak.” tolak Biryu. “Aku tidak tertarik lagi belajar bela diri. Kau harus terus berlatih agar bisa membantu dalam perang melawan Han.” Biryu berjalan pergi.
Oyi dan Moo Gul bingung dengan sikap dingin Biryu. Yuri hanya diam, memandang kepergian Biryu.

So Seo No meminta izin pada Jumong agar membiarkan Onjo dan Biryu pergi bersama rombongan dagang ke selatan. Walaupun awalnya menolak, Jumong akhirnya setuju.
Setelah itu, So Seo No memanggil Biryu dan Onjo. “Aku ingin kalian memimpin rombongan dagang.” katanya. “Biryu, ini perjalanan yang sulit, tapi aku yakin kau bisa menyelesaikan tugas ini. Onjo, ini perjalanan yang berat, bisakah kau melakukannya?”
“Aku akan melakukannya.” jawab Onjo.
“Kalau begitu, pergilah.” ujar So Seo No. Ia melakukan semua itu agar Onjo dan Biryu tahu lebih banyak mengenai kehidupan.

Di sebuah desa, Geum Wa memeriksa sistem pertanian dan kehidupan warganya. Ia bisa lebih mengerti mengenai kehidupan rakyatnya.
Young Po tiba di desa itu. Ia berbincang dengan Geum Wa.
Geum Wa mengajak Young Po melakukan perjalanan keliling dunia agar pikiran Young Po lebih terbuka memandang kehidupan danYoung Po bisa belajar banyak hal karena bertemu dengan banyak orang.

Salah seorang prajurit Hwang memberitahu bahwa Geum Wa sedang melakukan perjalanan berkeliling BuYeo.
“Benarkah?” tanya Hwang. Ia berpikir, seperti merencanakan sesuatu.

Malam itu, beberapa penyusup menyerang rumah tempat Geum Wa dan Young Po menginap. Song Ju dan beberapa pengawal berusaha bertarung melawan mereka.
Geum Wa dan Young po berusaha melarikan diri, namun para penyusup terlalu banyak. Mereka terkepung. Young Po mengeluarkan pedangnya dan bertarung melawan para penyusup.
“Bawa ayah pergi dari sini!” teriak Young Po. “Sekarang!”
Geum Wa bertarung melawan dua orang penyusup. Mereka berusaha membunuh Geum Wa. Seorang penyusup lagi ikut menyerang Geum Wa. Dengan diam-diam, ia mengeluarkan sebuah belati kecil dan menusuk perut Geum Wa.
Geum Wa mencoba melawan, tapi penyusup itu menusuk Geum Wa dari belakang.
Geum Wa sekarat.
“Ayah!” teriak Young Po ketakutan. Ia berlari mendekati ayahnya. “Ayah…” tangis Young Po.
“Young Po…” panggil Geum Wa berusaha bicara seraya menyentuh wajah putranya.

Wan Ho bingung memikirkan putranya, Dae So. Dae So belum juga bisa memiliki anak. Bahkan selir-selir Dae So tidak juga mengandung sampai sekarang.
“Tidak ada yang bisa kita lakukan.” kata Seol Ran.
Tiba-tiba, Paman Dae So datang berlari-lari dengan panik. Ia mengatakan bahwa Geum Wa kembali dalam keadaan sekarat.
Wan Ho bergegas pergi ke kamar Geum Wa.
“Yang Mulia!” seru Wan Ho, kelihatan sangat terpukul. “Yang Mulia, kau bilang kau akan membayar kesalahanmu padaku. Bangunlah… Aku masih belum selesai menyampaikan keluhanku padamu…” Ia menangis.
Geum Wa membuka matanya.
“Raja…” panggilnya pada Dae So. “Aku tidak bisa mewujudkan cita-citaku. Kau adalah satu-satunya yang bisa mewujudkan cita-citaku untuk membuat BuYeo kuat dan mampu melawan Han.”
“Aku akan melakukan itu!” janji Dae So. “Ayah, cepatlah sembuh.”
“Raja…” Geum Wa berusaha bicara. “Kau harus bergabung dengan Goguryeo. Itulah satu-satunya cara agar bisa mengalahkan Han.”
Dae So menangis, menggengggam tangan Geum Wa. Geum Wa meninggal dunia.
“Ayah!” teriak Dae So, menangis keras.
“Yang Mulia!” tangis Wan Ho.
Para pejabat BuYeo menangis dari luar kamarnya. “Yang Mulia!” tangis mereka.

Pasukan bantuan dari Chang An akan segera datang beberapa hari lagi. Jumong dan yang lainnya merencanakan penyerangan sebelum pasukan bantuan itu tiba di Liaodong.
Mendadak Oyi masuk. “Yang Mulia, Raja Geum Wa meninggal dunia.” lapornya.
Jumong terkejut.

Dalam keadaan berduka dan sedih, Dae So berusaha menepati janjinya pada Geum Wa.
“Perdana Menteri, aku ingin pergi ke Goguryeo dan bertemu Jumong.” kata Dae So. “Aku ingin kau menemaniku.”

Onjo dan Biryu kembali dengan selamat dari perjalanan dagang mereka. Perdagangan mereka lancar dan sukses. So Seo No tersenyum bangga.
“Bagaimana keadaan di selatan?” tanya So Seo No.
“Aku sangat terkejut bagaimana luas dan suburnya tanah disana.” kata Biryu.
“Cuaca di selatan sangat nyaman dan hangat.” kata Onjo menambahkan. “Hidup disana sepertinya lebih baik daripada disini.”
So Seo No tersenyum. “Benar sekali.” katanya. “Suatu hari nanti, kita akan menetap dan hidup di sana.”
“Apa maksudmu?” tanya Biryu bingung.
“Kalian akan tahu jika waktunya tiba.” jawab So Seo No.

Dae So tiba di Goguryeo setelah hari gelap. Kedatangannya cukup mengejutkan untuk pihak Goguryeo.
“Aku datang untuk mewujudkan keinginan terakhir Raja Geum Wa.” kata Dae So pada Jumong. “Aku ingin mencari cara menaklukkan Han bersamamu. Mulanya aku bersekutu dengan Goguryeo agar bisa melewati krisis. Tapi kali ini, aku dengan tulus bicara padamu. Aku ingin menaklukkan Han dan membalaskan dendam Raja Geum Wa.”
“Keputusanmu sangat bijaksana.” kata jumong. “Jika Goguryeo dan BuYeo bersatu, kita pasti bisa menaklukkan Han.”
“Aku tidak yakin BuYeo bisa membantu.” ujar Dae So. “Kami tidak memiliki cukup persediaan perang dan makanan. Kami juga tidak memiliki pasukan sebanyak Goguryeo.”
“Kami memiliki cukup persediaan perang dan makanan untuk pasukan sekutu.” kata Jumong. Ia kemudian memanggil Hyeopbo dan memerintahkan para Jenderal berkumpul untuk membicarakan strategi perang.
“Aku percaya pada Raja Jumong.” ujar Dae So setelah mendengar strategi yang diungkapkan Jumong. “Pimpinlah agar kita memenangkan perang ini.”

sumber: princess-chocolates.blogspot.com

By andyfeby Dikirimkan di Jumong Dengan kaitkata

Jumong – Episode 79

Para prajurit dan pihak istana Goguyeo berusaha memadamkan api yang semakin membesar. Jumong datang berlari-lari dengan panik dan cemas.
“Tidak ada satupun yang bisa keluar!” kata Mu Song.
“Maksudmu, Yuri ada di dalam?!” tanya Jumong khawatir.
“Ya, Yang Mulia!” kata Mo Pal Mo panik. Para pejabat datang. “Pangeran Yuri ada di dalam rumah pekerja!” teriak Mo Pal Mo.
“Yuri!” Jumong sangat shock. “Yuri!” teriak Jumong, berjalan menuju rumah yang terbakar.
“Yang Mulia!” para pejabat menahan Jumong.
“Yuri!!!!” teriak Jumong histeris. “Yuri!!!!”
Oyi dan yang lainnya berusaha keras menahan Jumong.
“Lepaskan aku!!” teriak Jumong meronta-ronta dari pegangan pejabatnya. “Yuri!!!”

Begitu mendengar kejadian kebakaran, So Seo No bergegas menuju tempat kebakaran.
Jumong terduduk lemas di tanah. Ia menangis.
“Yang Mulia, aku tidak percaya ini terjadi.” kata So Seo No.
“Yang Mulia, bunuh saja aku.” kata Mo Pal Mo, menangis dan berlutut di hadapan Jumong. “Semua ini salahku. Tolong bunuh aku.”
Dengan lemah, Jumong meminta Jae Sa mengumpulkan mayat para pekerja dan mencari jenazah Yuri. Jumong berjalan pergi dengan gontai.
“Kepala Jenderal, temukan orang dibalik kebakaran ini.” perintah So Seo No pada Oyi.
“Ya.” jawab Oyi.

Semua orang merasa sangat sedih dan terpukul. Mereka juga tidak bisa mengenali jenazah Yuri karena semua jenazah terbakar tak berbentuk.
“Paling tidak kita menemukan jenazahnya!” kata Moo Gul sedih.
“Aku bilang, aku tidak bisa mengenali mereka!” seru Mu Song. “Lakukanlah sendiri kalau kau bisa!”
Ketika perdebatan terjadi, Moo Gul melihat dua orang datang. Orang itu adalah Yuri, yang mengarahkan pedangnya ke leher salah seorang penyusup. Yuri tersenyum ketika melihat Moo Gul.
“Pangeran!” seru Moo Gul, berlari ke arah Yuri.
“Pangeran!” Ma Ri mengikuti Moo Gul dari belakang.
Mo Pal Mo mendongak, masih merasa sangat terpukul dan sedih.
Semua orang menarik napas lega melihat Yuri baik-baik saja.
Yuri menendang kaki si penyusup yang ditangkapnya agar penyusup itu berlutut.
Dengan gontai, Mo Pal Mo mendekati Yuri. “Pangeran…” gumamnya lemah.
Yuri tersenyum.

Hyeopbo bergegas menemui Jumong di ruangannya. Jumong sedang bersedih sendirian. “Yang Mulia, Pangeran Yuri masih hidup!” katanya senang.
Jumong langsung keluar menemui Yuri. “Yuri!” kata Jumong, menyentuh wajah putranya itu dengan lega. “Apa yang terjadi?”
“Maafkan aku karena membuatmu khawatir.” ujar Yuri. “Aku melarikan ketika terjadi kebakaran. Aku melihat seorang penyusup dan mengejarnya. Mereka adalah prajurit Han.”
Jumong melihat penyusup yang berhasil ditangkap Yuri. Ia meminta Hyeopbo mengadakan pertemuan istana.

Chan So berlutut di hadapan Jumong dan semua pejabat istana.
“Apa yang dilakukan penjaga gerbang depan ketika para pembunuh dari Han menyusup ke bengkel pandai besi?” tanya Jumong, meminta penjelasan.
“Maafkan aku, Yang Mulia!” ujar Chan Soo menyesal.
“Bengkel pandai besi adalah jantung Goguryeo.” kata Jae Sa, memarahi Chan Soo. “Jika bengkel tidak bisa selamat, maka demikian pula dengan istana! Yang Mulia, kau harus menghukum dia untuk memberi contoh kedisiplinan.”
Jumong akhirnya menurunkan kedudukan Chan Soo sebagai Kepala Gerbang Depan dan memerintahkan Hyeopbo untuk mengurungnya dalam penjara.
Chae Ryeong shock.
Selain itu, Ma Ri juga mengusulkan agar Jumong membatasi akses keluar masuk Goguryeo sampai perang selesai. Jumong setuju.

Onjo dan Biryu melihat paman mereka dibawa ke penjara.
“Semua orang memuji Yuri.” kata Onjo. “Jika bukan karena dia, kita tidak akan tahu siapa yang melakukan itu.”
Biryu diam.
Yuri berjalan melewati mereka.
“Kakak!” panggil Onjo.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Biryu.
“Ya.” jawab Yuri.
“Yang Mulia pasti akan sangat sedih jika sesuatu yang buruk terjadi padamu.” kata Biryu. “Tidur di tempat yang tidak pantas bagi seorang Pangeran juga akan membuat Yang Mulia sedih. Mulai sekarang, berlakulah seperti layaknya seorang Pangeran.”
“Ya.” jawab Yuri tenang.

Chae Ryeong memohon So Seo No agar ia membujuk Jumong memaafkan Chan Soo. Tapi So Seo No menolak. Menurutnya, Chan Soo memang pantas dihukum karena melakukan kesalahan yang fatal.
“Bahkan jika Biryu dan Onjo melakukan kesalahan seperti itu, aku tidak akan meminta Yang Mulia memaafkan mereka.” kata So Seo No tegas.
Chae Ryeong pergi dengan kesal.

Karena kebakaran yang menimpa rumah pekerja, Goguryeo menderita kehilangan besar. Mereka kehilangan para pekerja yang sudah berpengalaman.
“Butuh 10 tahun untuk melatih pandai besi berpengalaman.” kata Mo Pal Mo. “Tidak ada yang bisa mengerjakan pembuatan senjata.”
“Justru itulah yang diinginkan musuh.” kata Jae Sa. “Jika Liaodong dan pasukan bantuan dari Chang An menyerang sebelum bengkel pandai besi diperbaiki, maka itu akan menjadi peperangan yang sulit.”
“Apa ada cara untuk menyelesaikan ini?” tanya Hyeopbo pada Mo Pal Mo. “Jika kau butuh bantuanku, aku akan bekerja di bengkel pandai besi.”
“Itu tidak akan membantu!” kata Mo Pal Mo mengejek.
Jumong berpikir. “Jika pandai besi BuYeo datang kemari, apakah mereka bisa membantu?”
“Walau BuYeo tidak memiliki metode seperti kita, tapi mereka memiliki banyak pandai besi berpengalaman.” kata Mo Pal Mo. “Mereka bisa menggantikan pandai besi kita.”
Jumong akhirnya memerintahkan Ma Ri dan Jae Sa agar pergi ke BuYeo untuk mengantarkan makanan, garam dan obat-obatan yang ia janjikan serta membawa pandai besi BuYeo ke Goguryeo.

Hwang Ja Kyung merasa senang karena prajuritnya berhasil membakar rumah pekerja pandai besi. Ia yakin bahwa Han akan memenangkan peperangan melawan Goguryeo.

Ma Ri dan Jae Sa tiba di BuYeo.
“Kami membawa makanan dan garam seperti yang dijanjikan oleh Yang Mulia.” kata Jae Sa.
“Terima kasih.” ujar Dae So. “Jumong mengatakan bahwa ia akan mengajari kami metode pembuatan senjata. Kapan ia ingin melakukannya?”
Jae So bertukar pandang dengan Ma Ri.
“Apakah ia berubah pikiran?” tanya Perdana Menteri.
“Yang Mulia tidak pernah mengingkari janjinya.” kata Ma Ri. “Kirim pendai besimu ke Goguryeo dan kami akan mengajari mereka.”
“Perdana Menteri, kirim beberapa pandai besi berpengalaman ke Goguryeo bersama para utusan.” kata Dae So. Kena dia!

Chae Ryeong marah besar karena Chan Soo dikurung.
“Aku tahu ini salahmu, tapi Yang Mulia tidak seharusnya melakukan ini pada kita.” kata Chae Ryeong ketika mengunjungi Chan Soo di penjara.
“Tidak.” kata Chan Soo. “Aku membuat Goguryeo mengalami kehilangan besar. Aku siap dihukum.”
“Memecatmmu saja sudah cukup.” kata Chae Ryeong. “Mengurungmu dalam penjara terlalu berlebihan. Aku akan melakukan sesuatu.”
“Jangan ibu.”cegah Chan Soo.
“Aku tidak tahan lagi. Aku pasti akan menyelamatkanmu.” Chae Ryeong berjalan pergi.

Na Ru dan salah seorang pejabat datang ke Goguryeo untuk mengantar para pandai besi. Di sana, Na Ru terkejut melihat Yuri ada dalam barisan pejabat tinggi kerajaan.
Na Ru memerintahkan pengawalnya untuk mencari tahu.
“Sang Chun adalah Putra Raja Jumong, Yuri.” lapor pengawal.
“Apa?! Yuri masih hidup?!”

Hwang Ja Kyung berkunjung ke BuYeo untuk merundingkan masalah strategi menjatuhkan Goguryeo. Hwang mengatakan bahwa ia telah meminta 20.000 prajurit bantuan dari Chang An.
“Akan butuh waktu lama sampai mereka tiba.” kata Perdana Menteri. “Bagaimana jika Goguryeo menyerang terlebih dulu sebelum pasukan bantuan tiba?”
“Goguryeo tidak akan menyerang terlebih dulu.” kata Hwang percaya diri. “Prajuritku menyusup ke bengkel pandai besi Goguryeo dan membunh semua pekerja pandai besi. Mereka tidak akan bisa mempersiapkan perang.”
Dae So sangat terkejut dan marah. Ia merasa di bodohi oleh Jumong dan Goguryeo karena mengirimkan pandai besi ke kesana.
Kemarahan Dae So bertambah parah setelah Na Ru datang dan melapor bahwa Sang Chun ternyata adalah putra kandung Jumong, Yuri.

Ma Oo Ryeong berdoa untuk mengutuk Jumong bersama Seol Ran dan Young Po. Tiba-tiba terjadi angin berhembus kencang dan petir yang menyambar-nyambar. Ma Oo Ryeong tersambar petir dan tewas seketika. Aneh juga nih.

Para pandai besi BuYeo sangat membantu pekerjaan pembuatan senjata di Goguryeo. Keadaan sangat membaik.
Jumong memerintahkan Ma Ri untuk pergi ke OkJo Utara untuk merencanakan strategi perang bersama sekutu mereka itu.
“Yang Mulia, aku ingin mengatakan sesuatu.” kata Yuri.
“Apa itu?” tanya Jumong. Para pejabat lain memperhatikan Yuri.
“Yang Mulia, kenapa terlebih dahulu kita tidak membalaskan dendam pada Han karena membunuh para pandai besi kita?” saran Yuri.
“Pangeran Yuri benar, Yang Mulia.” ujar Oyi setuju. “Kita harus membalas dendam untuk meningkatkan semangat pasukan kita.”
Jumong mengangguk.
“Aku mendengar dari mata-mata kita di Liaodong bahwa kakak Gubernur Liaodong, Hwang Ja Sung, sedang dalam perjalanan menuju ke Liaodong.” kata Yuri. “Jika kau mengizinkan aku memimpin pasukan, aku akan pergi dan membunuhnya.”
“Itu rencana hebat.” kata Jumong setuju. “Aku akan memimpin sendiri pasukan itu. Yuri, kau boleh menemaniku.”
Biryu terkejut, kelihatan tidak senang.

Chae Ryeong dan Yang Tak merencanakan sesuatu. Mereka berdua berkunjung ke kamar Biryu.
“Aku datang kemari karena aku mencemaskanmu.” kata Chae Ryeong.
“Pangeran, tidakkah kau melihat bagaimana Yang Mulia memandang Pangeran Yuri?” tanya Yang Tak memprovokasi. “Ia tidak pernah melihatmu dengan pandangan seperti itu.”
“Apa maksudmu?” tanya Biryu.
“Dia sangat mempercayai Pangeran Yuri lebih dari kau.” kata Yang Tak.
“Ini hanya permulaan.” kata Chae Ryeong. “Ia akan menyayangi Pangeran Yuri lebih dan lebih lagi.” tambah Chae Ryeong memanas-manasi. “Pangeran, ada desas-desus yang mengatakan bahwa Lady Ye Soya akan menjadi Permaisuri setelah ia sembuh. Jika itu terjadi, Pangeran Yuri akan menjadi Putra Mahkota Goguryeo. Apakah kau akan membiarkan itu terjadi?”
Biryu sangat terkejut.
“So Seo No membantu Yang Mulia dan Pasukan Da Mul untuk menetap di Jolbon.” kata Chae Ryeong. “Karena itulah Pasukan Da Mul dan Pasukan Jolbon bisa membangun Goguryeo.”

Untuk memastikan, Biryu bertanya pada So Seo No.
“Jika itu benar, lalu bagaimana denganku?” tanya Biryu. “Bagaimana dengan Onjo?”
“Siapa yang peduli soal posisi Permasuri?” tanya So Seo No. “Apapun posisiku, jika aku bisa mengabdi pada Raja, aku sudah senang.”
“Aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi.” kata Biryu. “Yuri adalah adikku. Aku tidak akan pernah menyerahkan tahta padanya! Aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi!”

Jumong, Yuri, Oyi dan pasukan Goguryeo yang lain bersembunyi di pinggir hutan, bersiap menyerang Hwang Ja Sung. Ketika Hwang Ja Sung mendekat, Jumong mengisyaratkan pasukannya untuk menyerang.
Pertarungan berat sebelah terjadi. Pasukan Goguryeo lebih unggul.
Yuri bertarung melawan Hwang Ja Sung. Yuri cukup bisa mengimbangi Hwang Ja Sung, namun belum cukup kuat untuk mengalahkannya. Hwang Ja Sung menendang Yuri dan menjatuhkannya di tanah. Ia hendak menebas Yuri, namun Yuri menahannya.
Jumong melihat pertarungan mereka, kemudian melompat untuk menusuk Hwang Ja Sung. Hwang Ja Sung tewas seketika.

Hwang Ja Kyung marah besar mengetahui kakaknya terbunuh di tangan Jumong. Ia berjanji akan menghabisi semua orang di Goguryeo.

Kesehatan Ye Soya sudah lebih membaik. Ia bahkan sudah bisa duduk di ranjangnya. So Seo No datang menjenguk.
“Aku senang kau sudah sembuh.” kata So Seo No.
“Maafkan aku karena membuatmu khawatir.” ujar Ye Soya.
“Jika kau tidak sembuh, Yang Mulia pasti akan sangat sedih.” kata So Seo No.
“Permaisuri, sekarang aku sudah sembuh. Aku akan segera pergi.” kata Ye Soya.
“Apa maksudmu?” tanya So Seo No. “Sekarang kau sudah bisa bertemu lagi dengan Yang Mulia. Kenapa kau ingin pergi?”
“Aku hanya ingin Yuri bertemu dengan ayahnya sebelum aku mati.” kata Ye Soya. “Jika aku ingin bertemu Yang Mulia, aku pasti sudah datang bertahun-tahun yang lalu. Aku tidak ingin keberadaanku mengganggumu dan Yang Mulia. Aku tidak ingin menjadi batu pengalang untukmu dan Yang Mulia.”
“Kau adalah istri pertama Yang Mulia.” ujar So Seo No. “Kaulah yang seharusnya menjadi permaisuri.”
“Aku tidak bisa.” tolak Ye Soya.
Ho Yeon memberi kabar bahwa Jumong telah kembali setelah berhasil membunuh Hwang Ja Sung.

So Seo No dan Ye Soya menyambut kedatangan Jumong dan yang lainnya.
“Ibu!” panggi Yuri ketika melihat ibunya.
“Istriku..” seru Jumong, senang melihat Ye Soya sudah sembuh.
Biryu kelihatan tidak suka.

Jumong mengajak Ye Soya ke ruangannya untuk berbincang.
“Terima kasih, karena sudah membesarkan Yuri menjadi laki-laki yang kuat.” kata Jumong. “yuri memiliki kemampuan bela diri yang baik dan karakter yang kuat. Ia akan membantuku mengalahkan Han dan membangun negara yang kuat.”
Jumong meraih tangan Ye Soya dan menggenggamnya. “Aku akan menghabisakan sisa hidupku untuk membayar kesalahan yang kulakukan padamu dan Yuri.”

“Apa yang harus kulakukan?” tanya Biryu pada Chae Ryeong dan Yang Tak.
“Kita harus melenyapkan Pangeran Yuri dan Yang Mulia.” kata Chae Ryeong.
“Kau ingin memberontak?” tanya Biryu.
“Bukan pemberontakan, melainkan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.” kata Chae Ryeong.
“Yang Mulia akn pergi bersama Pangeran Yuri untuk memeriksa perbatasan.” kata Yang Tak. “Saat itulah kita akan bertindak. Setelah kita berhasil, kami akan mengabdi padamu sebagai Raja.”

Jumong, Yuri dan beberapa prajurit Goguryeo berangkat untuk memeriksa perbatasan di desa Tae Bong.
Di tempat lain, Chae Ryeong dan Yang Tak mempersiapkan pasukan untuk melakukan serangan mendadak.
“Jika kita berhasil, kalian semua akan menjadi bangsawan Goguryeo!” seru Yang Tak pada pasukannya.
Biryu melihat mereka dari jauh.

Yeon Ta Bal melaporkan pada So Seo No bahwa Chae Ryeong dan Yang Tak mengerahkan pasukan dari Klan Mal Gal secara diam-diam. So Seo No meminta ayahnya untuk mempersiapkan pasukan.
So Seo No sendiri yang pergi menghentikan mereka.

By andyfeby Dikirimkan di Jumong Dengan kaitkata

Jumong – Episode 78

Jumong benar-benar merasa terharu bertemu putranya yang tidak pernah ia temui sejak lahir. Jumong mengulurkan tangan untuk menyentuh Yuri, namun Yuri mundur satu langkah, menolak disentuh.
“Kenapa kau mencampakkan kami?” tanya Yuri. “Kenapa kau membiarkan kami hidup menderita?”
Jumong sedih mendengar ucapan Yuri.
“Apa kau pikir, aku dan ibu akan mengganggu jalanmu?!” tanya Yuri marah. “Karena itukah kau meninggalkan kami?!”
“Yuri…”
“Aku sangat sedih setiap kali aku memikirkan bagaimana aku tumbuh.” kata Yuri. “Aku hidup dalam ketakutan, melarikan diri dari orang-orang tanpa tahu alasannya!” Yuri berteriak.
“Ini semua salahku.” kata Jumong sedih. “Aku melakukan kesalahan yang tidak termaafkan padamu dan ibumu.”
“Katakan padaku!” seru Yuri. “Kenapa?! Kenapa kau mencampakkan kami?!”
Jumong terdiam, tidak melepaskan pandangannya dari Yuri.
“Pangeran, Yang Mulia tidak pernah mencampakanmu dan Yang Mulia Ye Soya.” kata Hyeopbo menjelaskan. “Yang Mulia berpikir kalian berdua sudah mati 15 tahun yang lalu.”

Hyeopbo mengambil sepatu Yuri yang selama ini disimpan oleh Jumong. “Kau tahu apa ini?” tanya Hyeopbo pada Yuri. “Kami menemukan sepatu ini 15 tahun yang lalu ketika kami mencarimu. Karena itulah Yang Mulia menyimpan sepatu ini dan selalu mengingatmu dalam hatinya.”
Yuri menangis.
“Aku telah terluka karena banyak peperangan.” kata Hyeopbo menangis. “Tapi kehilangan kalian berdua jauh lebih menyakitkan. Selama ini, Yang Mulia hidup dalam penderitaan.”
“Aku tidak bisa mengerti.” kata Yuri. “Aku juga tidak bisa memaafkanmu. Ibuku tidak pernah datang padamu, karena ia berpikir bahwa kau telah meninggalkannya!”
Jumong memejamkan matanya dan menangis. “Dimana ibumu?”

Jumong memanggil Oyi dan Moo Gul ke ruangannya.
“Apa yang kau lakukan disini?!” tanya Oyi begitu melihat Yuri.
“Apa yang dilakukan Raja Dae So kali ini?” tanya Moo Gul emosi.
“Tenanglah dan dengarkan aku.” kata Hyeopbo.
Jumong tidak pernah memalingkan pandangannya sama sekali dari Yuri.
“Kepala Jenderal benar mengenai Yang Mulia Ye Soya.” kata Hyeopbo. “Ia dan Pangeran Yuri masih hidup. Ini adalah Pangeran Yuri.”
“Apa?” seru Oyi dan Moo Gul, terlonjak kaget.
“Aku akan pergi ke BuYeo dan mencari Ye Soya.” kata Jumong. “Ikutlah denganku.”
“Yang Mulia, biarkan kedua Jenderal menjemput Yang Mulia Ye Soya kembali.” kata Hyeopbo.
“Yang Mulia, biar kami yang menjemputnya.” kata Oyi.
“Aku akan pergi!” seru Jumong. “Ayo.”

Kedua sahabat Yuri mulai cemas karena Yuri tidak juga keluar sampai malam. Hyeopbo menjemput mereka di pintu gerbang.
Jumong, Yuri dan beberapa pejabat pergi mengendarai kuda ke BuYeo untuk menjemput Ye Soya.

Keesokan harinya, So SeoNo berkunjung ke ruangan Jumong, namun Jumong tidak ada.
“Kemana ia pergi?” tanya So Seo No pada penjaga.
“Aku tidak tahu.” jawab penjaga itu.
“Bagaimana bisa orang yang melayani Yang Mulia secara langsung tidak tahu kemana Yang Mulia pergi?” tanya So Seo No marah.
“Maafkan aku.”
So Seo No kemudian memerintahkan penjaga itu untuk memanggil Hyeopbo ke ruangannya.

Hyeopbo menceritakan segalanya pada Jae Sa, Ma Ri dan Muk Guh. Mereka sangat cemas karena Jumong pergi ke BuYeo.
“Seharusnya kau menghentikan dia apapun yang terjadi!” seru Ma Ri.
“Hatiku sendiri bergetar ketika mendengar bahwa Permaisuri Ye Soya masih hidup!” teriak Hyeopbo. “Bagaimana menurutmu perasaannya?! Kenapa kalian tidak bisa mengerti perasaan Yang Mulia?!”
Ma Ri, Jae Sa dan Muk Guh terdiam.
“Aku tidak bisa tidur semalaman.” kata Hyeopbo. “Bagaimana bisa kita tidak tahu bahwa yang mengalahkan Pangeran Biryu di BuYeo adalah Pangeran Yuri?”
“Kita harus mempersiapkan kembalinya istri Raja Jumong, Permaisuri Ye Soya.” kata Ma Ri.
Masalah yang mendasar ada dua.Yang pertama, mereka tidak bisa mengangkat Ye Soya sebagai Permaisuri karena mereka sudah mengangkat So Seo No sebagai permaisuri. Yang kedua, karena Ye Soya adalah istri pertama, maka kedudukan Putra Mahkota seharusnya jatuh pada Yuri. Kedua masalah itu pasti akan menimbulkan pertikaian. Terutama pemilihan Putra Mahkota.
Pengawal masuk dan memberitahukan bahwa So Seo No memanggil Hyeopbo.

Hyeopbo menemui So Seo No.
“Dimana Yang Mulia?” tanya So Seo No. Hyeopbo diam. “Kau tidak tahu dimana Yang Mulia? Yang Mulia berada dalam bahaya karena mata-mata Han! Kenapa kau tidak melakukan tugasmu dengan benar?!” So Seo No memarahi Hyeopbo. “Pergi dan temukan dimana Yang Mulia berada!”
“Permaisuri, Yang Mulia pergi ke BuYeo.” kata Hyeopbo.
“Kenapa ia pergi ke BuYeo?” tanya So Seo No.
“Yang Mulia Ye Soya dan Pangeran Yuri masih hidup.” jawab Hyeopbo. “Yang Mulia pergi untuk menjemput Yang Mulia Ye Soya.”
So Seo No terkejut. “Maksudmu, orang yang datang dengan membawa potongan belati adalah…”
“Ia Pangeran Yuri.” kata Hyeopbo. “Dulu Yang Mulia memberikan potongan belati itu pada Yang Mulia Ye Soya sebagai bukti.”

Young Po dikurung dalam penjara di Liaodong. Ia berusaha menemukan cara untuk kabur dengan menyogok penjaga.
Di BuYeo, Wan Ho memohon pada Dae So untuk membantu Young Po di Liaodong. Dae So menarik napas dalam-dalam. Karena BuYeo sudah bersekutu dengan Goguryeo, Han menyiagakan pasukan mereka disekitar perbatasan BuYeo.
Untuk menyelamatkan Young Po, Perdana Menteri menawarkan diri untuk pergi ke Liaodong dan melakukan perundingan dengan Gubernur Hwang.
“Dimana Sang Chun?” tanya Dae So pada Na Ru. “Panggilkan dia.”

Ye Soya dan Ibu Du Bong berjalan pergi dari BuYeo. Di tengah perjalanan, Ye Soya batuk berdarah lagi. Tiba-tiba Ye Soya pingsan.
“Bangun!” seru Ibu Du Bong cemas.

“Dimana ibu?” tanya Yuri pada kedua sahabatnya.
“Sesuatu pasti terjadi.” kawan teman Yuri. “Dia membawa semua barang-barangnya dan pergi. Seseorang dari Pengawal Istana mencarimu.”
“Aku akan pergi ke rumah.” kata Yuri pada Jumong. “Aku dan ibuku sudah berkali-kali pindah. Dalam kondisi seperti ini, ia akan menulis tujuan kami ditempat rahasia. Aku yakin ibuku meninggalkan pesan untukku.”
“Aku akan ikut denganmu.” kata Jumong cemas.
“Ada terlalu banyak orang dan prajurit di wilayah itu.” kata Yuri menolak.
“Tapi Pengawal Istana mencarimu.” kata Jumong bersikeras. “Aku tidak bisa membiarkanmu pergi sendirian.”
“Jangan khawatir.”

Yuri mencari-cari pesan ibunya. Akhirnya Yuri bisa mendapatkan surat tersebut. Ketika Yuri dan kedua temannya hendak pergi, Na Ru dan beberapa pengawal istana datang dan mengepung mereka.
“Kenapa kau tidak melapor?!” tanya Na Ru marah. “Kau akan dihukum karena meningalkan istana tanpa izin. Tapi saat ini, Yang Mulia ingin bertemu denganmu. Ayo!”
“Aku tidak bisa pergi karena ibuku sedang sakit.” kata Yuri.
“Apa kau ingin melanggar perintah Yang Mulia?!” tanya Na Ru. “Bawa mereka! Jika kau berani macam-macam, aku akan membunuh kalians semua!”
Para pengawal membawa Yuri ke istana secara paksa. Di tengah perjalanan, Oyi dan Moo Gul, dengan menggunakan penutup wajah, menyelamatkan mereka.
Yuri merebut pedang salah seorang pengawal dan bertarung melawan pengawal BuYeo.
Oyi berhasil melukai lengan Na Ru, kemudian melarikan diri bersama Yuri.

Na Ru melapor pada Dae So.
“Kenapa mereka melarikan diri?” tanya Dae So curiga. Padahal kan dia cuma pengen ketemu.
“Peramal ma Oo Ryeong mengatakan bahwa Sang Chun akan membahayakanmu di masa depan.” kata Na Ru.
“Kenapa dia akan membahayakan aku?!” tanya Dae So marah.

Seol Ran meminta Ma Oo Ryeong untuk mengutuk Jumong.

Ibu Du Bong membawa Ye Soya ke dalam sebuah gua.
“Bangun!” kata Ibu Du Bong cemas. “Kau akan mati jika terus tidak sadarkan diri! Kenapa Yuri belum juga datang? Bangun!”
Ye Soya tidak bergerak sedikitpun.

Yuri dan Jumong akhirnya tiba di mulut gua. Yuri langsung masuk ke dalam.
“Ibu!” seru Yuri, bergegas berlari ketika melihat ibunya terbaring tak berdaya. “Ibu!”
“Yuri…” ujar Ye Soya lemah.
Jumong berjalan mendekati Ye Soya.
Ye Soya menoleh dan melihat Jumong.
“Istriku…” panggil Jumong pelan.
Ye Soya mencoba bangkit untuk melihat Jumong lebih jelas. “Yang Mulia…” ujarnya, menangis.
Jumong menunduk menyentuh wajah Ye Soya dan menangis. “Istriku…”
Tiba-tiba Ye Soya pingsan.
“Ibu!” teriak Yuri cemas. “Ibu!”
“Istriku!” panggil Jumong ketakutan. “Istriku! Istriku!” Jumong memeluk Ye Soya dan menangis keras.

Ye Soya dibawa ke Goguryeo dan diobati oleh tabib.
Begitu mengetahui bahwa Ye Soya dan Yuri masih hidup, Ma Pal Mo bergegas menemui mereka.
“Dimana Yang Mulia Ye Soya dan Pengeran Yuri?” tanya Mo Pal Mo antusias.
“Tabib sedang mengobati Yang Mulia Ye Soya.” jawab Oyi. “Ini adalah Pangeran Yuri.”
Mo Pal Mo menatap Yuri dan menangis. “Pangeran!” serunya penuh haru. Ia berlutut di hadapan Yuri. “Aku melakukan dosa besar padamu.”
Yuri bingung.
“Terima kasih, karena tetap hidup!” tangis Mo Pal Mo. “Terima kasih!”
Oyi dan yang lainnya tersenyum dan terharu.

Di Liaodong, Hwang melatih pasukan rahasia.
“Tugas kalian adalah menyusup ke Goguryeo sebelum perang dan menghancurkan bengkel besi mereka.” kata Hwang. “Kalian mengerti?”
“ya.” jawab Pasukan.
“Jenderal, Wang.” panggil Hwang pada Jenderalnya. “Kita harus menghentikan penyaluran besi ke Goguryeo. Cari cara.”
“Ya.”

Perdana Menteri dan Jenderal Heuk Chi melakukan perundingan dengan Gubernur Liaodong.
“Kalian sudah bersekutu dengan Goguryeo!” seru Hwang. “Tidak ada yang perlu dirundingkan!”
“Semua ini salahmu.” kata Perdana Menteri. “BuYeo tidak punya pilihan lain kecuali bersekutu dengan Goguryeo. Raja Dae So sangat membenci Raja Jumong. Han dan Goguryeo akan melakukan perang. Tidakkah kau membutuhkan bantuan BuYeo?”
“Apa yang kau inginkan dariku?” tanya Hwang.
“Bebaskan Pangeran Young Po dan berikan makanan dan senjata pada BuYeo.”
Hwang tersenyum sinis.

Perdana Menteri menemui Young Po dipenjara. “Aku akan membebaskanmu dengan satu syarat.”
“Aku akan melakukan apapun agar bisa hidup.” kata Young Po.
“Kau harus menyerahkan semua kekayaanmu pada BuYeo.”
Young Po terkejut. “Itu…” ia ragu sejenak. “Aku akan menyerahkan semua kekayaanku pada BuYeo.” katanya dengan terpaksa.

So Seo No memanggil Onjo dan Biryu ke tepi sungai untuk menceritakan kebenaran.
“Biryu, apakah kau tahu arti namamu?” tanya So Seo No. “Sungai Biryu membentang sangat jauh, jadi rakyat Goguryeo tidak akan pernah kehausan. Namamu Biryu karena kami ingin kau untuk seperti sungai BiRyu.”
“Lalu apa arti namaku?” tanya Onjo.
“Namamu Onjo karena kami ingin kau menjadi orang yang berbudi.” jawab So Seo No. “Apa kalian tahu siapa yang memberikan nama pada kalian?”
“Ayah kami yang sudah meninggal.” jawab Onjo.
“Walaupun ayah kami memberi nama pada kami, tapi Yang Mulia-lah yang membesarkan kami seperti anak-anaknya sendiri.” kata Biryu.
“Apa kalian tahu kalau Yang Mulia punya seorang putra yang lain?” tanya So Seo No.
“Kudenar ia meninggal saat dijadikan tawanan di BuYeo.” jawab Biryu.
“Istri dan putra Yang Mulia masih hidup.” kata So Seo No. “Ia menikahiku karena ia mengira mereka sudah meninggal. Istri dan putranya sekarang ada di istana.”
Biryu dan Onjo sangat terkejut.
“Lalu apa yang akan kita lakukan?” tanya Biryu.
“Kau tidak bolwh gentar.” kata So Seo No. “Mereka hidup dalam penderitaan selama bertahun-tahun. Kau harus ingat arti nama kalian dan rengkuh mereka. Kalian mengerti?”

Jumong memanggil So Seo No untuk menceritakan mengenai Ye Soya dan Yuri. So Seo No menenangkannya. Ia mengatakan bahwa setelah Ye Soya sadar, ia akan memperlakukan Ye Soya sebagai permaisuri.
Setelah itu, So Seo No menjenguk Ye Soya yang masih terbaring di ranjang dan tidak sadarkan diri.
“Aku tidak tahu kenapa langit melakukan ini pada kita.” ujar So Seo No. “Tapi apapun takdir kita, aku akan menerimanya.” So Seo No menggenggam tangan Ye Soya dan meneteskan air matanya. “Yang Mulia menunggumu sembuh. Tolong cepatlah sadar.”

Tabib mengatakan pada Jumong bahwa Ye Soya sudah sadar, namun ia tidak yakin Ye Soya akan sembuh.
“Selamatkan dia.” kata Jumong. “Lakukan apapun untuk menyembuhkan dia.”
Jumong menjenguk Ye Soya. “Istriku..”
“Yang Mulia, aku menjadi beban untukmu lagi.” kata Ye Soya sedih. “Maafkan aku.”
“Jangan berkata begitu.” kata Jumong. “Cepatlah sembuh. Beri aku kesempatan untuk menebus kesalahanku.”

Chae Ryeong, Yang Tak dan Chan Soo merasa kedudukan mereka terancam dengan kembalinya Ye Soya dan Yuri.
“Chan Soo, para pejabat akan berusaha menjadikan Pangeran Yuri sebagai Putra Mahkota.” kata Chae Ryeong. “Awasi mereka!”
“Ya.”

Biryu meminta Hyeopbo mengantar Yuri menemui ia dan Onjo.
“Karena aku lebih tua darimu, maka aku akan menganggapmu adik.” kata Biryu. “Onjo, kau harus menganggap dia kakakmu.”
“Ya.” jawab Onjo enggan.
“Aku senang kalian menyambut Pangeran Yuri dengan baik.” kata Hyeopbo. “Pangeran Onjo, kenapa kau tidak memanggil Pangeran Yuri ‘Kakak’?”
“Kakak.” ujar Onjo ragu.

Kedua sahabat Yuri dan Ibu Du Bong diperbolehkan tinggal di istana untuk menemani Ye Soya. Selain itu, Yuri meminta Mo Pal Mo agar mengizinkannya bekerja di bengkel pandai besi. Mo Pal Mo melapor pada Jumong dan yang lainnya.
“Kurasa ia tidak nyaman dengan kehidupan istana.” kata Mo Pal Mo.
“Tapi tetap saja kita tidak bisa mengizinkannya bekerja di bengkel.” kata Ma Ri.
“Aku juga sudah mengatakan itu padanya.” kata Mo Pal Mo. “Tapi dia bersikeras. Yang Mulia, apa yang harus kita lakukan?”
Jumong berpikir dan menarik napas dalam-dalam. “Biarkan Yuri melakukan apapun yang dia suka.” katanya. “Yuri tidak bisa tenang karena ia masih marah padaku. Berikan dia sedikit waktu. Ketua, tolong jaga dia.”
“Ya.” jawab Mo Pal Mo.

Malamnya, Yuri bekerja di bengkel pandai besi. Dengan bersemangat, ia membuat senjata. Jumong melihatnya dari jauh dan tersenyum tipis.
Setelah selesai dengan pekerjaannya, Yuri dan Mo Pal Mo berjalan ke rumah pekerja.
“Pangeran, kau boleh bekerja di bengkel pandai besi, tapi kau harus tetap tidur di kamarmu sendiri.” kata Mo Pal Mo.
Yuri tersenyum menenangkan. “Aku suka disini.” katanya. “Jangan khawatirkan aku.”
Mo Pal Mo hanya bisa geleng-geleng kepala.

Beberapa orang berpakaian hitam menyusup di bengkel pandai besi. Mereka membunuh semua penjaga, kemudian berpencar untuk melakukan sesuatu.
Di lain sisi, Mo Pal Mo berbincang dengan Mu Song.
“Dia sangat keras kepala” kata Mo Pal Mo mengomentari Yuri. “Mirip sekali dengan Yang Mulia.”
Mu Song tertawa.
Mo Pal Mo berhenti berjalan ketika melihat pada penjaga tewas. “Apa yang terjadi?!” seru Mo Pal Mo.
Tiba-tiba seseorang berteriak. “Kebakaran! Kebakaran!”

Mo Pal Mo bergegas berlari melapor pada Jumong.
“Yang Mulia!” teriak Mo Pal Mo panik. “Rumah pekerja pandai besi kebakaran! Pangeran Yuri ada di dalamnya! Ia tidak bisa keluar karena kebakaran terlalu besar!”
Jumong sangat terkejut.

sumber: princess-chocolates.blogapot 

By andyfeby Dikirimkan di Jumong Dengan kaitkata

Jumong – Episode 77

Jumong, Yuri dan yang lainnya berhasil mengalahkan para pembunuh. Biryu terluka dalam perang.
“Lukanya dalam.” kata Jumong.
“Aku membawa obat-obatan.” ujar Muk Guh seraya mengambil obat-obatan dan mengobati luka Biryu.
Oyi dan Moo Gul menarik pembunuh yang berhasil mereka tangkap.
“Siapa yang memerintahkanmu untuk membunuhku?” tanya Jumong pada pembunuh itu.
“Katakan!” seru Oyi, mengancam pembunuh itu dengan pedangnya.
Moo Gul marah dan hendak membunuh si pembunuh, tapi Jumong melarang. “Hentikan!” serunya. “Hyeopbo, Muk Guh, bawa Pangeran Biryu kembali ke Goguryeo. Aku akan ke istana BuYeo bersama mereka.”
“BuYeo mungkin orang-ornag dibalik semua ini.” kata Ma Ri melarang. “Kau tidak bisa kembali ke BuYeo!”
Jumong menoleh melihat Yuri. Moo Gul menarik Yuri dan mendorongnya hingga jatuh ke tanah.
“Katakan padaku!” seru Moo Gul. “Aku tahu kau pasti yang memerintahkan mereka melakukan ini!”
“Aku tidak tahu.” kata Yuri.
“Bukankah kau yang memberitahu mereka dimana kami?!” bentak Oyi. “Jika kau tidak memberitahu kami, aku akan membunuhmu!”
“Aku tidak tahu.” jawab Yuri bersikeras.
Moo Gul mengangkat pedangnya dengan marah.
“Mundur!” seru Jumong memerintahkan. Yuri bangkit dan berdiri.
“Aku mempercayaimu.” kata Jumong. “Terima kasih sudah menolong kami. Kau boleh pergi.”
Yuri memberi hormat, kemudian berjalan pergi.

Geum Wa menjenguk Wan Ho di kamarnya.
“Kudengar kau akan meninggalkan istana.” kata Wan Ho. “Tapi kau terlalu sakit dan tidak bisa pergi kemana-mana.”
“Aku ingin bertemu dengan rakyat BuYeo.” ujar Geum Wa. “Ketidakmampuanku membuat rakyat menderita. Aku ingin membayarnya sebelum aku mati.”
“Kau sangat peduli pada rakyatmu, tapi kenapa kau tidak peduli padaku?” tanya Wan Ho dengan mata-berkaca-kaca. “Tidakkah kau tahu penderitaan yang kualami selama bertahun-tahun karena kau? Aku hanyalah wanita yang menginginkan cinta suaminya. Kaulah yang membuatku menjadi orang berhati dingin.”
“Sepanjang sisa hidupku, aku akan berusaha menembus penderitaan yang kau alami.” kata Geum Wa. “Maafkan aku.”
Wan Ho menangis. Geum Wa menggenggam tangan Wan Ho.
Setelah itu, Geum Wa pergi meninggalkan istana BuYeo. Semua pihak BuYeo mengantar kepergiannya.

Yuri minum dan makan seorang diri di kedai. Ia teringat ketika Jumong berkata bahwa ia mempercayai Yuri.
“Yuri.” panggil seseorang dari belakang.
Yuri menoleh. “Ibu.” katanya.
Yuri dan Ye Soya berjalan pulang bersama.
“Apakah kau sudah menemukan barang itu?” tanya Ye Soya. “Kau harus menemukannya dan segera pergi dari BuYeo.”
“Raja Dae So menyukaiku.” kata Yuri. “Sekarang aku bisa menjagamu dengan baik. Kenapa aku harus pergi dari sini?”
“BuYeo bukan tempatmu untuk menetap.” Ye Soya menjelaskan. “Temukan bukti itu.”

Seol Ran membujuk Dae So untuk membunuh Jumong, namun Dae So menolak. “Ini bukan saat yang tepat.” katanya.
Seol Ran kesal dan memerintahkan Hao Chen mencari pembunuh bayaran dengan diam-diam.

Jumong kembali ke istana BuYeo dan membawa dua orang pembunuh yang ia tangkap.
“Mereka adalah pembunuh yang mencoba membunuhku di Gunung Chun Mo.” kata Jumong pada Dae So. “Mereka prajurit BuYeo, bukan?”
“Kenapa aku melakukan sesuatu yang bodoh seperti itu ketika para utusan dari berbagai negara ada di BuYeo saat ini?” tanya Dae So.
“Lalu perbuatan siapa ini?” seru Jae Sa. “Semua ini terjadi di wilayah BuYeo. Kau harus menemukan siapa yang ada dibalik semua ini. Jika tidak, Goguryeo tidak akan pernah memaafkan BuYeo.”
“Apa kau mengancamku?!” seru Dae So.
“Kami tidak mengancammu.” kata Jumong. “Tapi kami memperingatkanmu. Pilihlah dengan bijaksana.”
Dae So memerintahkan Na Ru membawa pembunuh itu dan mencari tahu siapa orang dibalik konspirasi itu.

Young Po tertawa, merasa yakin dan percaya diri bahwa Dae So tidak akan bisa menemukan identitas si pembunuh.

Na Ru menyiksa kedua pembunuh dengan menggunakan besi panas.
“Siapa yang memerintahkan kalian?!” seru Na Ru. Tapi kedua pembunuh tidak mau bicara.
Moo Gul mengintip Na Ru menyiksa pembunuh dengan kejam, kemudian melapor pada Jumong.
“Mereka menyiksa pembunuh dengan brutal.” kata Moo Gul. “Mungkin mereka tidak berbohong.”
“Tetap saja, sekarang kita tahu bahwa ada orang di BuYeo yang ingin membunuh Yang Mulia.” kata Jae Sa. “Kita harus menemukan mereka.”
“Yang Mulia, kita harus segera kembali ke Goguryeo.” saran Ma Ri.
“Pikirkan baik-baik.” ujar Jumong. “Di BuYeo ada orang yang hendak membunuhku. Mereka tidak ingin BuYeo dan Goguryeo membina hubungan baik. Jika kita kembali ke Goguryeo sekarang, mereka akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Kita tunggu sampai kita tahu siapa dalang kejadian ini.”

Saat Biryu kembali dalam keadaan terluka, So Seo No sangat cemas.
“Ada apa?” tanyanya. “Dimana Yang Mulia?”
“Yang Mulia baik-baik saja.” kata Hyeopbo menenangkan.
Biryu diobati oleh tabib istana.
“Bagaimana keadaannya?” tanya So Seo No cemas.
“Lukanya dalam, tapi tulangnya tidak cedera.” jawab Tabib.

Pihak Goguryeo mengambil kesimpulan sendiri, yaitu BuYeo-lah yang merencanakan pembunuhan tersebut.
“Aku ingin Jenderal Bu Wi Yeom dan Bu Beo No untuk menyiagakan Pasukan Besi di perbatasan BuYeo.” ujar So Seo No memerintahkan.

Pihak BuYeo mengetahui bahwa Pasukan Besi Goguryeo sudah bersiaga di perbatasan BuYeo. Dae So bingung.
“Perdana Menteri, apa yang harus kita lakukan?” tanya Dae So. “Jika terjadi perang, maka kita akan kalah.”
“Yang Mulia, aku yakin orang-orang yang ingin membunuh Raja Jumong dikirim oleh Han.” kata Perdana Menteri. “Han tidak ingin BuYeo dan Goguryeo bersekutu. Bunuh para pembunuh dan katakan bahwa Han berada dibalik kejadian ini.”
“Maksudmu, kita harus bersekutu dengan Goguryeo?” tanya Dae So.
“Kita harus menerima tawaran Raja Jumong untuk saat ini.” saran Perdana Menteri. “Kita harus membangun negara yang kuat agar bisa melawan Han dan Goguryeo.”

Dae So akhirnya memutuskan untuk bersekutu dengan Goguryeo.
“Keputusan yang bijaksana.” kata Jumong. “Goguryeo akan mengajari teknik persenjataan pada BuYeo. Kami juga akan memberi makanan, garam dan obat-obatan untukmu.”
“Terima kasih.” kata Dae So, menahan rasa malu dan marah yang menyelimuti hatinya.
“Aku akan membuatnya membayar penghinaan yang kualami setelah BuYeo menjadi kuat.” kata Dae So pada Perdana Menteri setelah keluar dari ruangan Jumong.

Jumong dan para pejabatnya sadar bahwa Dae So bersekutu dengan Goguryeo tidak tulus. Namun paling tidak, BuYeo tidak akan bersekutu dengan Han. Untuk sementara ini, hal ini sudah cukup baik.
“Segera setelah kita kembali ke Goguryeo, kita akan bersiap-siap menyerang Liaodong.” kata Jumong.

Jumong dan rombongan kembali ke Goguryeo. Ye Soya dan Yuri melihat bersama kerumunan warga.
“Aku akan masuk ke istana malam ini dan menemukan bukti itu.” kata Yuri pada ibunya.

Saat Yuri masuk ke istana, ia berpapasan dengan Ma Oo Ryeong. Yuri menunduk untuk memberi hormat, kemudian berjalan pergi.
“Berhenti!” seru Ma Oo Ryeong memanggil. Ia menatap Yuri lekat-lekat. “Siapa namamu?”
“Namaku Sang Chun.” jawab Yuri.
“Baik, kau boleh pergi.” kata Ma Oo Ryeong.

Malam itu, dengan hati-hati Yuri mencari kediaman Yoo Hwa dan menyusup ke dalamnya. Ia mencari belati rusak dibawah setiap pilar. Akhirnya di salah satu pilar, Yuri menggali dan menemukan sesuatu yang dibungkus dengan kain. Yuri membuka bungkusan kain itu. Isinya adalah patahan belati.

Yuri pulang dan menunjukkan belati tersebut pada Ye Soya.
“Sekarang katakan padaku, dimana ayah?” tanya Yuri.
Ye Soya diam, menatap patahan belati itu dengan seksama.
“Ibu..” panggil Yuri.
Ye Soya meletakkan belati tersebut di meja. “Ayahmu adalah Raja Goguryeo.”
Yuri terkejut. “Raja Jumong dari Goguryeo adalah ayahku?” tanyanya tidak percaya.
“Bawa belati ini dan temui ayahmu.” kata Ye Soya. “Jika kau menunjukkan belati ini padanya, ia akan mengenalimu.”
“Aku tidak mengerti.” kata Yuri bingung, sekaligus marah. “Jika ayahku adalah Raja Goguryeo, kenapa selama ini kita hidup dalam kemiskinan?! Kenapa ia mencampakkan kita?! Kenapa dia tidak mencari kita?!”
“Ada alasan untuk semua itu.” kata Ye Soya.
“Kenapa selama ini kau harus hidup menderita?!” seru Yuri, makin lama suaranya makin meninggi. “Aku tidak pecaya! Aku tidak percaya ia adalah ayahku!” Yuri berjalan keluar dengan marah.
Ye Soya menangis.

Malam itu, Yuri mabuk-mabukan. Kedua sahabatnya menemaninya.
“Yuri ada apa?” tanya Du Bong. “Ibumu akan marah jika tahu kau minum-minum. Berhenti minum!”
“Tinggalkan aku sendiri!” teriak Yuri.

Hwang marah besar karena mengetahui BuYeo dan Goguryeo bersekutu. Ia memerintahkan pengawalnya untuk menangkap Young Po.
“Ampuni kami!” kata Young Po memohon.
“Bawa mereka!” perintah Hwang pada pengawalnya.

Geum Wa, Song Ju dan beberapa pengawal melakukan perjalanan. Pertama-tama, Geum Wa ingin pergi ke Gunung Chun Mo. Ia berdiri di atas tebing.
“Hae Mo Su, apakah kau melihat wilayah GoJoSeon yang dibangun oleh Jumong?” ujar Geum Wa dalam hatinya. “Wilayah yang kau dan aku ingin bentuk. Jumong sekarang sudah mewujudkannya. Maafkan aku karena selama ini mencoba menghentikan Jumong.”
Melihat padang rumput yang ada di Gunung Chun Mo membuat Geum Wa merasa sedih dan menyesal atas semua yang telah ia lakukan. Penyesalannya pada Hae Mo Su dan terlebih lagi pada Yoo Hwa, wanita yang sangat ia cintai.
Geum Wa diam, menangis.

Di BuYeo, Ma Oo Ryeong memanggil Na Ru dan bertanya perihal Sang Chun a.k.a Yuri.
“Dia adalah pemenang turnamen.” kata Na Ru.
“Wajahnya dipenuhi energi jahat.” kata Ma Oo Ryeong. “Dia akan membawa bencana bagi Yang Mulia suatu saat nanti.”
Na Ru bergegas memerintahkan pengawal BuYeo untuk mencari Yuri.

Yuri berlutut di hadapan ibunya.
“Apakah kau sudah mengambil keputusan?” tanya Ye Soya.
“Aku akan pergi menemui ayah.” kata Yuri.
“Bagus.” ujar Ye Soya, tersenyum lega.
“Tapi, aku datang hanya untuk bertanya kenapa ia mencampakkan kita dan kenapa ia membuat kita hidup dalam penderitaan.” kata Yuri. “Aku pergi dulu.” Yuri bangkit dan berjalan pergi.
Ye Soya menangis mendengar perkataan putranya itu.

Yuri pergi dari BuYeo bersama kedua sahabatnya.
Tidak lama kemudian, beberapa pengawal istana BuYeo datang ke rumahnya.
“Ada apa?” tanya Ye Soya.
“Aku datang untuk mencari Pengawal Sang Chun.” kata Pengawal.
“Dia pergi setelah mendengar bahwa pamannya sakit.” kata Ye Soya berbohong. “Mungkin ia tidak sempat melapor pada atasannya.”
“Jika ia kembali, suruh dia melapor ke istana.” kata pengawal seraya berjalan pergi.
“Kita harus pergi dari sini.” Ye Soya mengajak Ibu Du Bong. “Tempat ini berbahaya. Ayo.”
Ibu Du Bong kebingungan.

Yuri dan kedua sahabatnya tiba di Goguryeo.
“Untuk apa kita ke Goguryeo?” tanya Du Bong.
“Aku datang untuk bertemu dengan Raja Jumong.” jawab Yuri dingin. “Ia adalah ayahku.”
Tanpa berkata apa-apa lagi, Yuri berjalan ke gerbang istana.
“Ada apa?” tanya penjaga gerbang.
“Aku ingin bertemu dengan Raja.” jawab Yuri.
“Apa?” tanya penjaga tidak percaya. Ia melihat penampilan Yuri dari bawah sampai atas. “Untuk apa kau ingin bertemu dengannya?”
“Aku akan mengatakannya sendiri padanya setelah bertemu.” jawab Yuri. Ia berjalan untuk masuk, namun penjaga mendorongnya. Yuri memelintir lengan penjaga dengan berani.
“Ada apa ini?!” seru Mo Pal Mo, keluar bersama Onjo. “Apa yang kau lakukan?!” tanya Mo Pal Mo marah.
Yuri melepaskan penjaga itu.
“Dia ingin bertemu dengan Yang Mulia.” kata penjaga.
“Kenapa kau ingin bertemu dengan Yang Mulia?” tanya Mo Pal Mo, menoleh pada Yuri.
“Tolong berikan ini padanya.” Yuri mengeluarkan patahan belati yang dibungkus kain dan menyerahkannya pada Mo Pal Mo. “Jika melihat ini, ia akan tahu siapa aku.”

Mo Pal Mo masuk ke istana dan menemui Jumong.
“Seseorang memintaku memberikan ini padamu.” kata Mo Pal Mo, menyerahkan potongan belati yang terbungkus kain.
Jumong menerima bungkusan itu dan membukanya. Ia sangat terkejut ketika melihat potongan belati tersebut. “Dimana orang yang memberikan ini padamu?” tanyanya cepat.
“Dia ada diluar gerbang.” jawab Mo Pal Mo.
Jumong kemudian memerintahkan Hyeopbo untuk membawa Yuri masuk.

Hyeopbo keluar untuk menjemput Yuri.
“Kau?!” seru Hyeopbo. “Untuk apa kau kemari?!”
“Kau akan tahu setelah aku bertemu dengan Yang Mulia.” jawab Yuri.

Jumong mengambil sebuah peti kecil. Ia membuka peti tersebut dan mengambil pasangan potongan belati yang satunya. Ia mencocokkan belati itu. Ternyata memang pas.
Hyeopbo datang danmembawa Yuri masuk.
“Apakah kau yang membawa belati ini?” tanya Jumong. “Siapa namamu?”
“Namaku Yuri.” jawab Yuri tanpa ekspresi.
Hyeopbo dan Jumong terkejut dan shock.
“Siapa… nama ibumu?” tanya Jumong.
“Nama ibuku adalah Ye Soya.”
“Yang Mulia!” seru Hyeopbo senang.
Jumong bangkit dari duduknya. “Apakah kau benar-benar Yuri? Apakah kau Yuri?” tanyanya terharu.
“Apakah kau ayahku?” tanya Yuri dingin.
“Aku… aku ayahmu.” kata Jumong dengan mata berkaca-kaca, menunjuk dirinya. “Aku ayahmu.”
“Lalu kenapa kau mencampakkan kami?” tanya Yuri dengan nada tinggi. “Kenapa kau membiarkan kami hidup dalam penderitaan?”
Jumong menatap Yuri sedih.

sumber: princess-chocolates.blogspot.com

By andyfeby Dikirimkan di Jumong Dengan kaitkata

Jumong – Episode 76

Jumong dan rombongan disambut oleh Na Ru. Ia meminta Jumong dan yang lainnya meninggalkan senjata mereka.
“Lancang sekali kau!” seru Heyopbo marah.
“Yang Mulia sengaja datang ke BuYeo untuk menghadiri upacara penobatan!” kata Ma Ri menambahkan.
“Ini adalah aturan di BuYeo.” kata Na Ru. “Jika kalian tidak menaatinya, maka kalian tidak akan bisa masuk!”
“Tinggalkan senjata kalian.” perintah Jumong pada para pejabatnya.
Jumong masuk ke istana. Setelah saling menyapa, Jumong meminta izin menjenguk Geum Wa yang sedang sakit.

“Duduklah.” kata Geum Wa pada Jumong. “Kenapa kau kesini? Kenapa kau melakukan tindakan yang gegabah?”
“Aku tidak gegabah.” kata Jumong. “Aku datang kemari untuk mencari cara agar Goguryeo dan BuYeo bisa hidup berdampingan.”
“Hidup berdampingan?”
“Kau tahu sendiri bahwa Han adalah satu-satunya yang diuntungkan dengan pertikaian Goguryeo dan BuYeo.” ujar Jumong menjelaskan.
“Goguryeo dan BuYeo sudah berdamai selama lebih dari 10 tahun.” ujar Geum Wa. “Aku tahu bahwa alasan kenapa Goguryeo tidak menyerang BuYeo adalah karena keinginanmu.”
“Mulai saat ini, keinginanku saja tidak akan cukup untuk membina perdamaian.” kata Jumong. “Han menyamar menjadi prajurit BuYeo dan membunuh rombongan pedagang Goguryeo di OkJo Utara. Han berniat merusak perdamaian antara BuYeo dan Goguryeo.”
Geum Wa terdiam sesaat, kemudian berkata, “Sekarang, Dae So adalah Raja BuYeo. Dialah yang akan memutuskan.”
“Satu-satunya cara agar BuYeo bisa bertahan adalah bersekutu dengan Goguryeo. Tolong bujuk dia.”

Permaisuri Wan Ho tiba-tiba pingsan dan jatuh sakit. Dae So sangat panik dan cemas.
“Apa yang terjadi?” tanya Dae So pada tabib.
“Permaisuri dalam kondisi kritis, tapi aku tidak tahu kenapa.” jawab Tabib.
Dae So marah pada Tabib itu. “Cepat panggil Ma Oo Ryeong kemari!”

Moo Gul, Ma Ri dan para pejabat Jumong yang lain sangat khawatir dan tidak tenang Jumong tinggal di BuYeo. Mereka meminta izin menyiagakan Pasukan Besi di perbatasan BuYeo, tapi Jumong menolak.
“Semua klan dan negara sedang memperhatikan BuYeo.” kata Jumong. “Semua orang tahu bahwa aku datang untuk menolong BuYeo. Dae So tidak akan bisa mencelakaiku tanpa alasan yang jelas.”

Biryu meminta penjelasan pada Jumong kenapa Jumong datang ke BuYeo. “Bukan BuYeo adalah musuh Goguryeo?” tanyanya.
“Aku tumbuh di BuYeo.” Jumong menjelaskan. “BuYeo adalah tempat dimana cita-cita membangun Goguyeo tumbuh. Munsuh Goguryeo bukan BuYeo, melainkan Han.”
Biryu diam. “Ayah, aku ingin meminta izin.” katanya. “BuYeo akan mengadakan turnamen untuk merayakan penobatan. Tolong beri aku kesempatan untuk ikut dan menguji latihanku selama ini.”
“Lakukanlah.” kata Jumong setuju.
“Aku akan berusaha keras.” janji Biryu.

Ibu Du Bong memberi tahu Ye Soya bahwa utusan dari berbagai negara datang ke BuYeo untuk menghadiri upacara penobatan. “Bahkan Raja Goguryeo juga ada disini.” katanya.
“Raja Jumong dari Goguryeo ada disini?” tanya Ye Soya terkejut.
“Benar!” kata Ibu Du Bong. “Raja Jumong mulanya adalah Pangeran BuYeo!”

“Siapa namamu?” tanya pengawal pada Yuri saat Yuri ingin mendaftar turnamen.
Yuri berpikir sejenak. “Namaku Sang Chun.” jawabnya berbohong.
Pengawal memberikan sebuah papan pada Yuri. Ia berbalik hendak pergi, namun tiba-tiba Biryu datang. Yuri mengingat Biryu ketika ia menyerangnya di OkJo Utara. Yuri memalingkan wajahnya.

Ma Oo Ryeong memeriksa Wan Ho.Ia melaporkan pada Dae So bahwa Wan Ho sakit karena keberadaan Jumong menekan energi BuYeo. Jumong membawa energi gelap di BuYeo.
“Maksudmu, Ibuku akan sakit selama Jumong ada di sini?” tanya Dae So.
“Aku akan mendoakan Permaisuri, tapi aku tidak bisa menjanjikan apapun.” kata Ma Oo Ryeong.

Young Po sangat cemas dan ketakutan akan keberadaan Jumong di BuYeo. Jika Goguryeo dan BuYeo bersekutu, maka hal tersebut akan membahayakan dirinya.
Young Po bergegas menjemput utusan Han yang sedang berada dalam perjalanan.
Hwang tiba di BuYeo. Ia menemui Dae So dan menyerahkan surat dari Kaisar Han.
“Kudengar Jumong ada di BuYeo.” kata Hwang. “Apa yang akan kaulakukan.”
“Bukan aku yang memutuskan.” ujar Dae So. “Aku belum menjadi Raja.”
“Tapi kau akan menjadi Raja.” kata Hwang. “Kudengar, kaulah yang harus memutuskan. Jika BuYeo dan Goguryeo bersekutu, kau akan berperang melawan Han. Tapi jika kau bergabung dengan Han, maka Han akan menjadi sekutu dan akan mendukungmu. Pilihlah dengan bijaksana.”

Penyisihan urnamen BuYeo dimulai.
Biryu melihat Yuri. “Itu..”
“Apa kau mengenalnya?” tanya Oyi.
“Dia adalah orang yang menyerangku di OkJo Utara.” kata Biryu.
“Jika benar, kita harus membunuhnya.” ujar Moo Gul.
“Sekarang kita ada di BuYeo.” kata Biryu melarang. “Jangan membuat keributan.”
Yuri bertarung melawan salah satu petarung dan berhasil memenangkan pertarungan.
Biryu berjalan mendekati Yuri. Yuri membungkukkan tubuhnya untuk memberi hormat.
“Apa kau mengenaliku?” tanya Biryu. “Kau menyerangku di OkJo Utara, tapi sekarang keadaannya berbeda. Jangan kalah di tengah turnamen. Aku ingin bertemu denganmu di final.”
Yuri diam.
Du Bong dan seorang sahabat Yuri berlari mendekatinya ketika Biryu sudah pergi.
“Yuri, apakah kau akan baik-baik saja?” tanya Du Bong.
“Jika mereka ingin, mereka pasti sudah melakukan sesuatu padaku.” kata Yuri. “Jangan cemas.”
“Kau harus mengalahkan 3 orang lagi agar bisa mencapai final.” kata sahabat Yuri yang satunya.

Pertarungan demi pertarungan dilewati Yuri dan Biryu dengan mudah. Akhirnya dua orang yang lolos ke final diperoleh. ‘Sang Chun’ a.k.a Yuri versus Biryu.

“Ibu!” panggil Du Bong berlari-lari. “Yuri berhasil masuk ke final.”
Ibu Du Bong dan Ye Soya tersenyum senang.
“Yuri akan bertarung di depan anggota kerajaan.” kata sahabat Yuri.
“Lawanku adalah Pangeran BiRyu dan Goguryeo.” kata Yuri. “Aku sangat berharap bisa menang dan melakukan apa yang ibu perintahkan.”
Ekspresi wajah Ye Soya berubah menjadi khawatir.

Hari penobatan Dae So sebagai Raja BuYeo dan Seol Ran sebagai Permaisuri.
Young Po terlihat sangat marah dan kesal.
Ibu Du Bong mengajak Ye Soya datang ke istana untuk menonton Yuri.

“Mau ditaruh dimana mukaku jika Pangeran Biryu menang?!” tanya Dae So marah pada Na Ru. Tidak satupun prajurit BuYeo yang lolos turnamen.
“Lawan Pangeran Biryu adalah warga BuYeo.” kata Na Ru. “Ia tidak akan kalah, jangan khawatir.”
“Jika ia kalah, maka kau yang akan kusalahkan!” seru Dae So.

Pertarungan final dimulai. Biryu bertarung melawan Yuri.
Ye Soya menonton mereka dari jauh. Diam-diam, Ye Soya menatap Jumong dan menangis.
Jumong tersenyum melihat putranya bertarung dengan baik. Tiba-tiba, mata Jumong berhenti ke arah Ye Soya. Jumong sangat terkejut. Benarkah itu Ye Soya?
Ye Soya tersenyum melihat putranya. Begitu ia menyadari kalau Jumong sedang menatap ke arahnya, Ye Soya bergegas berjalan pergi.
“Oyi, aku melihat Ye Soya dikeramaian.” kata Jumong shock. “Cepat temukan dia.”
Jumong mencari-cari Ye Soya, namun Ye Soya sudah menghilang.
Hyeopbo dan Oyi berjalan ke arah menonton ramai. Ye Soya sudah tidak ada.

Yuri memukul tongkat Biryu, kemudian menendang Biryu hingga jatuh. Yuri menang.
Dae So tertawa senang.
Hwang bertepuk tangan, kemudian menoleh ke arah Jumong. Jumong kelihatan sangat sedih. Tapi bukan sedih karena Biryu kalah, melainkan karena Ye Soya. Jumong bahkan tidak memperhatikan jalannya pertarungan.

“Maafkan aku.” kata Biryu pada Jumong setelah kekalahannya.
“Kau sudah berusaha keras.” kata Jumong menghibur. “Beristirahatlah.”
Ya,” jawab Biryu seraya berjalan pergi.
Oyi dan Hyeopbo tiba.
“Apakah kau menemukannya?” tanya Jumong penuh harap.
“Tidak.” jawab Hyeopbo. “Mungkin Yang Mulia salah?”
Jumong diam, kecewa.

Dae So sangat senang salah satu dari warganya memenangkan pertarungan. Ia mengajak Yuri minum bersama.
“Kemenanganmu membawa keebanggaan untuk BuYeo.” kata Dae So. “Bagus sekali.” Dae So berpaling pada Na Ru. “Biarkan dia berlatih sebagai Pengawal Istana.”
“Ya, Yang Mulia.” jawab Na Ru.
“Sekarang kita akan bertemu dengan Jumong untuk berunding.” ujar Dae So.

“Aku sudah merencanakan akan membangun kembali BuYeo tanpa persekutuan dengan Goguryeo.” kata Dae So pada Jumong.
“Lalu, apakah kau akan bersekutu dengan Han?” tanya Jumong.
“Ya, jika itu menguntungkan bagi BuYeo.” jawab Dae So.
“Aku tidak punya pilihan lain selain menyerang BuYeo jika kau bersekutu dengan Han.” kata Jumong. “Itu artinya, kau akan menyebabkan rakyatmu mati segera setelah kau menduduki tahta.”
“Apakah kau mengancamku?!” seru Dae So marah.
“Pikirkanlah baik-baik pilihan mana yang akan membawa keuntungan bagi Buye dan yang rakyatmu inginkan.” ujar Jumong. “BuYeo telah membunuh ayah dan ibuku. Tapi aku justru ingin bersekutu dengan BuYeo. Aku membuang semua dendam dan kemarahanku untuk mengalahkan Han. Dan aku ingin BuYeo bergabung denganku.”
Dae So terdiam dan berpikir.

“Ibu, sekarang aku sudah menjadi pengawal istana.” kata Yuri. “Aku bisa pergi ke tempat manapun di istana. Katakan apa yang harus kucari.”
Ye Soya tersenyum. “Di istana, di kediaman selir Raja Geum Wa.” kata Ye Soya. “Barang bukti yang kau butuhkan disembunyikan di bawah pilar.”
“Bukti apa itu?”
“Sebuah belati yang rusak.” jawab Ye Soya.
“Siapa yang memberikan belati rusak itu padamu?” tanya Yuri penasaran. Ye Soya berjanji akan menceritakan segalanya setelah Yuri berhasil menemukan belati tersebut.

Yuri berjalan di sekitar istana.
“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Biryu.
Yuri menoleh. “Aku tersesat.” jawab Yuri. “Aku orang baru disini.”
“Aku ingin menanyakan sesuatu padamu.” kata Biryu. “Kenapa kau membiarkan aku hidup saat di OkJo Utara?”
“Aku tidak tahu.” jawab Yuri.
“Kau tidak tahu?” tanya Biryu. “Aku suka caramu bertarung. Sangat sulit mempertahankan diri saat melawanmu karena kau tidak bertarung secara teratur. Aku mengakui kekalahanku, tapi aku tidak akan kalah lagi lain kali.”

Malam itu, Dae So berunding bersama Gubernur Liaodong. Dae So belum mengambil keputusan.
Di lain pihak, Jumong mengajak Ma Ri dan yang lainnya ke Gunung Chun Mo, tempat Hae Mo Su meninggal dunia.

“Aku punya tugas penting untukmu.” kata Na Ru, memanggil Yuri ke hadapannya. “Wakil Goguryeo akan meninggalkan istana dan mengunjungi Gunung Chun Mo. Ikuti mereka diam-diam dan laporkan padaku apa yang Raja Jumong lakukan. Kau mengerti?”
“Ya.” jawab Yuri.

Keesokkan harinya, Jumong dan yang lainnya berangkat ke Gunung Chun Mo. Young Po dan Hwang merencanakan pembunuhan terhadap mereka.
“Itu Gunung Chun Mo.” tunjuk Hyeopbo pada Biryu.
Jumong berdoa dan bersujud di atas tebing tempat jenazah Hae Mo Su dulu diletakkan. Yuri mengawasi mereka diam-diam dari jauh.

Oyi menemukan Yuri dan mengarahkan pedang padanya. Ia mendorong Yuri menemui Jumong.
“Dia mengikuti kita.” kata Oyi.
“Apakah kau dikirim oleh Pangeran Dae So?” tanya Jumong.
“Itu artinya, Pangeran Dae So merencanakan sesuatu.” kata Moo Gul.
“Bunuh dia dan kita kembali ke Goguryeo.” ujar Ma Ri.
“Pergilah.” ujar Jumong pada Yuri.
“Yang Mulia!” seru Oyi protes.
“Dia mengikuti kita seorang diri.” kata Biryu. “Dia tidak akan bisa mencelakai kita. Jika Raja Dae So ingin mencelakai ayah, maka ia akan mengirim banyak pasukan.”
Yuri terdiam.
“Pergilah.” kata Jumong padanya. Tanpa mengatakan apa-apa, Yuri berjalan pergi.

Di tengah hutan, Yuri melihat banyak orang mengenakan pakaian hitam berlari menuju Gunung Chun Mo. Yuri bergegas kembali ke Gunung Chun Mo untuk memperingatkan Jumong. Namun terlambat. Para pembunuh berpakaian hitam itu sudah bersembunyi dan menyergap Jumong.
Yuri menarik keluar pedangnya dan bertarung membantu Jumong.

sumber: princess-chocolates.blogspot.com

By andyfeby Dikirimkan di Jumong Dengan kaitkata

Jumong – Episode 75

Manajer Chang ditangkap dan seluruh barang-barangnya disita oleh karena ketahuan melakukan penyelundupan.
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Du Bong. “Manajer Chang pasti akan melaporkan kita!”
“Kita harus segera pergi dari sini!” kata teman Yuri yang satunya.
Yuri dan kedua kawannya berlari ke kedai. Du Bong meminta ibunya (si Nyonya Kedai) agar mengemasi barang-barangnya.
“Ada apa?” tanya Ye Soya pada Yuri.
“Kita harus pergi dari sini.” jawab Yuri.
“Kenapa kita harus pergi?” tanya Ye Soya.
“Aku akan menceritakannya nanti.” kata Yuri.
“Aku sudah hidup disini lebih dari 10 tahun.” kata Ye Soya. “Kemana kita bisa pergi?”
“Ini darurat.” bujuk Yuri.
“Apa kau melarikan diri karena melakukan kejahatan?” tanya Ye Soya.
“Ya.” jawab Yuri jujur. “Maafkan aku.”
“Jika kau melakukan kesalahan, maka kau harus dihukum.” kata Ye Soya marah.
“Ibu.” Yuri berlutut di depan Ye Soya. “Aku melakukan itu bukan demi nyawaku. Aku tidak ingin ibu menderita karena aku. Tolong dengarkan aku, Ibu.”

Rupanya Oyi, Moo Gul dan Muk Guk-lah yang telah memerintahkan prajurit untuk menangkap Manajer Chang.
Prajurit itu menyiksa Manajer Chang agar mengaku siapa yang menyuruhnya menyamar menjadi Prajurit BuYeo. Namun Manajer Chang tidak mau mengaku.

Jumong termenung sendirian di ruangannya. Ia teringat pertemuannya dengan Ye Soya di Kuil Ramalan beberapa tahun yang lalu.

Yuri, Ye Soya dan yang lainnya mencoba melarikan diri dari pencarian Oyi dan prajuritnya.
Ketika Oyi sampai di rumah mereka, Yuri dan Ye Soya sudah tidak ada.

Jumong murung dan sedih berhari-hari. So Seo No melihatnya dari jauh.
So Seo No memanggil Hyeopbo untuk bertanya mengenai Jumong. “Tolong katakan padaku, ada apa dengan Yang Mulia?”
Hyeopbo ragu.
“Ia kelihatan sangat sedih.” kata So Seo No. “Ada apa?”
“Yang Mulia memang selalu banyak pikiran.” ujar Hyeopbo. “Dia berusaha mencari tahu cara untuk menaklukkan OkJo Utara tanpa pertumpahan darah. Tolong jangan khawatir, Permaisuri.”
“Baiklah. Kau boleh pergi.”

Oyi tiba lagi di Goguryeo.
“Apa yang dikatakan Raja OkJo?” tanya Jumong.
“Ia mengatakan, suatu kehormatan bisa bersekutu dengan Goguryeo.” jawab Oyi.
Jumong terdiam sesaat. “Apakah kau… menemukan mereka?” tanyanya.
“Maafkan aku, Yang Mulia.” ujar Oyi menyesal. “Kami sudah mencari di seluruh perbatasan, tapi tidak bisa menemukan mereka.”
Jumong kecewa.
“Yang Mulia, sekarang kita tahu bahwa ia masih hidup.” kata Oyi. “Aku pasti akan menemukan mereka. Jangan khawatir.”
Jumong meminta Oyi beristirahat. Setelah Oyi pergi, Jumong bangkit dan mengambil sepatu Yuri kecil. Ia memandang sepatu itu dengan sedih.

Jumong ingin melihat kedua putra tirinya.
Di Goguryeo, kemampuan bela diri Pangeran Biryu terkenal sangat hebat. Kemampuannya bisa disetarakan dengan Bu Beo No. Ia berusaha keras agar menjadi calon penerus tahta yang diakui oleh Goguryeo.

Di lain pihak, Onjo memiliki kemampuan dan minat dalam bidang pandai besi. Ia sangat bersemangat bekerja di bengkel dengan Mo Pal Mo sebagai gurunya. Jumong berpesan pada Mo Pal Mo untuk mengajari Onjo merebut hati orang-orang.
Setelah Jumong pergi, Mo Pal Mo memperlihatkan ekspresi sedihnya. “Ia pasti sangat merindukan Yuri dan ingin bertemu dengannya.” kata Mo Pal Mo, menggeleng-geleng sedih. “Hanya dengan melihatnya saja, aku sudah bisa membaca isi hatinya.”

Perbuatan Young Po malah membuat OkJo Utara dan Goguryeo bersekutu. Ia marah besar mendengarnya.
“Mereka tidak mengetahui bahwa kita yang melakukannya, bukan?” tanya Young Po pada Ma Jin.
“Manajer Chang juga tidak tahu siapa kita.” kata Ma Jin.
“Aku membuang semua uangku dengan sia-sia!” seru Young Po kesal.

Hwang berkunjung ke BuYeo untuk berunding dengan Geum Wa. Namun karena Geum Wa sakit. ia bicara dengan Dae So. Hwang mengajak BuYeo bersekutu lagi dengan Han, tapi Dae So menolak mentah-mentah dan menyuruh mereka pergi.

Kesehatan Geum Wa sudah lebih baik daripada sebelumnya. Ia bahkan sudah bisa hadir dalam pertemuan pejabat istana.
“Aku punya sebuah pengumuman.” katanya. “Aku ingin menyerahkan tahta pada Dae So.”
Semua pejabat menoleh terkejut.
“Perdana Menteri, siapkan upacara penobatan dan umumkan pada masyarakat.” tambah Geum Wa.
“Yang Mulia, bagaimana bisa aku menggantikanm disaat kau masih hidup?” tanya Dae So. “Tolong dipertimbangkan lagi.”
“Kau sudah melakukan apapun untuk mendapat tahta ini.” ujar Geum Wa. “Laksanakan perintahku.”

Begitu Jumong mendengar bahwa Geum Wa menyerahkan tahta pada Dae So. Ia meminta para pejabatnya untuk berkumpul. Selama ini, Goguryeo dan BuYeo membina hubungan damai karena Jumong dan Raja Geum Wa. Namun keadaannya akan berbeda jika Dae So yang memimpin BuYeo.
Para pejabat menyarankan pada Jumong agar segera menyerang BuYeo. Saat ini, BuYeo belum bersekutu dengan Han, maka ini adalah saat yang tepat sebelum semuanya terlambat. Jumong menampung saran para pejabatnya.

Yuri, kedua sahabatnya, Ye Soya, dan Nyonya Kedai melakukan perjalanan dan beristirahat di tengah hutan. Nyonya Kedai menarik putranya dan memarahinya.
“Ini semua terjadi karena kau berhubungan dengan bajingan kecil itu, Yuri.” kata Nyonya Kedai. Tanpa mereka ketahui, Yuri mendengar pembicaraan itu. “Jangan berhubungan dengan orang seperti dia lagi!”
“Yuri masih muda, tapi ia sangat pintar.” kata Du Bong membela.
Yuri menarik napas dalam. Ia berjalan dan memberi minum pada ibunya. “Aku melakukan itu agar kehidupanmu lebih baik.” kata Yuri pada Ye Soya. “Maafkan aku karena membuatmu menderita seperti ini.”
Ye Soya tersenyum.
“Ibu, kenapa aku tidak punya ayah?” tanya Yuri.”Kau tidak pernah bercerita tentang dia. Orang seperi apa ayah?”
“Aku akan menceritakan padamu jika aku sudah siap.” jawab Ye Soya. “Tolong jangan bicarakan dia lagi.”
Yuri diam.
“Kemana kita akan pergi?” tanya Ye Soya.
“Aku belum memutuskan.” jawab Yuri.
“Ayo pergi ke BuYeo.”
“Apa ada alasan kenapa ibu ingin kesana?” tanya Yuri.
“Aku ingin menemukan sesuatu yang penting di BuYeo.” jawab Ye Soya.

Jumong duduk diam di ruangannya. So Seo No datang menemuinya.
“Jangan terlalu dipikirkan apa yang dikatakan para pejabat.” kata So Seo No menenangkan. “Aku tahu bagaimana perasaanmu pada BuYeo.”
“Istriku, aku ingin menghadiri upacara penobatan di BuYeo.” kata Jumong.
“Itu terlalu berbahaya.” kata So Seo No melarang. “Tolong pikirkan lagi.”
“Disana ada banyak utusan dan perwakilan.” ujar Jumong. “Mereka tidak akan mencelakai perwakilan Goguryeo. Jangan khawatir.”

Wan Ho sangat lega dan senang karena Dae So akhirnya diangkat menjadi Raja. Ia meminta Dae So mengalahkan Goguryeo untuk membalaskan kesedihan dan penderitaannya selama ini. Dae So diam saja.

Dilain pihak, Ma Oo Ryeong cemas karena mendengar desas-desus bahwa Kuil Ramalan akan ditutup begitu Dae So menjadi Raja. Ia menemui Seol Ran untuk memohon bantuan. Seol Ran tersenyum licik.

Yuri dan kedua sahabatnya berjalan di kota BuYeo. Di dinding gerbang istana, mereka membaca sebuah pengumuman mengenai turnamen untuk merayakan hari penobatan.
“Siapapun yang menang akan mendapat hadiah dari Raja.”
“Yuri, ini hebat!” kata Du Bong. “Aku yakin kau akan menang!”
Yuri berpikir.

Kesehatan Ye Soya makin memburuk. Ketika ia datang sambil membawa tumpukan kayu bakar, Ye Soya tiba-tiba batuk-batuk hingga terjatuh. Batuknya mengeluarkan darah.
Ibu Du Bong berseru cemas.
“Ibu!” Yuri berteriak cemas ketika melihat ibunya. Yuri membawa Ye Soya ke dalam rumah dan membaringkannya di ranjang. Yuri sangat ketakutan dan sedih.

Jumong mengumumkan pada para pejabatnya bahwa ia akan datang ke BuYeo. Para pejabatnya menolak dan melarang keras, namun Jumong bersikeras.
“Aku ingin bicara dengan Pangeran Dae So dan menghentikan BuYeo menjalin persekutuan denan Han.” kata Jumong memberi penjelasan. “Aku ingin membujuk mereka bersekutu dengan Goguryeo. Jika Goguryeo dan BuYeo bisa mengalahkan Han bersama, maka kita bisa mewujudkan cita-cita kita. Percayalah padaku.”
Para pejabat terdiam.
“Yang Mulia, aku akan menemanimu.” kata Biryu.
Jumong setuju.

Yuri membawakan obat untuk Ye Soya.
“Yuri, apakah kau merindukan ayahmu?” tanya Ye Soya.
“Aku belum pernah bertemu dengannya sebelumnya.” jawab Yuri. “Aku bahkan tidak tahu wajahnya. Tapi, aku ingin tahu orang seperti apa dia.”
“Ayahmu masih hidup.” kata Ye Soya.
Yuri terkejut. “Apa? Dimana dia?”
“Jika kau ingin bertemu ayahmu, kau harus punya barang bukti.” kata Ye Soya.
“Dimana bukti itu?” tanya Yuri cepat.
“Ada di dalam Istana BuYeo.”
“Kalau begitu, apa aku ada hubungannya dengan Istana BuYeo?” tanya Yuri penasaran.
“Aku akan mengatakannya setelah kau menemukan bukti itu.”
Yuri akhirnya memutuskan untuk mengikuti turnamen BuYeo agar bisa masuk ke istana.

Para utusan dan perwakilan dari berbagai klan dan negara mulai berdatangan di BuYeo. Perdana Menteri dan para pejabat menyambut mereka dengan hangat.
Mendadak seorang prajurit masuk dan berbisik di telinga Perdana Menteri. Perdana Menteri terkejut dan melapor ada Dae So.
“Perwakilan Goguryeo sedang menuju ke BuYeo.” lapor Perdana Menteri. “Secara resmi, Jumong datang dan membawa beberapa pejabatnya. Aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya.”
Dae So sangat terkejut. “Sambut mereka dengan hormat.” ujar Dae So.

Jumong dan rombongannya berjalan melewati kota BuYeo menuju istana. Yuri melihatnya dari jauh.

sumber: princess-chocolates.blogspot.com

By andyfeby Dikirimkan di Jumong Dengan kaitkata

Jumong – Episode 74

15 tahun kemudian
Di tengah malam buta, sekelompok orang berjalan perlahan seraya mendorong gerobak. Mereka menunggu diam disuatu tempat.
“Mereka datang.” ujar seorang pria berbisik.
Sekelompok orang yang lain muncul. Wakil dari kedua kelompok bertukar papan nama.
“Aku ingin melihat barangnya.” kata wakil kelompok kedua, yang merupakan pembeli.
Kelompok pertama membawa satu karung garam. “Dua puluh karung.”
“30 koin per karung.” kata pembeli.
“30 koin?! Sebelumnya kau bilang 50!” seru wakil kelompok penjual.
“Prajurit OkJo utara akan segera melakukan patroli di daerah ini.” kata pembeli. “Kurasa kau harus menjual barang ini secepatnya.”
Wakil kelompok penjual terdiam.
“Lupakan saja.” kata seorang pemuda kelompok penjual dengan tenang. “Perdagangan ini batal.”
Pembeli terkejut, namun berusaha menutupinya. “Kaulah yang akan rugi jika perdagangan batal. Bukankah begitu?” tanyanya.
“Jual saja.” bisik wakil kelompok penjual pada si pemuda.
“Kita harus menyelesaikan ini dengan cepat dan peri dari sini.” bisik penjual yang lain.
“Mundur.” kata pemuda itu tenang. Kedua temannya itu mundur dengan patuh. Si pemuda menatap pembeli dengan tajam. “Aku tidak bisa menjual barang padamu dengan harga itu.” katanya. Ia berpaling pada teman-temannya. “Jangan hanya berdiri disana! Cepat kita pergi!”
“Ya!” kata kelompok penjual.
Si pembeli diam sejenak, kemudian memerintahkan anak buahnya untuk menyerang kelompok penjual. Pertarungan terjadi. Ilmu bela diri kelompok penjual tidak terlalu buruk. Si pemuda diserang oleh dua orang pria dan terpojok dekat gerobak. Seorang pria lain naik ke gerobak dan ingin menusuk pemuda itu.
“Yuri!” teriak temannya memperingatkan.
Pemuda itu ternyata adalah Yuri, putra kandung Ye Soya dan Jumong.
Ia menendang kedua pria dan mengelak dari serangan pria ketiga. Yuri berhasil mengalahkan mereka.
“Berhenti!” seru pembeli cemas melihat anak buahnya dikalahkan. “Aku setuju!”
Yuri berhenti bertarung dan tersenyum.

Ye Soya bekerja sebagai pelayan di sebuah kedai. Kesehatannya sangat buruk. Batuknya mengeluarkan darah.
“Apa yang terjadi?” tanya Nyonya Kedai cemas. “Sejak kapan kau mulai sakit?”
“Tidak apa-apa.” kata Ye Soya, menyembunyikan sapu tangannya yang terkena darah.
“Kau berdarah!” seru Nyonya Kedai cemas.
“Tolong jangan katakan pada Yuri.” ujar Ye Soya.

Yuri bekerja sebagai penyelundup barang. Ia menjual barang selundupannya pada orang-orang. Yuri seorang pemuda yang cerdas, tenang, berani dan pandai berunding.
“Kenapa kau tidak bekerja penuh pada kami?” tanya pembeli barang selundupan Yuri. “Aku akan menjadikanmu manajer dagang. Bagaimana menurutmu?”
“Aku tidak mau.” jawab Yuri singkat.
“Aku menawarkan posisi penting di kelompokku.” kata pembeli.
“Aku tidak mau bekerja dibawah seseorang.” kata Yuri tenang, tanpa ekspresi.
“Lancang!” seru anak buah si pembeli.
Pembeli menyuruh anak buahnya diam. Ia tersenyum pada Yuri. “Baiklah, tapi beritahu aku bila kau berubah pikiran.”
Yuri tidak mengatakan apa-apa dan berjalan keluar dari ruangan itu.

Yuri memiliki dua orang sahabat, sekaligus menjadi anak buah Yuri.
Yuri menyerahkan kantong uang pada kedua sahabatnya. “Berikan ini pada yang lainnya dan belilah arak.” katanya.
“Aku senang kami mengangkatmu menjadi pemimpin walaupun kau lebih muda dari kami.” kata teman Yuri. “Jika tidak, Du Bong dan aku akan menjadi pengangguran.”
Yuri tersenyum.

Di kedai, Ye Soya diganggu oleh pelanggan yang mabuk. Nyonya kedai melindungi Ye Soya.
“Jika kau bersedia menghabiskan malam bersamaku, aku akan memberimu 10 koin perunggu!” kata pelanggan mabuk.
Pelanggan itu mendorong Nyonya kedai dan menarik Ye Soya dengan paksa.
“Lepaskan aku!” teriak Ye Soya.
Tiba-tiba Yuri datang dan memelintir lengan si pelanggan. Ia menendang pelanggan itu sampai terlempar jatuh.
“Hentikan!” seru teman Yuri, berusaha menghentikan Yuri yang mencoba menghajar si pelanggan.
“Dasar Bajingan Tua!” seru Nyonya Kedai marah pada pelanggan itu.
Ye Soya hendak membantu Nyonya kedai membereskan meja, namun Nyonya Kedai melarang. “Sudah, sudah, tidak perlu.” katanya. “Yuri, bawa ibumu pulang.”
Yuri menarik Ye Soya dan mengajaknya pulang. Aku nangis waktu nonton adegan ini. Menderita banget Ye Soya dan Yuri.

“Kau harus berhenti bekerja.” kata Yuri sedih, berjalan melewati pasar bersama ibunya.
Ye Soya hanya diam dan tersenyum.
“Ibu!” bujuk Yuri.
“Aku harus bekerja jika aku ingin membeli lebih banyak buku.” kata Ye Soya, tersenyum menenangkan putranya. “Bagian terbaik dari hari-hariku adalah saat aku mendengarmu membaca.”
Yuri mengeluarkan obat dari kantongnya.
“Darimana kau mendapat uang untuk membeli obat?” tanya Ye Soya. “Apa kau bergaul lagi dengan orang-orang kasar itu?”
Yuri diam.
“Kudengar kau melakukan pekerjaan aneh untuk Manajer Chang.” ujar Ye Soya cemas. “Ternyata itu benar. Yuri, kau…”
“Apa gunanya belajar?” tanya Yuri. “Kau hanya semakin sakit jika aku belajar. Aku akan melakukan apapun untuk mendapatkan uang agar kau bisa terus hidup.”
“Yuri..”
“Ayo.” ajak Yuri.

Di Goguryeo.
“Yang Mulia, Kepala Jenderal sudah kembali dari Heng In.” kata Ma Ri melapor pada Jumong.
Jumong keluar untuk menyambut Jenderal dan pasukannya.
“Aku kembali setelah menyelesaikan perintah untuk mengambil alih Heng In.” kata Oyi.

Di bengkel pandai besi, Onjo membuat sebuah pedang. Ia memanggil Mo Pal Mo untuk menunjukkan pedang buatannya. “Guru!” panggilnya.
Mo Pal Mo datang dan memukulkan pedang buatan Onjo ke besi. Pedang patah menjadi dua.
Onjo kecewa.
Mo Pal Mo tertawa. “Jangan kecewa.” katanya menghibur. “Aku membuat banyak sekali pedang sebelum berhasil membuat pedang bajaku yang pertama.”
“Pangeran, apa yang kau lakukan disini?” tanya Gye Pil.
“Aku sudah meminta izin dari ayah.” kata Onjo.
“Ada apa?” tanya Mo Pal Mo.
“Akan diadakan perjamuan diistana untuk merayakan kemenangan kita atas Heng In.” ujar Gye Pil. “Ayo kita pergi.”

Pihak istana Goguryeo makan-makan dan minum-minun bersama untuk merayakan kemenangan mereka. (miris banget lihatnya. Yuri & Ye Soya buat makan aja susah)
“Yang Mulia, markas kita di Eu Pru terus-menerus diserang oleh OkJo Utara.” kata Sayong. “Kita harus menaklukkan mereka.”
“Aku setuju.” ujar Jae Sa. “Jika kita tidak menaklukkan OkJo Utara, kita tidak akan bisa melakukan perdagangan yang stabil dengan wilayah selatan.”
“Aku sedang memikirkan cara untuk menaklukkan OkJo Utara tanpa perang.” kata Jumong. “Pertama, aku akan mengirim rombongan pedagang ke OkJo Utara.”
“Ayah, kirim aku ke OkJo Utara.” Biryu tiba-tiba masuk ke ruangan. “Aku akan memimpin rombongan pedagang dan mencari cara menaklukkan OkJo Utara tanpa perang.”
“Tidak.” tolak So Seo No. “Kau belum berpengalaman. Masalah ini menyangkut masa depan kita.” Ma Ri setuju dengan So Seo No.
Biryu mencoba meyakinkan. Akhirnya Jumong setuju mengirim Biryu ke OkJo Utara.
Mulanya So Seo No tidak setuju, tapi akhirnya ia setuju mengirim Biryu agar Biryu bisa membuktikan diri pada Jumong dan para pejabat lain bahwa ia pantas menjadi penerus tahta.

Ye Soya duduk diam di ranjangnya, menangis. Ia teringat hari saat ia melihat Jumong menikah dengan So Seo No. Sudah lima belas tahun, namun kejadian itu masih jelas terpatri di pikirannya.

Hwang Ja Kyung menjadi Gubernur Yo Dong. Young Po dan Ma Jin masih berada disisinya.
Hwang sangat marah ketika mengetahui bahwa Goguryeo berhasil mengambil alih Heng In.
“Karena sekarang Jumong sudah menguasai Heng In, maka ia akan mencoba menaklukkan OkJo Utara.” kata Young Po.
“OkJo?” tanya Hwang. “Kita harus mengirim pasukan ke OkJo Utara.”
“Kita tidak perlu melakukannya.” kata Young Po. “Kita masih bisa menahan Gogureo tanpa pasukan. Berkat kau, sekarang aku menjadi pedagang besar di Han. Kini saatnya aku membayar kebaikanmu. Serahkan saja padaku.”
Young Po memutuskan untuk membawa semua harta kekayaannya dan kembali ke BuYeo.

Geum Wa sakit keras. Tabib ragu Geum Wa bisa pulih kembali.
Young Po sudah tiba di BuYeo. Wan Ho menyambut putranya itu dengan senang dan haru.
“Kau hampir menjadi warga Han!” seru Dae So. “Apa yang kau lakukan disini?”
“Kakak, lama tidak bertemu.” kata Young Po, tersenyum.
“Untuk apa kau datang ke BuYeo?” tanya Dae So dingin.
“Aku datang untuk membantu BuYeo menyelesaikan masalah.” jawab Young Po.
Setelah bertemu dengan Wan Ho dan Dae So, Young Po menjenguk Geum Wa.
“Ayah, kenapa kau bisa sakit seperti ini?” tanya Young Po.
Geum Wa tersenyum .”Kudengar kau menjadi pedagang besar di Han.”
“Ya.” jawab Young Po. “Aku akan menyelesaikan masalah BuYeo dengan kekayaan yang kubawa dari Han. Ayah, cepatlah sembuh.”

Young Po menawarkan bantuan pada Dae So menggunakan kekayaan yang diperolehnya dari Han. Dae So menolak mentah-mentah.

“Kenapa kau bekerja lagi?” tanya Yuri, melihat ibunya bekerja di kedai.
“Jangan khawatir.” kata Ye Soya, tersenyum menenangkan.
Tidak lama kemudian, seorang pria berseragam pengawal datang. “Manajer ingin bertemu denganmu.” katanya pada Yuri.
“Yuri.” panggil Ye Soya cemas.
“Jangan khawatir, Ibu.” Yuri berjalan mengikuti pengawal itu ke rumah Manajer Chang.
Manajer Chang menawarinya pekerjaan. “Aku punya pekerjaan yang akan menghasilkan banyak uang. Apa kau mau melakukannya?”
“Pekerjaan apa yang akan kulakukan?” tanya Yuri.
“Aku tidak bisa memberitahumu.” kata Manaher Chang. “Katakan saja kau mau atau tidak.”
“Aku akan melakukannya.” kata Yuri.

Manajer Chang membawa Yuri ke tengah hutan. Disana sudah ada beberapa orang yang menunggu, termasuk Young Po dan Ma Jin. Manajer Chang bicara sesuatu dengan Young Po. Yuri curiga.
Manajer Chang memerintahkan anak buahnya mengambil sebuah peti besar dari Young Po.
“Ada apa?” tanya Yuri.
“Kau tidak perlu tahu.” kata Manajer Chang. “Lakukan saja apa yang kuperintahkan.”
Anak buah Manajer Chang membuka peti itu. Ternyata peti tersebut berisi baju perang.
“Itu adalah seragam Pasukan BuYeo.” kata Manajer Chang. “Pakailah.”
Yuri bingung.

Malam itu, Yuri dan beberapa orang lain diperintahkan bersembunyi untuk menyergap rombongan pedagang yang lewat. Rombongan tersebut tidak lain adalah rombongan pedagang dari Goguryeo yang dipimpin Biryu, Sayong dan Chan Soo.
Peperangan terjadi. Yuri berhasil mengalahkan banyak orang dari rombongan tersebut.
Yuri bertarung melawan Biryu. Setelah beberapa saat bertarung, Yuri berhasil melukai lengan Biryu dan menjatuhkannya ditanah. Ketika Yuri hendak menusuk Biryu dengan pedangnya, Chan Soo menyelamatkan Biryu.

Biryu, Sayong dan Chan Soo kembali ke Goguryeo setelah mengalami kekalahan.
“Apa yang terjadi?” tanya Jumong.
“Maafkan aku.” ujar Biryu lemah.
“Aku bertanya, apa yang terjadi?!” bentak Jumong.
“Kami diserang oleh Prajurit BuYeo.” kata Sayong. “Mereka melakukan serangan mendadak dan menghabisi rombongan kami.”
Jumong dan So Seo No terkejut.

Para pejabat Goguryeo meminta Jumong agar mengizinkan mereka menyerang BuYeo.
“Aku tidak ingin berperang dengan BuYeo.” kata Jumong.
“Tapi jika BuYeo benar-benar menyerang pedagang kita, kita tidak bisa tinggal diam.” kata Ma Ri.
“Pikirkan baik-baik.” ujar Jumong. “Jika mereka memang ingin menyerang rombongan pedagang kita, kenapa mereka menggunakan seragam Pasukan BuYeo? Pasukan BuYeo tidak cukup kuat untuk melawan Goguryeo.”
“Maksudmu, ini adalah konspirasi?” tanya Ma Ri.
“Kepala Jenderal, pergilah ke perbatasan OkJo Utara dan cari tahu apa yang terjadi.” perintah Jumong pada Oyi.
“Ya, Yang Mulia.”

Young Po memberikan uang bayaran pada Manajer Chang. Ia sengaja mengadu domba BuYeo dan Goguryeo dengan tujuan untuk menjatuhkan Dae So dan menguasai BuYeo.

Oyi, Moo Gul dan Muk Guh memeriksa tempat kejadian penyergapan. Disana, mereka menemukan kepala panah yang biasa digunakan oleh Pasukan Han. Pasukan OkJo Utara bisa saja menyamar menjadi Pasukan BuYeo.
“Siapapun bisa mendapatkan kepala panah dari Han.” kata Muk Guh.
Oyi mengajak mereka memeriksa desa terdekat.

“Apakah kau pernah melihat Pasukan OkJo Utara akhir-akhir ini?” tanya Moo Gul, Oyi dan Muk Guh pada warga setempat. Jawabannya para warga sama. Tidak ada yang pernah melihat Pasukan OkJo beberapa waktu belakangan.
“Itu artinya, Han ada dibalik semua ini.” kata Moo Gul mengambil kesimpulan.
“Kita harus melapor pada Yang Mulia.” kata Oyi. Ia mengajak Moo Gul dan Muk Guh pergi.
Tiba-tiba, Oyi terdiam dan terkejut. Sekilas, ia melihat Ye Soya berjalan melewati mereka. Oyi bergegas berlari mengejar, namun Ye Soya sudah tidak ada.
“Ada apa?” tanya Moo Gul, mengejar Oyi. “Kakak!”
Oyi berlari mencari kemana-mana, tapi ia sudah kehilangan jejak Ye Soya.

Oyi kembali ke Goguryeo. Ia melapor pada Jumong bahwa orang-orang yang menyerang mereka bukanlah Pasukan BuYeo. “Kurasa Han yang melakukannya.” kata Oyi.
Jumong mengangguk. “Aku akan memberimu sebuah surat untuk dikirim pada Raja OkJo utara.”
“Ya, Yang Mulia.” Oyi bangkit dari duduknya dengan ragu. Ia hendak berjalan keluar, namun tiba-tiba berbalik lagi. “Yang Mulia.” panggilnya hati-hati.
“Ada apa?” tanya Jumong. “Katakan padaku.”
Oyi ragu dan terdiam sesaat. “Aku melihat Lady Ye Soya di desa dekat perbatasan OkJo.”
“Apa… yang kau katakan?” tanya Jumong shock.
“Aku tidak bicara dengannya karena ia menghilang ditengah keramaian.” kata Oyi. “Tapi aku yakin bahwa itu memang Lady Ye Soya.”
Jumong sangat terkejut.

sumber: princess-chocolates.blogspot.com

By andyfeby Dikirimkan di Jumong Dengan kaitkata

Jumong – Episode 73

Jumong memerintahkan Ma Ri, Jae Sa dan Sayong menyusun undang-undang negara.
“Kita juga harus menemukan orang-orang berbakat untuk memimpin negara ini.” saran So Seo No.
Oyi masuk ke ruangan. “Jenderal, Kepala Klan Mo Yeon datang dan ingin bertemu denganmu.” katanya.
Jumong keluar.
“Namaku Mak Pil, Kepala Klan Mo Yeon.” Mak Pil memperkenalkan diri. “Aku datang ingin memintamu untuk memasukkan klan Mo Yeon ke negara ini.”
“Tapi kalian sudah lama menjadi rakyat BuYeo.” kata Jumong. “Kelihatannya kalian datang ke Jolbon karean keadaan BuYeo sedang sulit. Jika kau meninggalkan keluargamu begitu mudah, maka kau juga akan meninggalkan Jolbon jika kondisi kami sedang sulit.”
“Kami memiliki stok makanan untuk kami sendiri.” kata Mak Pil. “Klan kami mulanya adalah bagian dari GoJoSeon. Kami datang karena kami mendengar bahwa kau memiliki semua benda keramat kami, Tangun. Akhirnya kami menemukan kembali akar kami. Kami tidak akan meninggalkan kalian disaat sulit.”
Jumong tersenyum. “Maafkan aku karena terlalu cepat mengambil kesimpulan.” katanya. Ia bersedia menerima klan Mo Yeon.

So Seo No teringat perkataan Sayong dan Chan Soo, yang menginginkan ia menjadi Ratu Goguryeo. Ia berpikir dalam-dalam seraya memandang istana yang dibangunnya.

Perpecahan internal terjadi. Pihak Jolbon bersikeras menginginkan So Seo No menjadi Ratu. Muk Guh mengetahui bahwa para Kepala Klan dan pemimpin Jolbon melakukan pertemuan tanpa sepengetahuan Jumong.
“Cari tahu kenapa mereka datang.” perintah Jae Sa pada Muk Guh.

Tabib suruhan Seol Ran mencampurkan racun di dalam obat Geum Wa. Racun tersebut berbentuk seperti obat sehingga tidak bisa dideteksi. Song Ju menyerahkan obat ini pada Geum Wa agar Geum Wa meminumnya.
Song Ju merasa curiga karena Seol Ran menemui tabib. Ia bergegas memanggil tabib istana.
“Apakah ada racun yang tidak bisa dideteksi?” tanya Song Ju.
“Mungkin racun bulu.” jawab Tabib Istana.
“Apakah kau memilikinya?” tanya Song Ju.
“Tidak.” jawab Tabib. “Kau bisa mendapatkannya jika pergi ke Han.”

Muk Guh memata-matai Yang Tak dan Chae Ryeong bicara dengan Song Yang. Malamnya, ia menyusup untuk mendengar pembicaraan mereka.
“Yang Tak, Kepala Klan Song Yang, dan Manajer Sayong melakukan pertemuan rahasia.” lapor Muk Guh pada Jae Sa dan Ma Ri.
“Untuk apa mereka melakukan itu?” tanya Jae Sa.
“Mereka membicarakan mengenai siapa yang akan menjadi Raja setelah kita membangun Goguryeo.” kata Muk Guh.
“Apa maksudmu?” tanya Ma Ri. “Kepala Klan So Seo No sudah berjanji memberikan tahta pada Jenderal!”
“Ya, aku sudah tahu bahwa Jolbon tidak akan membiarkan kita menggenggam kekuasaan.” ujar Jae Sa.

Oyi menggebrak meja setelah Jae Sa, Ma Ri dan Muk Guh menceritakan mengenai pihak Jolbon.
“Apa yang terjadi?!” serunya marah. “Kenapa mereka ingin mengambil kepemimpinan dari kita?! Kakak, sebelum Jenderal tahu, kita harus mengambil tindakan!”
“Tenanglah.” kata Ma Ri.
“Apa maksudmu?” tanya Moo Gul, sependapat dengan Oyi. “Lihat kondisi Jolbon sekarang! Bukankah kita yang menyelamatkan mereka?! Mereka benar-benar orang-orang yang tidak tahu berterima kasih!”
“Saat kita sendirian di Gunung Bon Gye, mereka tidak melakukan apa-apa untuk menolong kita. Kita bertahan hidup dengan kekuatan kita sendiri!” kata Mu Song.
“Kita harus merencanakan sesuatu.” ujar Ma Ri.
Jumong yang telah menyelamatkan GyehRu. Jumong yang menyatukan Jolbon. Jumong yang mengalahkan Hyeon To dan Yang Jung. Semuanya tindakan Jumong. Siapa lagi yang pantas menjadi Raja selain Jumong?

Ma Ri dan Jae Sa menyerahkan rancangan undang-undang yang mereka buat.
“Bagus sekali.” kata Jumong. “Aku akan merundingkannya dengan Kepala Klan.”
“Jenderal.” ujar Jae Sa hati-hati. “Pihak Kepala Klan So Seo No dan Kepala Klan Jolbon mengadakan pertemuan rahasia untuk menjadikan Kepala Klan So Seo No Ratu.”
Jumong terlihat terkejut.
“Kupikir, masalah ini sudah diselesaikan karena Kepala Klan So Seo No menunjukmu.” kata Ma Ri. “Tapi kurasa, orang-orang mulai memiliki nafsu berkuasa ketika kita siap membentuk negara baru.”
“Kita harus membuat masalah ini jelas.” kata Jae Sa. “Kita harus merencanakan sesuatu sebelum mereka mengambil kepemimpinan.”
Jumong membanting catatan bambu dan berteriak marah. “Jaga ucapanmu!” bentaknya. “Pasukan Da Mul dan Jolbon membuat sumpah darah. Kenapa kita harus berselisih demi kekuasaan?! Motivasiku adalah mewujudkan mimpi Jenderal Hae Mo Su untuk menyelamatkan para pengungsi dan mengembalikan kejayaan GoJoSeon! Aku tidak menginginkan kekuasaan!”
“Maafkan aku.” kata Ma Ri dan Jae Sa.
“Aku sangat kecewa pada kalian berdua.” kata Jumong marah. “Keributan ini datang dari para pemimpin. Aku yakin yang lainnya juga berpikiran sama. Dengar. Aku tidak peduli siapapun yang akan menjadi Raja.”

Song Ju dan Perdana Menteri berkunjung ke ruangan Dae So sambil membawa obat.
“Ini adalah obat Yan Mulia.” kata Perdana Menteri. “Di dalam obat ini, ada racun.Racun bulu yang tidak bisa dideteksi oleh sendok perak.”
“Siapa yang melakukan ini?” tanya Dae So.
“Aku yakin kau lebih tahu daripada aku.”
“Apa maksudmu?” tanya Dae So. “Aku sama sekali tidak mengetahui masalah ini.”
“Tidak masalah kau tahu atau tidak. Tapi kaulah satu-satunya orang yan bisa menyelesaikan masalah ini.”

Dae So menangkap Tabib suruhan Seol Ran dan memanggil Seol Ran.
Dae So memerintahkan Na Ru membunuh tabib tersebut di depan Seol Ran.
“Aku mengerti kenapa kau melakukan itu.” kata Dae So. “Tapi, aku tidak ingin membunuh ayahku sendiri demi tahta. Aku akan melepaskanmu kali ini, tapi aku tidak akan memaafkanmu jika ini terjadi lagi.”

Pihak So Seo No dan Jolbon mengadakan pertemuan rahasia. So Seo No menyerbu masuk dengan marah.
“Kita sudah membuat sumpah dnegan darah.” kata So Seo No. “Mendirikan Goguryeo adalah langkah pertama dalam mengembalikan kejayaan GoJoSeon. Agar kita bisa membangun sebuah negara yang baru, kita membutuhkan orang yang punya kepemimpinan yang tinggi dan mewarisi jiwa GoJoSeon untuk menjadi seorang Raja. Jenderal Jumong adalah satu-satunya orang yang pantas menduduki posisi tersebut.”

Walaupun pemimpin kedua pihak sudah memperingatkan pengikut masing-masing, tapi masih saja terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak.
Untuk membuat masalah tersebut jelas, Jumong memanggil semua pihak terkait untuk mengadakan pertemuan.
“Aku tidak akan menjadi Raja Goguryeo.” kata Jumong.
Semua orang terkejut mendengarnya.
“Ayahku mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan para pengungsi dan mengembalikan kejayaan GoJoSeon.” kata Jumong. “Ibuku meninggal demi aku. Mimpi ayahku bukanlah untuk menjadi seorang Raja. Ambisi memiliki kekuasaan bukanlah motivasiku untuk berperang. Tugasku adalah menjaga dasar Goguryeo sampai aku mati. Aku tidak pantas meminpin sebuah negara.”
Semua orang menunduk, menyesal dan malu telah bersiteru untuk sesuatu yang tidak penting.
“Karena mereka sudah berpengalaman memimpin Jolbon, maka aku akan menyerahkan kepepimpinan pada Kepala Klan So Seo No dan Yeon Ta Bal.” kata Jumong.
“Jenderal, tapi itu bukan hal yang kuinginkan.” kata So Seo No menolak. “Aku sudah mengatakan padamu bahwa kau yang akan menjadi Raja.”
“Maafkan aku, tapi pendapatmu sendiri tidak bisa menyelesaikan masalah.” kata Jae Sa, membantah ucapan Jumong.
“Aku tidak ingin kalian bertengkar karena masalah ini lagi.” kata Jumong, kemudian berjalan pergi. Keputusannya sudah bulat.

Jae Sa, Ma Ri dan Yeon Ta Bal menjadi pihak ketiga yang ingin menyelesaikan masalah ini.
“Kita harus menghentikan pertikaian dan menyatukan kedua belah pihak.” kata Yeon Ta Bal.
“Apa kau punya rencana?” tanya Ma Ri.
“Jenderal Jumong dan So Seo No harus menikah.” kata Yeon Ta Bal.
“Kita tidak bisa membuat mereka menikah demi politik.” kata Ma Ri menolak.
“Mereka berdua duda dan janda sekarang.” kata Yeon Ta Bal. “Jika Jenderal Jumong menjadi Raja dan So Seo No menjadi Ratu, maka kita bisa menyelesaikan masalah ini.”
Jae Sa berpikir.
“Aku akan membujuk So Seo No. Kalian berdua, cobalah membujuk Jumong.”

Young Po memutuskan untuk pergi ke Chang An. Disana, ia bertemu lagi dengan Hwang. Mereka berencana membalaskan penghinaan yang telah mereka terima.

Yeon Ta Bal membujuk So Seo No.
“Aku tahu aku selalu memaksamu membuat keputusan sulit jika ada masalah besar.” kata Yeon Ta Bal. “Tapi, ini adalah satu-satunya solusi untuk menghentikan pertikaian.”
So Seo No ragu. “Jenderal Jumong masih terpukul dan sedih karena kehilangan keluarganya.” katanya, tersenyum. “Aku tidak bisa memaksanya menikah demi menghentikan pertikaian.”
“Ini adalah kehendak langit agar kau dan Jenderal Jumong bersama.” bujuk Yeon Ta Bal. “Pernikahan ini akan menghentikan pertikaian. Selain itu, kau bisa mengobati luka dan kesendiriannya, yang tidak bisa ia perlihatkan pada orang lain.”
So Seo No terdiam.

Jae Sa dan Ma Ri meminta Mo Pal Mo membujuk Jumong.
Malam itu, Mo Pal Mo menemui Jumong di kamarnya.
“Jenderal, aku melakukan dosa besar padamu.” kata Mo Pal Mo. “Seharusnya aku membawa Lady Yoo Hwa dan Lady Ye Soya ketika meninggalkan BuYeo.”
“Itu bukan salahmu.” kata Jumong sedih.
“Jenderal.” Mo Pal Mo berkata hati-hati. “Kau akan melakukan tugas besar di masa depan. Kau butuh seseorang untuk berada disisimu dan membantumu. Kurasa, satu-satunya orang yang bisa melakukannya adalah Kepala Klan So Seo No. Kau harus menikah dengannya.”
Jumong diam, kemudian tertawa. “Kita belum minum banyak. Apakah kau sudah mabuk?” tanyanya.
“Tidak.” jawab Mo Pal Mo. “Ada alasan lain kenapa kau harus menikahi Kepala Klan So Seo No. Pernikahan adalah jalan satu-satunya untuk menghentikan pertikaian.” Mo Pal Mo mengatakan itu dengan sedih.
Jumong hanya diam.
“Jenderal, aku tahu kau belum bisa melupakan Lady Ye Soya dan Yuri.” ujar Mo Pal Mo sedih. “Tapi, kau harus melepaskan mereka suatu saat nanti. Aku yakin Lady Ye Soya juga menginginkan kau untuk menikah.”
“Aku tahu maksudmu, tapi aku tidak mau.” jawab Jumong singkat.
“Jenderal, jika Goguryeo jatuh sebelum terbentuk, semua darah Pasukan Da Mul akan tertumpah sia-sia.” bujuk Mo Pal Mo. “Apa kau ingin pengobanan Lady Yoo Hwa dan Lady Ye Soya sia-sia?” Mo Pal Mo menangis.
Jumong tidak mengatakan apa-apa.

Jumong berpikir. Akhirnya Jumong membuat keputusan. “Maukah kau menikah denganku?” tanyanya pada So Seo No. “Walaupun kita menikah, mungkin akan sulit mengembalikan apa yang sudah hilang di masa lalu. Tapi jika pernikahan kita bisa menyatukan dan membangun Goguryeo, maka kurasa itu memang takdir kita untuk melakukannya.”
Seo Seo No menangis.
“Apakah kau mau menikah denganku?” tanya Jumong lagi.

Ye Soya menggendong Yuri. “Yuri, bersabarlah.” katanya. “Sebentar lagi kau akan bertemu dengan ayahmu.”
Hari itu kota sangat ramai. Warga berbondong-bondong datang.
“Permisi, kemana orang-orang ini akan pergi?” tanya Ye Soya pada salah seorang warga. “Apa yang terjadi?”
“Hari ini adalah hari pembentukan Goguryeo yang dibangun oleh Jenderal Jumong dan Kepala Klan So Seo No.” jawab warga itu.
Ye Soya tersenyum lega dan senang.
“Dan hari ini adalah hari pernikahan mereka.” tambah warga.
Ye Soya terkejut. “Jenderal Jumong dan Kepala Klan So Seo No akan menikah?”
“Benar.” jawab warga.
Ye Soya menangis.
“Ibu..” panggil Yuri.
Ye Soya memeluk Yuri erat-erat.

Upacara pernikahan dimulai. Ye Soya menatap Jumong dari jauh sambil menangis.
“Aku membuat sumpah di hadapan Tuhan bahwa aku akan bersama dengan Ratu So Seo No sampai mati.” kata Jumong mengutarakan sumpah nikahnya.
“Aku membuat sumpah di hadapan semua orang disini bahwa aku akan mengabdi pada Raja dan mengembalikan kejayaan GoJoSeon.” kata So Seo No.
Ye Soya menangis. Ia menunduk memberi hormat kemudian berjalan pergi.
“Sebagai Raja Goguryeo, aku menghormati Burung Berkaki Tiga dan membangun sebuah negara yang makmur dan sejahtera.”
“Hidup Goguryeo!” seru semua rakyat. “Hidup Yang Mulia!”

sumber: princess-chocolates.blogspot.com

By andyfeby Dikirimkan di Jumong Dengan kaitkata